Benarkah Gambar Foto Mahluk Bernyawa Haram?


Gambar ilustrasi (produktekno.com)
Dalam banyak sekali hadits disebutkan, tidak boleh bagi kita untuk menggambar dan memajang gambar makhluk bernyawa.

Gambar yang terlarang yang dimaksud ialah gambar yang menyerupai insan atau hewan, namun bukan gambar batu, pohon dan gambar lainnya yang tidak mempunyai ruh.

Lantas bagaiman dengan berfoto? Apakah juga termasuk haram?

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ

”Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106).

Hukum Menggambar

Tentang persoalan aturan tashwir (menggambar), hukumnya haram. Berikut ialah dalil-dalil yang menawarkan hal ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu,  ia berkata: Saya mendengar Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي فَلْيَخْلُقُوا بَعُوضَةً أَوْ لِيَخْلُقُوا ذَرَّةً

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang berkehendak mencipta mirip ciptaan-Ku. Coba mereka membuat lalat atau semut kecil (jika mereka memang mampu)!” (HR. Bukhari no. 5953 dan Muslim no. 2111, juga Ahmad 2: 259, dan ini ialah lafazhnya)

Juga dari Abu Hurairah dalam riwayat lain disebutkan,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِى ، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً ، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ شَعِيرَةً

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang mencipta mirip ciptaan-Ku. Coba mereka membuat semut kecil, biji atau gandum (jika mereka memang mampu)! ” (HR. Bukhari no. 7559)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia bersabda,

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

Sesungguhnya insan yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari selesai zaman ialah tukang penggambar.” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan.” (HR. Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَوَّرَ صُورَةً عُذِّبَ حَتَّى يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ وَلَيْسَ بِنَافِخٍ فِيهَا

Barangsiapa yang membuat gambar, ia akan disiksa hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Namun kenyataannya ia tidak bisa meniupnya.” (HR. An Nasai no. 5359 dan Ahmad 1: 216. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini dibedakan antara gambar binatang (yang mempunyai ruh, pen) dan bukan tumbuhan. Hal ini mengandung pelajaran bahwa boleh saja menggambar pohon dan benda logam di baju atau kain, dan menggambar yang lain (yang tidak mempunyai ruh, pen).” (Majmu’ Al Fatawa, 29: 370)

Dalam hadits berikut juga menawarkan bahwa kalau kepala dihapus dari gambar, maka gambarnya tidak jadi bermasalah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,

اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ

Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana aku mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kau menghilangkan bab kepala-kepalanya atau kau menjadikannya sebagai ganjal yang digunakan berbaring, alasannya kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih)

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ

Gambar itu ialah kepala, kalau kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani menyampaikan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)

:

Hukum Foto dengan Kamera

Jika kita sudah mengetahui secara terperinci aturan gambar makhluk yang mempunyai ruh, kini kita beralih pada permasalahan yang lebih kontemporer yang tidak dapati di masa silam.

Dilansir dari rumaysho.com, mengenai persoalan foto dari jepretan kamera, para ulama ada khilaf (silang pendapat).

Ada yang melarang dan menyatakan haram alasannya beralasan:

Hadits yang membicarakan aturan gambar itu umum, baik dengan melukis dengan tangan atau dengan alat mirip kamera.

Lalu ulama yang melarang membantah ulama yang membolehkan foto kamera dengan menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan hanyalah kecerdikan dan tidak bisa membantah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mereka juga mengharamkan dengan alasan bahwa foto hasil kamera masih tetap disebut shuroh (gambar) walaupun dihasilkan dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut demikian.

Sedangkan ulama lain membolehkan hal ini dengan alasan dalil-dalil di atas yang telah disebutkan. Sisi pendalilan mereka:

Foto dari kamera bukanlah menghasilkan gambar gres yang menyerupai ciptaan Allah. Gambar yang terlarang ialah kalau mengkreasi gambar baru. Namun gambar kamera ialah gambar ciptaan Allah itu sendiri.

Sehingga hal ini tidak termasuk dalam gambar yang nanti diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang dihasilkan dari kamera menyerupai hasil cermin. Para ulama bersepakat akan bolehnya gambar yang ada di cermin.

Alasan kedua ini disampaikan oleh Syaikhuna –Syaikh Sa’ad Asy Syatsri hafizhohullah, yang di masa silam dia menjadi anggota Hay-ah Kibaril ‘Ulama (kumpulan ulama besar Saudi Arabia).

Pendapat kedua yang membolehkan foto hasil kamera, kami rasa lebih besar lengan berkuasa dengan alasan yang sudah dikemukakan.

Berikut juga klarifikasi dari Buya Yahya, agar menambah klarifikasi dari aturan foto ini;


Demikian pembahasan kami secara singkat perihal aturan foto, agar bermanfaat. Wallahu A'lam.
Related Posts