Melahirkan Dengan Operasi Caesar Sama Dengan Tidak Melahirkan?


Tika We, sumber gambar, @insiprasKehidupan

Benarkah melahirkan secara caesar atau tidak alami itu mudah?

Bahkan banyak yang bilang ibu yang melahirkan secara caesar sama saja dengan tidak melahirkan.

Dengarkan curhatan ibu muda ini, gres boleh komentar!

Kisah ini dibagikan oleh ibu muda berjulukan Tika We, yang kami kutip dari facebook @inspirasiKehidupan, supaya dapat membuka mata bawasanya melahirkan dengan operasi caesar itu tidak semudah yang orang pikirkan.

(AADC) Ada Apa dengan Caesar

Melahirkan dengan Sectio Caesaria (SC) alias operasi caecar. Dalam buku Ibu Alami, "Melahirkan dengan operasi cesar bukan berarti Anda tidak melahirkan. Pengalaman unik anda dalam melahirkan jangan diremehkan hanya sebab Anda tidak melahirkan alami.”

Dan inilah pengalaman unik yang hanya dialami saya dan Emak-Emak Caesarian lain.

1. Meninggalkan aib di rumah

Dalam kondisi sehat dan sadar sesadar-sadarnya, sebelum masuk ruang operasi rambut pubis dicukur oleh orang yang sama sekali nggak kita kenal.

Umumnya bidan cewek sih, tapi tetep aja orang lain. Setelah itu, beliau akan memasukkan selang kateter yang kelak menjadi sobat hingga pasca operasi.

Yes, beliau memasukkan selang ke lubang kita buang air kecil. Setelah operasi pun kita dimandikan oleh perawat. Yang namanya mandi ya niscaya telanjang. So.. Relax, and open your legs, dear.


2. Single fighter yang dikeroyok

Emak-Emak Caesarian yaitu single fighter yang tangguh.

Bagaimana tidak? Dia berjuang sendirian, dikeroyok beberapa paramedis dan setidaknya tiga dokter spesialis: seorang andal kandungan, seorang andal anastesi, dan seorang andal anak.

Nggak ada suami atau kerabat akrab yang menemani di ruang operasi ketika kami berjuang mengantarkan jabang bayi ke dunia.


3. Bisa denger semuanya tapi tak berdaya.

Ini yang seru. Selama operasi berlangsung, kami dibius spinal.

Setengah tubuh ke bawah mati rasa. Menggerakkan jempol kaki aja nggak bisa. Tapi kami sadar dan sober.

Kami tahu betul apa yang terjadi di ruang operasi melalui indra pendengar.

Selain suara hospital beeps, saya dapat mendengar dengan terang topik apa saja yang jadi dialog para dokter dan tenaga medis sepanjang operasi berlangsung.

Percaya atau tidak, selama dioperasi, tim medis yang menangani saya heboh bercanda perihal kontroversi Go-Jek. Topik ini merembet hingga jika tenaga medis ini kehilangan pekerjaan, mending jadi tukang ojek atau tukang salon? Huft! Saya mau ikutan njawab, tapi kok ya lemes. Nggak dapat berdiri juga. Ya sudahlah.


4. Terima kasih, Tirai!

Kami, emak-emak Caesarian di seluruh dunia, berterima kasih pada tirai yang dibentang melintang di atas dada kami.

Berkat tirai tersebut, kami tidak perlu melihat darah-darah dan berlangsungnya operasi.


5. Disalib

Apapun agama dan kepercayaannya, emak-emak caesarian di manapun berada niscaya disalib selama operasi.

Tempat tidur untuk operasi punya ‘sayap’ yang dapat dibentangkan menjadi salib. Ketika operasi berlangsung, kedua tangan kami diikat di sayap itu.


6. Ditindih dokter

Memangnya jika SC terus bayinya dapat lompat keluar sendiri dari perut gitu? Ye kali.. Emak-emak Caesarian memang tidak mengejan, tapi kami ditindih dokter. Bisa satu atau dua dokter, tergantung tenaganya.

Mereka mendorong perut dari atas kita supaya si jabang bayi segera keluar. Sakit?
Enggak lah. Kan sudah dibius. Nggak kerasa apa-apa, selain sensasi soothing ketika jabang bayi yang didorong itu turun dan keluar.


7. Ketika tirai dibuka..

Lega! Operasi selesai. Tinggalkan rumpian Go-Jek, hospital beeps, dan denting peralatan medis beradu di ruang operasi.

Begitu tirai di atas dada dibuka, bersiap untuk ke kamar rawat inap. Dengan kata lain, kita akan menikmati sensasi dampak anastesi yang berkurang secara perlahan (tapi pasti), yang diawali dengan gigi bergemeletukan kedinginan.


8. Dicari: Perawat Tangguh!

Pasca operasi, hidup kami bergantung pada perawat tangguh. Perawat di sini bukan profesi orang rumah sakit itu, melainkan keluarga atau kerabat yang merawat kita.

Mereka harus selalu siaga satu, anti-capek, dan nggak takut darah. Setidaknya 24 jam pertama pasca operasi, kita nggak dapat merawat diri apalagi merawat bayi.

Nah, perawat ini yang menangani semuanya mulai dari mengganti popok, membedong bayi, hingga mengambilkan bayi dari kereta ke kasur untuk disusui. Dia juga yang menyuapi kita makan dan minum, mengawasi air seni di kantong kateter, mengambilkan ini-itu, bahkan mengganti pembalut.

Terima kasih pak suami dan emak, Perawat Tangguh!


9. Tidur miring itu prestasi, duduk tegak itu juara

Kita dihadiahi sayatan sekitar 15 cm di bawah perut oleh SC. Ini bukan lecet ya, tapi sayatan. Makara sakitnya sungguh dahsyat, nggak dapat diremehkan.

Jangankan turun dari daerah tidur, gerak ketika berbaring saja sakit.

Meski demikian, kami harus latihan tidur miring. Iya, tidur miring doank. Bisa tidur miring satu menit sehari sesudah operasi saja sudah prestasi lho, apalagi jika dapat duduk. Beuh, juara!


10. Latihan nafas buat nahan bersin dan batuk

Nggak jadi bersin itu nyebelin nggak sih? Lebih nyebelin lagi jika harus menahan bersin. Batuk juga. Soalnya, bersin dan batuk pasca SC itu dapat jadi peristiwa banget.

Hentakan di perut ketika bersin-batuk itu lho, sakitnya warbyasak! Makara daripada jahitan rusak, perut makin nggak karuan, ditahan aja batuk dan bersinnya buat kapan-kapan. Hehe..


11. “Sudah dapat duduk, Bu?”

Setiap sekian jam, perawat masuk ke kamar. Entah cek tekanan darah, cek infus, dan sebagainya.

Dan setiap perawat yang masuk, saya ulangi, SETIAP perawat yang masuk akan bertanya, “Sudah dapat duduk, Bu?”. Bonus: "Sudah dapat kentut, Bu?" Yang bonus ini boleh dijawab, "Sudah, mau bukti?" 🙄


12. ‘Nyeri’ di luar sayatan

Ada lagi sumber nyeri selain bekas operasi. Pertanyaan dan komentar orang-orang.

Terkadang yang satu ini justru bikin nyeri di ulu hati dan nggak dapat diredam pain killer.

“Kenapa SC?”. Siapkan template jawaban, sebab pertanyaan ini yang paling sering diajukan.

“Kayaknya orang jaman dulu nggak ada yang SC, tapi lancar-lancar aja lairannya.”

Betul Jeng, makanya dulu angka ajal ibu & bayi tinggi banget.

“Enak donk nggak ngerasain sakitnya kontraksi.” Yang VB juga lezat kok Jeng, nggak ngerasain sakit di bawah perut selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan.

“Sayang ya, padahal kan pahalanya ibu yang melahirkan normal lebih banyak.” Situ malaikat pencatat amalan, Jeng?

Kesimpulannya, melahirkan normal maupun operasi sesar itu sama saja. Sama sakitnya, sama berjuangnya.

Kalau VB sakit sebelum lahiran, jika SC sakitnya sesudah lahiran. Bagaimanapun cara Emak melahirkan kalian yaitu pahlawan.

:



Persalinan Normal vs Operasi Caesar

Banyak yang beranggapan tidak lengkap rasanya menjadi ibu bila persalinan tidak dilakukan secara normal.

Namun dibalik anggapan tersebut, baik noramal ataupun caesar ibu sama-sama berjuang dalam melahirkan anak kedunia.

Baik normal ataupun caesar ada untung rugi tersendiri dari segi medis.

Oleh sebab itu, perlu kedewasaan bagi masyarakat untuk tidak buru-buru mengecap ibu yang melahirkan normal itu hebat dan sebaliknya.

Demikian, supaya bermanfaat.
Related Posts