Beban Berat Seorang Janda, Dari Stigma Negatif Tetangga Sampai Susahnya Mendidik Anak


Jadi janda itu susah, belum lagi godaan laki-laki... via vemale.com

Buat yang sering nyinyiran Janda, baca ini...

Jadi janda itu susah, dikala kerja keras berangkat pagi pulang malam tetangga nyinyir, dipikir kerja yang tidak-tidak...

Belum lagi, harus mengurus anak sendiri tanpa sosok seorang ayah...


Sangat disayangkan, budaya ketimuran kita ini memberi kesan negatif kepada janda daripada duda.

Janda seringkali ditempatkan sebagai perempuan pada posisi yang rendah, lemah, tidak berdaya dan membutuhkan belas kasih sehingga dalam kondisi sosial budaya seringkali terdapat ketidakadilan.

Semakin maju zaman dan pendidikan tidak membuat stigma status janda membaik. Lihat saja beberapa lagu, film dan beberapa oknum yang menjelekkan/merendahkan status janda itu sendiri.

Dikatakan sebagai penggoda suami orang

Seorang janda sering diperlihatkan sebagai perempuan lemah, tak berdaya, bahkan menjadi si penggoda suami orang.

Saat seorang perempuan berstatus janda, maka selentingan negatif mulai bertebaran. Beda dengan laki-laki yang terlihat tetap terhormat dengan status sebagai duda.

Digunjingkan Tetangga

Di budaya kita sendiri, seorang janda akan menjadi pergunjingan luar biasa. Apalagi di kawasan pedesaan, dimana kata janda masih awam sekali di indera pendengaran mereka.

Menjadi janda itu sangat rentan dari segala permasalahan dan pandangan masyarakat sehingga banyak dari mereka yang sedikit berlebihan dalam menanggapi status itu.

:
  1. Perbedaan Hak Janda dan Perawan Ketika Akan Dinikahkan Menurut Islam
  2. Karena Janda Tidaklah Lemah, Ini Bukti Mereka Bisa Sekuat Benteng Sebuah Kota!
  3. Tidak Semua Janda itu Penggoda, Banyak dari Mereka yang Luar Biasa Menjaga Kehormatannya

Sama Singlenya Menjadi Seorang Janda Lebih Berat Dibanding Duda

Yang sering dikesampingkan masyarakat, seorang janda justru sering menanggung beban lebih berat dibanding duda. Di satu sisi dia berperan sebagai ibu dari anak–anak yang (seringkali) ditelantarkan oleh ayahnya, di sisi lain beliau harus berperan sebagai kepala keluarga untuk memberi nafkah pada anak-anaknya.

Tentu saja berat menjadi seorang janda, dia harus tetap menjaga harkat dan martabat dirinya di tengah–tengah stigma negatif masyarakat dan harus bisa bertahan demi diri sendiri dan bawah umur tanpa didampingi sesosok laki-laki yang bisa menjaga, mengasihi dan mengayominya.

Menjadi seorang janda bukanlah sebuah cita-cita, keinginan, maupun harapan seorang wanita. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menyandang status janda, bahkan status janda merupakan status sangat ditakutkan oleh seluruh perempuan di dunia ini.

Menurut Ollenburger dan Moore (1996) mengenai norma yang berlaku di masyarakat, menyatakan bahwa kehidupan seorang perempuan yang menyandang status janda sangat memengaruhi psikis dikarenakan perempuan cenderung hidup lebih usang dari pria.

Wanita pada umumnya menikahi laki-laki yang usianya lebih bau tanah dari mereka sendiri, laki-laki bau tanah lebih mungkin menikah kembali dibandingkan perempuan tua. Adanya norma-norma sosial yang kuat, yang menentang perempuan bau tanah yang menikahi laki-laki muda, dan juga norma-norma yang menentang perempuan bau tanah menikah lagi.

Menjadi janda sesungguhnya yaitu hal yang serba salah, bagaimana tidak janda akan diliputi kegalauan luar biasa wacana statusnya sekarang. Akankah status itu beliau buka ke masyarakat luas atau hanya beliau simpan untuk dirinya sendiri. Walaupun sebetulnya semua akan terbongkar bila akan tiba saatnya semua itu terbongkar.

Hal inilah yang sering menjadikan psikis seorang janda sendiri terganggu, janda takut mengungkapkan statusnya tetapi bila tidak diungkapkan akan lebih sakit slentingan yang beredar wacana status yang ia sandang dikala ini.

Digoda Laki-Laki Karena Dianggap Kurang Kasih Sayang

Hal lain yang sering ditakutkan perempuan dengan status janda yaitu banyak laki-laki yang akan masuk dalam kehidupannya dan membanggakan wacana dirinya dan niat baiknya untuk menikahi seorang janda.

Selain itu akan banyak juga laki-laki mencoba mengelabui janda supaya jatuh dalam pelukannya, alasannya yaitu janda sering dianggap perempuan lemah dan haus akan kasih sayang. Banyak kasus laki-laki menarik hati seorang janda dengan iming-iming kebahagiaan sesaat.

Alasan itulah yang sering membuat para janda menutupi statusnya, alasannya yaitu khawatir banyak laki-laki tiba hanya untuk menganggu dan menggoda.

Sedangkan ketika mereka tidak mengungkapkan status janda secara jujur, sulit bagi janda itu sendiri untuk mencari pengganti suami mereka lagi. Tidak ada seorang janda pun yang ingin untuk berlama-lama menyandang status janda, dan manusiawi sekali bila janda menginginkan beliau diayomi, dilindungi dan disayang layaknya perempuan pda umumnya.

Akhir dari dilema seorang janda yaitu menjadi membisu dengan statusnya, membisu menerima sikap yang tidak menyenangkan dan menjadi seseorang yang tertutup.

Berat menyembuhkan luka yang mereka rasakan, bangkit sendiri menyandang kiprah ganda, menjadi berpengaruh untuk anak-anaknya, menghilangkan rasa trauma yang ia rasakan dan anaknya (jika terjadi KDRT dalam keluarganya).

Sungguh berat menjadi “janda”.

Jadi janganlah kita mengucilkan janda.

Janda juga ingin didengar dan diayomi bukan menjadi materi pergunjingan, apalagi bila janda itu mempunyai anak, menyembuhkan psikis anak sangatlah berat bagi seorang janda.

Mencoba menutup indera pendengaran demi anaknya dan menguatkan anaknya dari gunjingan orang lain.

Ingat ya para netizen, janda itu tidak selamanya jelek, tidak selamanya mengganggu hubungan orang, tidak selamanya beliau hina.

Janda bisa berkarya, bisa membuat lapangan pekerjaan dan bisa menjaga perilakunya. Makara terima kami, hargai kami lantaran kami juga bisa menjadi orang yang bermanfaat dan membanggakan untuk kalian.
Related Posts