Cuma Gara-Gara Rp. 800 Ribu Harga Diriku Dilecehkan

Ancaman debt collector (sumber via kumparan.com)

Lagi viral-viralnnya jerat utang piutang online.

Kali ini terjadi pada Fatmawati(nama samaran), yang dilecehkan hanya alasannya yaitu telat 1 hari bayar. 

Ia hingga "digoblokkan" oleh sang Debt Collector hingga disuruh telanjang.

Sungguh tak ada rasa manusiawi !

Berikut rekaman lengkap percakaan Fatmawati(nama samaran) dengan Debt Collector....

Fatmawati (bukan nama sebenarnya) berusaha keras menahan impian untuk menangis. Ia tak pernah membayangkan harus menghadapi cercaan dan pelecehan mulut sedemikian rupa. Entah sudah berapa kali ia disebut “goblok” dan “diminta bugil” oleh orang di seberang saluran telepon selulernya.

Fatma ialah nasabah pemberian online (fintech lending), dan orang yang tengah memaki-makinya di telepon yaitu debt collector.

Berikut rekaman pelecehan oleh sang debt collector yang direkam oleh Fatma dan diberikan kepada kumparan (suara disamarkan demi keamanan narasumber).


Jerat pemberian online telah menciptakan Fatma mesti berurusan dengan para debt collector yang dengan gila-gilaan menghubungi rekan-rekan kantor dan keluarganya. Ia betul-betul kehilangan muka. Kepada kumparan, Rabu malam (7/11) di sebuah kafe di tempat Glodok Jakarta Barat, Fatma menceritakan kisahnya.

Bagaimana Fatma bisa terjerat pemberian online? 

Awalnya, pertengahan 2016, saya memakai aplikasi ini hanya untuk biaya transportasi. Karena waktu itu saya gres diterima bekerja, jadi kurang etis rasanya bila saya yang karyawan gres mengajukan kasbon (mengambil lebih dulu sebagian honor yang akan diterima) ke kantor.

Saya masuk ke aplikasi Play Store, saya ketik “pinjam uang cepat”, dan muncul banyak aplikasi. Saya download yang paling atas. Begitu saya download, mereka cuma minta KTP sama foto doang. Dan dalam hitungan menit, mereka pribadi verifikasi dan info ke nomor handphone saya yang saya daftarkan.



Mereka bilang sudah mencairkan dana sebesar Rp 500 ribu ke rekening saya, dan begitu saya cek itu benar. Waktu itu batas waktu tenggang 14 hari. Awalnya saya bisa membayar. Begitu gajian, saya bayar Rp 650 ribu (plus bunga).

Sistem mereka pribadi kasih SMS ke saya, mengatakan pemberian dengan limit lebih tinggi, Rp 800 ribu, dan tenggat waktu tetap 14 hari. Saya kemudian berpikir, sayang bila tidak ambil tawaran itu. Sebab gampang banget dan siapa sih orang yang nggak butuh uang.

Kaprikornus Fatma ambil? 

Akhirnya saya tergiur untuk mengklik lagi tawaran dari mereka. Kemudian Rp 800 ribu masuk lagi ke rekening saya.

"Hanya dengan satu klik, uang pribadi masuk ke rekening dalam lima menit. Tapi sesudah 14 hari, saya merasa mandek", ujarnya.

Soalnya (waktu pinjam uang) itu masih awal bulan. Saya mesti pulangin Rp 950 ribu (dengan bunga) dalam tenggat waktu 14 hari. Sebelum 14 hari, sebetulnya saya sudah mulai kelimpungan, tapi masih merasa aman, alasannya yaitu ada sisa honor yang kemarin.

Dan di hari ke-14 itu, saya bayar. Begitu bayar, mereka menawari lagi dengan limit lebih besar, Rp 1 juta dengan tenggang 30 hari, dikembalikan sebesar Rp 1.250.000. Gaji saya sudah habis untuk bayar yang Rp 800 ribu itu kan, jadi saya kliklah yang tawaran Rp 1 juta ini. Dengan tenggat waktu 30 hari, saya pikir amanlah. Eh pas 30 hari, itu sudah lewat hari gajian, di pertengahan bulan. Otomatis saya mulai pusing. Gaji sudah habis.

Saya kemudian cari pemberian Rp 200 ribu-Rp 300 ribu ke sahabat buat nutupin. Setelah saya bayar, mereka kasih tawaran lagi, tapi tetap Rp 1 juta, dan harus dikembalikan Rp 1,4 juta, dalam waktu 30 hari. Waktu itu saya nggak pikir panjang alasannya yaitu sudah kadung punya utang sama teman, dan itu juga sudah tanggung bulan, butuh buat biaya transport. Itu menciptakan saya terdesak dan klik lagi (mengiyakan) tawaran Rp 1 juta.

Seperti ketergantungan, ya? 

Iya. Sampai kesudahannya (utang plus bunga) Rp 1,4 juta itu dua kali doang bisa saya bayar. Saya kemudian buka aplikasi (pinjaman online) yang baru, semoga nggak pinjam uang sama sahabat (buat nutupi utang online).

Seperti yang dilansir oleh kumparan.com, waktu itu saya nggak ngeh aplikasi itu (terdaftar di) OJK atau enggak. Juga nggak ngecek. Waktu itu, seperti aplikasi-aplikasi pinjol itu tahu bahwa saya pernah pinjam, dan banyak SMS dari fintech berdatangan kasih tawaran ke saja.

Ada yang kasih limit Rp 500 ribu, Rp 800 ribu, Rp 1 juta. Padahal saya nggak pernah download aplikasi mereka.

"Saya pikir, mungkin sistem (di antara mereka) sudah muter. Kaprikornus sekali pinjam di fintech yang ini, semua ibarat tahu bila saya pernah pinjam. Saya pinjam di pinjol B untuk nutupin pinjol A Dia naikin limit, naikin tempo, naikin bunga. Akhirnya saya buka aplikasi pinjol lain lagi buat nutupin. Begitu seterusnya hingga (saya terjerat) 4 pinjol, dan berutang Rp 1 jutaan untuk masing-masing pinjol", ujar fatmawati

Ketika waktu jatuh tempo berdekatan antara keempatnya, saya pusing. Gimana bayar utang di 4 pinjol ini? Selisihnya 1-2 hari, dan saya mesti cari uang Rp 1 jutaan untuk masing-masing pinjol.
Salah satu dari empat aplikasi yang saya gunakan, pada H-2 dari tenggat waktu tiba-tiba nge-blast dengan SMS ke semua kontak yang ada di handphone saya, memberitahukan saya ada utang di aplikasi mereka.

Saya kaget, satu kantor tahu saya punya utang di aplikasi fintech. Orang kantor mulai menekan saya untuk beresin ini. Saya malu. Tapi bagaimana lagi, sudah terjadi. Saya juga nggak tahu lagi mau cari duit ke mana lagi. Saya pasrah.

H+1 sesudah tanggal jatuh tempo, saya sanggup telepon. Debt collector-nya cewek, maki-maki dan telepon ke kantor. Mungkin waktu saya pinjam uang, saya beri izin terusan mereka ke semua nomor kontak di handphone saya.

:

 Apa yang terjadi waktu Fatma ditagih? 

Debt collector telepon ke kantor saya. Nomor kantor saya kan pribadi direct line ke divisi, nah waktu itu yang angkat atasan saya manajer operasional. Dia kaget.

Suara (debt collector) kenceng banget di telepon, teriak “Ada maling di kantor lu, suruh bayar tu utang!” 

 Padahal gres telat satu hari. Saya pribadi sanggup teguran keras dari manajer. Dia nanya, “Ini kantor ramai gara-gara lu punya utang.”

Akhirnya saya mohon-mohon untuk minta kasbon ke kantor buat nutupin utang. Nggak pribadi di-acc. Tiap hari debt collector telepon terus. Orangnya beda-beda. Kadang cewek, kadang cowok. Saya angkat terus telepon semoga nggak dipecat. Saya mesti jaga itu line telepon. Kalau nggak saya angkat, akan (berdering) terus. Setelah diangkat, debt collector nyerocos terus, nggak kasih kesempatan ke kami (para nasabah).

Lalu mereka ngomong (kata-kata) hewan hingga telepon ditutup, ngomong “Tolol lu,” “Dasar maling, lu!” Saya pikir, kok ada ya agensi yang mempekerjakan orang kayak gitu.

Tahu dari mana debt collector itu dari agensi? 

Karena bila saya tanya dari mana, mereka nggak pernah mau bilang dari aplikasi yang mana. Selalu bilang nama doang. Terus besoknya, yang telepon lain lagi namanya. Ada teman-teman saya yang polos, kasih terusan WhatsApp ke debt collector, terus WA-an. Si debt collector kasih gambar muka orang nelen kotoran manusia, dikirim ke WA nasabah.

Ada juga gambar orang kayak dimutilasi, terus debt collector-nya bilang, “Bayar utang lu bila nggak mau begitu.” Itu gertakan-gertakan. Tapi walaupun orangnya (nasabah) masih napas, serasa sudah mati.

Keluarga Fatma juga ditelepon debt collector? 

Orang renta saya yang jauh ditelepon. Semua jadi tahu. Parah banget, padahal waktu itu gres telat dua hari. Saya depresi. Takut kerja, takut keluar rumah, takut ngapa-ngapain. Malu. Sampai lewat sekitar sebulan 11 hari waktu itu saking takut, saya delete aplikasi pinjolnya saat saya sanggup telepon (dari debt collector).

Cowok. Nadanya nggak tinggi, tapi kayak orang ngeledek. Dia bilang, “Gue kasih lo solusi, gue lunasin utang lo.” Saya bilang, “Saya akan bayar semampu saya. Saya mohon untuk sabar. Kalau Anda ribut-ribut di kantor saya, kemudian saya dipecat, saya nggak bisa bayar kalian.

” Dia (debt collector) bilang, “Lu bugil aja, telanjang, nari-nari. Nanti utang lu gua anggap lunas.” Dia juga ngomong, 

“Gua dateng ya ke rumah lu.” Itu menciptakan saya tertekan. Dan beliau tanya-tanya status (perkawinan) saya. Dia tanya, “Lu ada suami nggak?” Saya bilang, “Nggak, saya single parent, cari uang sendiri.” Dia bilang, “Oh pantas ya, lu janda. Ya udahlah, kebetulan alasannya yaitu lu janda, lu nari-nari aja depan gua. Lunas.” 

(Simak rekaman bunyi debt collector yang menagih utang Fatma di pecahan atas artikel ini).

Waktu itu saya rasanya ingin marah, ingin nangis. Tapi saya harus kuat. Yang saya pikirkan yaitu pekerjaan. Saya mesti jaga mangkok makan saya. Besoknya saya mohon-mohon sama kantor untuk dikasih kasbon. Supaya bisa bayar ini orang, semoga enggak ribet lagi ke kantor. Akhirnya kantor kasih pinjaman.

Waktu pinjam online, baca ketentuan layanannya nggak? 

Nggak. Aku cuma berpikir, bagaimana sanggup uang cepat, (syaratnya) nggak neko-neko. Kaprikornus saya nggak baca lagi.

"Saya izinkan mereka (aplikasi pinjol) untuk mengakses kontak dan mengakses galeri. Kalau nggak diklik “yes”, uang nggak cair", ujarnya



Pada salah satu aplikasi pemberian online yang dipakai Fatma, tertulis ketentuan layanan antara lain sebagai berikut:

Dengan memakai aplikasi ini, Anda mengatakan hak kepada kami untuk mengumpulkan, menyimpan, menyalin, memproses, membuka informasi, mengakses, mentransfer, mengkaji, mengungkap, dan memakai data anda untuk tujuan lain dan/atau terkait dengan penggunaan aplikasi ini secara terus-menerus. 

Dengan memakai aplikasi ini, Anda secara sukarela menyetujui dan mengatakan hak kepada kami untuk memproses pengajuan pemberian Anda dengan memakai data anda yang diperoleh melalui cara yang termasuk, namun tak terbatas pada: 

Apps: Informasi mengenai acara penggunaan smartphone Anda. Informasi dari media umum ibarat Facebook dan/atau rujukan pihak ketiga lainnya. 

Lokasi: Informasi mengenai tempat usaha, tempat bekerja, dan tempat tinggal Anda menurut teknologi GPS (Global Positioning System). 

Kamera: Otorisasi kami untuk mendapat terusan ke kamera Anda atau mengambil foto/video dari perangkat yang berkaitan. 

Ponsel: Otorisasi kami untuk mendapat status ponsel Anda termasuk nomor ponsel, dan mengatakan izin untuk membaca histori panggilan. 

Storage: Otorisasi kami untuk mendapat terusan ke status penyimpanan Anda. 

SMS: Otorisasi kami untuk mendapat terusan ke pesan SMS Anda. 

Contacts: Otorisasi kami untuk mendapat izin kontak di ponsel Anda. 

Setelah semua bencana tak mengenakkan itu, kini bagaimana? 

Saya kapok. Kalau mau pakai (aplikasi pinjol) lagi, harus yang (sudah terdaftar di) OJK. Tapi sebetulnya yang terdaftar di OJK juga nggak menjamin (tidak bermasalah). Banyak aplikasi-aplikasi hantu yang belum terjamah OJK.
Related Posts