Mana Yang Lebih Baik, Umur Panjang Atau Umur Pendek?
Gambar dari radio88fm.com
Lebih baik umur panjang untuk mencari amal kebaikan atau umur pendek tapi semasa hidupnya untuk mencari amal ?
Pastinya kita sebagai umat muslim pernah berfikir demikian, entah itu berfikir sendiri ataupun bertanya kepada orang lain.
Lantas yang benar yang bagaimana?
Jika sebuah pertanyaan diajukan manakah yang lebih baik, umur panjang ataukah umur pendek?
Jawabannya, sebaik-baik umur ialah yang diberkati Allah subhanu wata’la. Jawaban ini menurut klarifikasi dari Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitabnya berjudul Sabîlul Iddikâr wal I’tibâr bimâ Yamurru bil Insân wa Yanqadli Lahu minal A’mâr (Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, hal. 47) sebagai berikut:
وخير العمر: بركته، والتوفيق فيه للأعمال الصالحة، والخيرات الخاصة والعامة
Dari kutipan di atas sanggup dijelaskan bahwa sebaik-baik umur ialah yang diberkati Allah subhanu wata’la, yang diberi-Nya bimbingan untuk melaksanakan aneka macam kesalehan dan kebajikan.
Penjelasan ini tidak mensyaratkan umur panjang dalam arti harfiah sebagaimana dipahami sebagian orang dari apa yang disampaikan Rasulullah shallahu alaihi wa sallam dalam sebuah haditsnya sebagai berikut:
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ قَالَ : مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ
:
- Karomah Kyai Shaleh Darat, Gurunya Para Ulama Besar di Indonesia
- Anjuran Rasulullah, Sebelum Berhubungan Disarankan Berdzikir
Penjelasan lebih mendalam
Seperti yang dilansir oleh NU.or.id, beberapa orang memahami secara literal bahwa umur yang baik ialah umur panjang yang penuh dengan kebaikan.Pemahaman ini memang tidak salah, hanya belum akomodatif terhadap fakta bahwa banyak orang saleh tidak berumur panjang.
Orang-orang ibarat ini meskipun tidak berumur panjang, namun amal-amal kebaikannya sangat banyak. Beberapa di antara mereka amal kebaikannya setara atau bahkan ada yang memelibihi mereka yang berumur panjang.
Sayyid Abdullah Al-Haddad menyebutkan teladan beberapa orang saleh yang tidak berumur panjang namun amal kebaikannya terbukti sangat banyak dan sanggup dirasakan oleh masyarakat luas.
Di antaranya ialah Imam Syafií rahimahullah yang wafat dalam usia 54 tahun. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali wafat dalam usia 55 tahun. Al-Imam al-Quthub as-Syarif Abdullah bin Abu Bakar Al-Aydrus al-Alawi wafat dalam usia 54 tahun. Khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat dalam usia kurang dari 40 tahun. Imam Nawawi wafat dalam usia kurang dari 50 tahun.
Kaprikornus sebaik-baik umur ialah umur yang diberkati Allah subhanu wata’la.
Umur yang diberkati ialah umur yang benar-benar panjang secara harfiah dan banyak dipakai untuk melaksanakan amal-amal saleh dan kebajikan-kebajikan lainnya.
Atau umur yang tidak panjang secara harfiah, namun banyak dipakai untuk mengerjakan kesalehan-kesalehan hingga pada tingkat tertentu yang setara atau malahan lebih banyak dari mereka yang berumur panjang.
Terhadap kelompok kedua, yakni mereka yang tidak berumur panjang namun banyak mengerjakan kesalehan-kesalehan dan kebajikan-kebajikan ibarat Imam Syafi’i dan Imam Al-Ghazali, Sayyid Abdullah Al-Haddad menyebutnya sebagai hamba-hamba Allah yang terpilih dan diberkati sehingga amal kebaikannya lebih banyak dan lebih terasa keuntungannya dari pada yang dipanjangkan umurnya.
Mengenai batasan umur panjang (a’mârun thawîlah) di kalangan umat Islam, memang tidak ada patokan khusus yang telah disepakati bersama.
Hanya kebanyakan umat Islam mengakibatkan umur Rasulullah shallahu alaihi wa sallam yang mencapai 63 tahun sebagai standar.
Artinya mereka yang mencapai umur di atas 63 tahun diyakini telah mendapat bonus umur dari Allah subhanu wata’la.Sedangkan mereka yang tidak mencapai umur 63 tahun, semisal 50-55 tahun, sebagaimana para imam di atas dikategorikan berumur pendek (a’mârun qashîrah). Istilah ini sebagaimana dipergunakan Sayyid Abdullah Al-Haddad dalam pembahasan topik ini.
Wallahu A'lam.
Related Posts