Wahai Ukthi Tutuplah Auratmu, Sebelum Kain Kafan Menutupimu!

Gambar dilansir dari facebook.com/menuju akhirat

Wahai Ukhti...

Alangkah lucunya, kita mengakui Al- Qur'an sebagai kitab suci dan petunjuk, namun di sisi lain, kita masih tebang-tebang pilih. Termasuk urusan menutup aurat.

Bukankah ini sama artinya bahwa kita tidak lagi percaya Allah SWT yang telah memilihkan kita cara yang baik dalam hidup?

Saudariku, berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk memperlihatkan bahwa engkau yakni seorang muslimah. Tetapi jilbab yakni suatu bentuk ketaatanmu kepada Allah Ta’ala

Saudariku…

Seorang mukmin dengan mukmin lain menyerupai cermin. Bukan cermin yang memantulkan bayangan fisik, melainkan cermin yang menjadi refleksi adab dan tingkah laku.

Kita sanggup mengetahui dan melihat kekurangan kita dari saudara seagama kita. Cerminan baik dari saudara kita tentulah baik pula untuk kita ikuti. Sedangkan cerminan jelek dari saudara kita lebih pantas untuk kita tinggalkan dan jadikan pembelajaran untuk saling memperbaiki.

Saudariku…

Tentu engkau sudah mengetahui bahwa Islam mengajarkan kita untuk saling mencintai.

Dan salah satu bukti cinta Islam kepada kita –kaum wanita– yakni perintah untuk berjilbab. Namun, kulihat engkau masih belum mengambil “kado istimewa” itu.

Kudengar masih banyak alasan yang menginap di rongga-rongga pikiran dan hatimu setiap kali kutanya, “Kenapa jilbabmu masih belum kau pakai?” Padahal sudah banyak waktu kau luangkan untuk mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wacana perintah jilbab.

Sudah sekian judul buku engkau baca untuk memantapkan hatimu semoga segera berjilbab. Juga ribuan surat cinta dari saudarimu yang menginginkan semoga jilbabmu itu segera kau kenakan. Lalu kenapa, jilbabmu masih terlipat rapi di dalam lemari dan bukan terjulur untuk menutupi dirimu?

Mengapa Harus Berjilbab?

Mungkin saya harus kembali mengingatkanmu wacana alasan penting kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan perintah jilbab kepada kita –kaum Hawa- dan bukan kepada kaum Adam.

Saudariku, jilbab yakni pakaian yang berfungsi untuk menutupi pemanis dan keindahan dirimu, semoga beliau tidak dinikmati oleh sembarang orang. Ingatkah engkau ketika engkau membeli pakaian di pertokoan, mula-mula engkau melihatnya, memegangnya, mencobanya, kemudian ketika kau jatuh cinta kepadanya, engkau akan meminta kepada pemilik toko untuk memberikanmu pakaian serupa yang masih gres dalam segel.

Kenapa demikian? Karena engkau ingin mengenakan pakaian yang baru, higienis dan belum tersentuh oleh tangan-tangan orang lain. Jika demikian sikapmu pada pakaian yang hendak engkau beli, maka bagaimana sikapmu pada dirimu sendiri?

Tentu engkau akan lebih memantapkan ‘segel’nya, semoga beliau tetap ber’nilai jual’ tinggi, bukankah demikian? Saudariku, izinkan saya sedikit mengingatkanmu pada firman Rabb kita ‘Azza wa Jalla berikut ini,

Katakanlah kepada wanita-wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan pemanis mereka kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.’” (Qs. An-Nuur: 31)

Dan firman-Nya,

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, belum dewasa perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih gampang untuk dikenali, lantaran itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)

Saudariku tercinta, Allah tidak semata-mata menurunkan perintah jilbab kepada kita tanpa ada pesan yang tersirat dibalik semuanya.

Allah telah mensyari’atkan jilbab atas kaum wanita, lantaran Allah Yang Maha Mengetahui menginginkan supaya kaum perempuan mendapat kemuliaan dan kesucian di segala aspek kehidupan, baik beliau yakni seorang anak, seorang ibu, seorang saudari, seorang bibi, atau pun sebagai seorang individu yang menjadi cuilan dari masyarakat.

Allah mengakibatkan jilbab sebagai perangkat untuk melindungi kita dari aneka macam “virus” ganas yang merajalela di luar sana. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya,

Wanita itu yakni aurat, jikalau ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.” (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi (no. 1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no. 10115), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)

Saudariku, berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk memperlihatkan bahwa engkau yakni seorang muslimah.

Tetapi jilbab yakni suatu bentuk ketaatanmu kepada Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang telah engkau kerjakan.

Jilbab juga merupakan konsekuensi kasatmata dari seorang perempuan yang menyatakan bahwa beliau telah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selain itu, jilbab juga merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa malu, dan kecemburuan. Dan semua itu Allah jadikan baik untukmu. Tidakkah hatimu terketuk dengan kasih sayang Rabb kita yang tiada duanya ini?

Aku Belum Berjilbab, Karena…”

1. “Hatiku masih belum mantap untuk berjilbab. Jika hatiku sudah mantap, saya akan segera berjilbab. Lagipula saya masih melaksanakan shalat, puasa dan semua perintah wajib kok..”

Wahai saudariku… Sadarkah engkau, siapa yang memerintahmu untuk mengenakan jilbab? Dia-lah Allah, Rabb-mu, Rabb seluruh manusia, Rabb alam semesta. Engkau telah melaksanakan aneka macam perintah Allah yang berpangkal dari kepercayaan dan ketaatan, tetapi mengapa engkau beriman kepada sebagian ketetapan-Nya dan ingkar terhadap sebagian yang lain, padahal engkau mengetahui bahwa sumber dari semua perintah itu yakni satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Seperti shalat dan amalan lain yang senantiasa engkau kerjakan, maka berjilbab pun yakni satu amalan yang seharusnya juga engkau perhatikan. Allah Ta’ala telah menurunkan perintah hijab kepada setiap perempuan mukminah. Maka itu berarti bahwa hanya wanita-wanita yang mempunyai kepercayaan yang ridha mengerjakan perintah ini. Adakah engkau tidak termasuk ke dalam golongan perempuan mukminah?

Ingatlah saudariku, bahwa gotong royong keadaanmu yang tidak berjilbab namun masih mengerjakan amalan-amalan lain, yakni mirip orang yang membawa satu kendi penuh dengan kebaikan akan tetapi kendi itu berlubang, lantaran engkau tidak berjilbab.

Janganlah engkau sia-siakan amal shalihmu disebabkan orang-orang yang dengan bebas di setiap kawasan memandangi dirimu yang tidak mengenakan jilbab. Silakan engkau bandingkan jumlah lelaki yang bukan mahram yang melihatmu tanpa jilbab setiap hari dengan jumlah pahala yang engkau peroleh, adakah sama banyaknya?

2. “Iman kan letaknya di hati. Dan yang tahu hati seseorang hanya saya dan Allah.”

Duhai saudariku…Tahukah engkau bahwa sahnya kepercayaan seseorang itu terwujud dengan tiga hal, yakni meyakini sepenuhnya dengan hati, menyebutnya dengan lisan, dan melakukannya dengan perbuatan?

Seseorang yang berzakat hanya sebatas perbuatan dan lisan, tanpa disertai dengan keyakinan penuh dalam hatinya, maka beliau termasuk ke dalam golongan orang munafik. Sementara seseorang yang beriman hanya dengan hatinya, tanpa direalisasikan dengan amal perbuatan yang nyata, maka beliau termasuk kepada golongan orang fasik.

Keduanya bukanlah cuilan dari golongan orang mukmin. Karena seorang mukmin tidak hanya meyakini dengan hati, tetapi beliau juga merealisasikan apa yang diyakininya melalui mulut dan amal perbuatan.

Dan jikalau engkau telah mengimani perintah jilbab dengan hatimu dan engkau juga telah mengakuinya dengan lisanmu, maka sempurnakanlah keyakinanmu itu dengan bersegera mengamalkan perintah jilbab.

3. “Aku kan masih muda…”

Saudariku tercinta… Engkau berkata bahwa usiamu masih belia sehingga menahanmu dari mengenakan jilbab, dapatkah engkau menjamin bahwa esok masih untuk dirimu? Apakah engkau telah mengetahui jatah hidupmu di dunia, sehingga engkau berkata bahwa engkau masih muda dan masih mempunyai waktu yang panjang? Belumkah engkau baca firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya,

Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, jikalau kau gotong royong mengetahui.” (Qs. Al-Mu’minuun: 114)

Pada hari mereka melihat adzab yang diancam kepada mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) waktu pelajaran yang cukup.” (Qs. Al-Ahqaaf: 35)

Tidakkah engkau perhatikan tetanggamu atau sobat karibmu yang seusia denganmu atau di bawah usiamu telah menemui Malaikat Maut lantaran perintah Allah ‘Azza wa Jalla? Tidakkah juga engkau perhatikan si fulanah yang kemarin masih baik-baik saja, tiba-tiba menemui ajalnya dan menjadi jenazah hari ini? Tidakkah semua itu menjadi peringatan bagimu, bahwa kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sekarat atau pun orang yang lanjut usia?

Dan Malaikat Maut tidak akan memberimu penangguhan waktu barang sedetik pun, ketika ajalmu sudah sampai. Setiap hari berlalu sementara akhiratmu bertambah bersahabat dan dunia bertambah jauh. Bekal apa yang telah engkau siapkan untuk hidup sehabis mati?

Ketahuilah saudariku, kematian itu datangnya lebih cepat dari detak jantungmu yang berikutnya. Kaprikornus cepatlah, jangan hingga terlambat…

4. “Jilbab bikin rambutku jadi rontok…”

Sepertinya engkau belum mengetahui fakta terbaru mengenai ‘canggih’nya jilbab. Dr. Muhammad Nidaa berkata dalam Al-Hijaab wa Ta’tsiruuha ‘Ala Shihhah wa Salamatus Sya’ri wacana imbas jilbab terhadap kesehatan dan keselamatan rambut,

“Jilbab sanggup melindungi rambut. Penelitian dan percobaan telah pertanda bahwa perubahan cuaca dan cahaya matahari eksklusif akan mengakibatkan hilangnya kecantikan rambut dan pudarnya warna rambut. Sehingga rambut menjadi berangasan dan berwarna kusam. Sebagaimana juga udara luar (oksigen) dan hawa tidaklah berperan dalam pertumbuhan rambut. Karena cuilan rambut yang terlihat di atas kepala yang dikenal dengan sebutan batang rambut tidak lain yakni sel-sel kornea (yang tidak mempunyai kehidupan). Ia akan terus memanjang mengembangkan sama rata dengan rambut yang ada di dalam kulit. Bagian yang aktif inilah yang mengakibatkan rambut bertambah panjang dengan ukuran sekian millimeter setiap hari. Ia mendapat suplai makanan dari sel-sel darah dalam kulit.

Dari sana sanggup kita katakan bahwa kesehatan rambut bergantung pada kesehatan badan secara umum. Bahwa apa saja yang mempengaruhi kesehatan tubuh, berupa sakit atau kekurangan gizi akan mengakibatkan lemahnya rambut.

Dan dalam kondisi mengenakan jilbab, rambut harus dicuci dengan sabun atau shampo dua atau tiga kali dalam sepekan, berdasarkan kadar lemak pada kulit kepala.

Maksudnya apabila kulit kepala berminyak, maka hendaklah mencuci rambut tiga kali dalam sepekan. Jika tidak maka cukup mencucinya dua kali dalam sepekan. Jangan hingga kurang dari kadar ini dalam kondisi apapun. Karena sehabis tiga hari, minyak pada kulit kepala akan berkembang menjadi asam dan hal itu akan mengakibatkan patahnya batang rambut, dan rambut pun akan rontok.” (Terj. Banaatunaa wal Hijab hal. 66-67)

5. “Kalau saya pakai jilbab, nanti tidak ada pria yang mau menikah denganku. Jadi, saya pakai jilbabnya nanti saja, sehabis menikah.”

Wahai saudariku… Tahukah engkau siapakah lelaki yang tiba meminangmu itu, sementara engkau masih belum berjilbab? Dia yakni lelaki dayyuts, yang tidak mempunyai perasaan cemburu melihatmu mengobral aurat sembarangan.

Bagaimana engkau sanggup beropini bahwa setelah menikah nanti, suamimu itu akan ridha membiarkanmu mengulur jilbab dan menutup aurat, sementara sebelum janji nikah itu terjadi beliau masih santai saja mendapati dirimu tampil dengan pakaian ala kadarnya?

Jika benar beliau mengasihi dirimu, maka seharusnya beliau mempunyai perasaan cemburu ketika melihat auratmu terbuka barang sejengkal saja. Dia akan menjaga dirimu dari pandangan liar lelaki hidung belang yang berkeliaran di luar sana. Dia akan lebih menentukan dirimu yang berjilbab daripada dirimu yang tanpa jilbab. Inilah yang dinamakan pembuktian cinta yang hakiki!

Maka, jikalau tiba seorang lelaki yang meminangmu dan ridha atas keadaanmu yang masih belum berjilbab, waspadalah. Jangan-jangan beliau yakni lelaki dayyuts yang menjadi calon penghuni Neraka. Sekarang pikirkanlah olehmu saudariku, kemanakah perahu rumah tanggamu akan bermuara apabila nahkodanya yakni calon penghuni Neraka?

6. “Pakai jilbab itu ribet dan mengganggu pekerjaan. Bisa-bisa nanti saya dipecat dari pekerjaan.”

Saudariku… Islam tidak pernah membatasi ruang gerak seseorang selama hal tersebut tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah. Akan tetapi, Islam membatasi segala hal yang sanggup membahayakan seorang perempuan dalam melaksanakan aktivitasnya baik dari sisi dunia maupun dari sisi akhiratnya.

Jilbab yang menjadi salah satu syari’at Islam yakni sebuah penghargaan sekaligus donasi bagi kaum wanita, terutama jikalau beliau hendak melaksanakan kegiatan di luar rumahnya. Maka dengan perginya engkau untuk bekerja di luar rumah tanpa jilbab justru akan mendatangkan tragedi alam yang seharusnya sanggup engkau hindari. Alih-alih mempertahankan pekerjaan, engkau malah menggadaikan kehormatan dan harga dirimu demi setumpuk materi.

Tahukah engkau saudariku, siapa yang memberimu rizki? Bukankah Allah -Rabb yang berada di atas ‘Arsy-Nya- yang memerintahkan para malaikat untuk membagikan rizki kepada setiap hamba tanpa ada yang dikurangi barang sedikitpun? Mengapa engkau lebih mengkhawatirkan atasanmu yang juga rizkinya bergantung kepada kemurahan Allah?

Apakah jikalau engkau lebih menentukan untuk tetap tidak berjilbab, maka atasanmu itu akan menjamin dirimu menjadi calon penghuni Surga? Ataukah Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menurunkan perintah ini kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan mengadzabmu akhir kedurhakaanmu itu? Pikirkanlah saudariku… Pikirkanlah hal ini baik-baik!

7. “Jilbab itu bikin gerah, dan saya tidak besar lengan berkuasa kepanasan.”

Saudariku… Panas mentari yang engkau rasakan di dalam dunia ini tidak sebanding dengan panasnya Neraka yang akan kau terima kelak, jikalau engkau masih belum mau untuk berjilbab. Sungguh, beliau tidak sebanding. Apakah engkau belum mendengar firman Allah yang berbunyi,

Katakanlah: ‘(Api) Neraka Jahannam itu lebih sangat panas. Jika mereka mengetahui.’” (Qs. At-Taubah: 81)

Dan sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,

Sesungguhnya api Neraka Jahannam itu dilebihkan panasnya (dari panas api di bumi sebesar) enam puluh sembilan kali lipat (bagian).” [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2843) dan Ahmad (no. 8132). Lihat juga Shahih Al-Jaami‘ (no. 6742), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

Manakah yang lebih sanggup engkau bersabar darinya, panasnya matahari di bumi ataukah panasnya Neraka di alam abadi nanti? Tentu engkau sanggup menimbangnya sendiri…

8. “Jilbab itu pilihan. Siapa yang mau pakai jilbab silakan, yang belum mau juga gak apa-apa. Yang penting akhlaknya saja benar.”

Duhai saudariku… Sepertinya engkau belum tahu apa yang dimaksud dengan adab mulia itu.

Engkau menafikan jilbab dari cakupan adab mulia, padahal sudah terang bahwa jilbab yakni salah satu bentuk perwujudan adab mulia. Jika tidak, maka Allah tidak akan memerintahkan kita untuk berjilbab, lantaran beliau tidak termasuk ke dalam adab mulia.

Pikirkanlah olehmu baik-baik, adakah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak buruk? Atau adakah Allah mengadakan suatu ketentuan yang tidak termasuk dalam kebaikan dan mengandung manfaat yang sangat besar?

Jika engkau menjawab tidak ada, maka dengan demikian engkau telah membantah pendapatmu sendiri dan engkau telah baiklah bahwa jilbab termasuk ke dalam sekian banyak adab mulia yang harus kita koleksi satu persatu. Bukankah demikian?

Ketahuilah olehmu, keputusanmu untuk tidak mengenakan jilbab akan menciptakan Rabb-mu menjadi cemburu, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,

Sesungguhnya Allah itu cemburu dan seorang Mukmin juga cemburu. Adapun cemburunya Allah disebabkan oleh seorang hamba yang mengerjakan masalah yang diharamkan oleh-Nya.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 4925) dan Muslim (no. 2761)]

9. “Sepertinya Allah belum memberiku hidayah untuk segera berjilbab.”

Saudariku… Hidayah Allah tidak akan tiba begitu saja, tanpa engkau melaksanakan apa-apa. Engkau harus menjalankan sunnatullah, yakni dengan mencari sebab-sebab datangnya hidayah tersebut.

Ketahuilah bahwa hidayah itu terbagi menjadi dua, yaitu hidayatul bayan dan hidayatut taufiq. Hidayatul bayan yakni bimbingan atau petunjuk kepada kebenaran, dan di dalamnya terdapat campur tangan manusia.

Adapun hidayatut taufiq yakni sepenuhnya hak Allah. Dia merupakan peneguhan, penjagaan, dan pertolongan yang diberikan Allah kepada hati seseorang semoga tetap dalam kebenaran. Dan hidayah ini akan tiba setelah hidayatul bayan dilakukan.

Janganlah engkau jual kebahagiaanmu yang awet dalam Surga kelak dengan dunia yang fana ini. Buanglah jauh-jauh perasaan was-wasmu itu.

Tempuhlah perjuangan itu dengan berjilbab, sementara hatimu terus berdo’a kepada-Nya, “Allahummahdini wa saddidni. Allahumma tsabit qolbi ‘ala dinik (Yaa Allah, berilah saya petunjuk dan luruskanlah diriku. Yaa Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).

Tulisan ini di nukil dari fiqihwanitablog.wordpress.com, semoga menjadi renungan kita bersama.

Ingat tak ada kata terlambat untuk hijrah selagi kain kafat belum melekat.
Related Posts