Anjuran Rasulullah Perihal Mayoran, Satu Nampan Banyak Tangan
Tradisi makan satu nampan banyak tangan (NU.or.id)
Kalian pernah nggak makan satu nampan dengan banyak orang ?
Biasanya kebiasaan mayoran ini dilakukan oleh para santri di Pondok Pesantren sebab lebih ringkas dan menambah solidaritas.
Namun ketahuilah ternyata kebiasaan mayoran ini sangat di anjurkan oleh Rasulullah.
Mayoran adalah istilah yang dipakai oleh para santri untuk memperlihatkan satu aktivitas makan bersama-sama dalam satu wadah besar. Wadah itu sanggup berupa pelepah daun pisang (seperti gambar di atas) sanggup juga dengan nampan atau baki.
Nampan atau baki merupakan salah satu wadah yang biasa dipakai untuk menyajikan makanan atau minuman, biasanya terbuat dari kayu, plastik, logam, atau materi lainnya. Adapun bentuknya sanggup bulat, atau persegi. Jika persegi kadang ada yang bertelinga di sisi kanan dan kiri sebagai pegangan tangan.
Sebagian masyarakat menyebut nampan sebagai talam, dulang atau tapsi. Karena itulah mayoran di sebagian pesantren disebut dengan istilah nampanan atau tapsinan. Yakni makan bersama-sama dengan satu nampan atau tapsi sebagai piring besarnya.
Pada dasarnya mayoran merupakan mulut rasa syukur kepada Allah atas nikmatnya yang tidak pernah putus. Mayoran oleh para santri yaitu momen Istimewa yang sengaja diadakan untuk merayakan sebuah keberhasilan.
Konsep makan bersama dalam satu piring besar ini tidak hanya ada di pesantren saja, tetapi juga hidup dilingkungan masyarakat Arab. Bahkan di beberapa restoran Arab menyediakan model hidangan nampanan ibarat ini. Tentunya dengan sajian yang juga khas arab dengan nasi kebuli kambing atau nasi mandhi, nasi kabsah dan lain sebagainya.
:
- Hukum Memasang Gigi Palsu Dalam Islam, Bolehkah ?
- Cara Bersuci yang Benar Bagi Orang yang Sedang Sakit
- Sekolahkan Anak di Pondok Pesantren Sekarang Juga, Karena Dunia ini Semakin Tidak Karuan
Anjuran Rasulullah perihal mayoran
Seperti yang dilansir oleh NU.or.id, tradisi makan bersama dengan banyak tangan dalam satu piring besar ini bersama-sama merupakan aliran Rasulullah. Dalam sebuah hadits yang tiba dari teman Wahsyi bin Harb dan diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan: عن وحشي بن حرب رضي الله عنه أن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قالوا: يا رسول الله إنا نأكل ولا نشبع ؟ قال: فلعلكم تفترقون قالوا: نعم قال فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله يبارك لكم فيه رواه أبو داود
Demikianlah tawaran Rasulullah dipegang teguh oleh para teman dan keluarganya. Hingga sekarang para habaib dan kiai di pesantren yang tidak mau makan sehingga tiba satu teman untuk makan bersama. Karena makan sendirian bagi mereka yaitu sebuah malu yang harus dihindarkan sebagaimana Rasulullah tidak pernah melakukannya.
وقال أنس رضى الله عنه كان رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يأكل وحده وقال صلى الله عليه وسلم خير الطعام ماكثرت عليه الأيدى
Keberkahan sebuah makanan juga berafiliasi dengan seberapa banyak orang yang ikut menikmatinya, semakin banyak tangan semakin berkah.
Inilah kemudian yang oleh para santri dijadikan sebagai pedoman selalu makan dengan konsep mayoran.
Satu nampan banyak tangan merupakan pelajaran yang berharga. Pelajaran membangun abjad kebersamaan dan egaliterian dalam pesantren. Satu nasib satu sepenanggungan satu rasa satu masakan.
Tidak ada beda pembagian antara mereka yang memberi banyak atau sedikit, antara pemiliki beras atau pemilik nampan, antara yang masak nasi dan yang menunggu tungku. Semua makan bersama-sama dalam waktu dan ruang yang sama. Hal ini juga menjadi latihan mudah untuk menghindarkan para santri dari sifat kikir dan bakhil.
Inilah yang di kemudian hari menjadi salah satu materi pengawet kerukunan antar mereka. Perbedaan prinsip, pendapat dan pendapatan tidak akan mempu menggoyahkan rasa kekeluargaan antara mereka.
Karena makan satu nampan dengan banyak tangan terlalu kokoh untuk sekedar menghadapi perbedaan prinsip dan pilihan.
Untuk mengenang kembali masa-masa di pesantren, dan untuk memperoleh banyak berkah tradisi makan bersama dalam satu nampan masih dipertahankan.
Di beberapa kawasan mayoran selalu dilaksanakan saat memperingati hari-hari besar Islam, terutama sehabis program membaca maulid atau sehabis shalat id.
Wallahu A'lam.
Related Posts