Menguak Tabir Insan Zaman Kini Dapat Bertemu Dengan Rasulullah, Benarkah?

Wirda Salamah Ulya, Putri Ustadz Yusuf Mansur mengaku pernah mimpi bertemu Rasulullah

Bisakah kita bertemu dengan Rasulullah?

Pertanyaan semacam ini hingga kini masih menjadi misteri dalam dunia islam.

Bahkan banyak orang yang memanfaatkan kesempatan ini dengan mengaku-ngaku bertemu dengan rasulullah semoga derajat namanya dapat terangkat tinggi dan diakui oleh masyarakat.

Agar tidak terjadi salah paham, pahami dulu hadist berikut..

Bagi sebagian orang, dongeng mimpi dapat menaikkan derajat atau menjatuhkan derajat. Karena itu, terkadang ada beberapa orang sufi yang mengaku ketemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Meskipun kita tidak tahu nilai kebenarannya. Bisa saja orang berdusta terkait mimpinya, hanya semoga posisinya semakin diakui masyarakat. Karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan bahaya keras bagi orang yang mengaku bermimpi sesuatu secara dusta, yang dia tidak pernah mengalaminya.

Dari Watsilah bin al-Asqa’ Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَفْرَى الفِرَى أَنْ يُرِيَ عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَ

“Sungguh termasuk kedustaan yang paling besar yaitu menceritakan mimpi yang tidak pernah dia alami.” (HR. Bukhari 7043 dan Ahmad 16980).

Dalam riwayat lain, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَحَلَّمَ بِحُلْمٍ لَمْ يَرَهُ كُلِّفَ أَنْ يَعْقِدَ بَيْنَ شَعِيرَتَيْنِ، وَلَنْ يَفْعَلَ

Siapa yang mengaku bermimpi, padahal dia tidak mengalaminya, maka kelak di hari simpulan zaman dia akan dibebani perintah untuk mengikat 2 biji gandum, dan mustahil dapat melakukannya. (HR. Bukhari 7042).

:

Mimpi Bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Seperti yang dikutip dari konsultasisyariah.com, para ulama setuju bahwa insan mungkin saja mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadis dari Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي حَقًّا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِي وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka sungguh dia telah melihatku secara benar. Sesungguhnya setan tidak dapat mirip bentukku. Barangsiapa yang berdusta atas diriku secara sengaja maka hendaknya dia mengambil daerah duduk dalam neraka.”(HR. Bukhâri 110)

Dan penting untuk diperhatikan, untuk dapat menerangkan kebenaran mimpi itu yaitu yang bersangkutan harus mengetahui ciri fisik Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Seorang ulama tabi’in, Ayyub as-Sikhtiyani menceritakan,

كان محمد -يعني ابن سيرين – إذا قص عليه رجل أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم قال: صف لي الذي رأيته ، فإن وصفه له صفة لا يعرفها ، قال لم تره

Apabila ada orang yang mengaku mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Muhammad bin Sirin, maka ia meminta, “Ceritakan kepadaku, bagaimana ciri-ciri orang yang kau lihat.” Jika orang ini menyebutkan ciri-ciri yang tidak ia kenal, maka Ibnu Sirin akan mengatakan, “Kamu tidak bertemu nabi.” (Fathul Bari, 12/384).

Sekali lagi, pertemuan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini hanya berlaku dalam mimpi.

Bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Kondisi Sadar?

Yusuf Mansur bukan orang yang pertama mengaku mirip ini. Dulu sudah ada orang yang mengaku mirip ini. Terutama orang-orang sufi. Dan ini sudah diingkari oleh beberapa ulama, diantaranya al-Hafidz Ibnu Hajar dan as-Sakhawi.

Al-Hafidz menyebutkan dalam Fathul Bari,

أن ابن أبى جمرة نقل عن جماعة من المتصوفة أنهم رأوا النبي في المنام ثم رأوه بعد ذلك في اليقظة

Bahwa Ibnu Abi Hamzah pernah menyebutkan dari beberapa orang sufi bahwa mereka melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi, kemudian sehabis itu mereka melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi sadar (di luar mimpi).

Kemudian dikomentari oleh al-Hafidz Ibnu Hajar,

وهذا مشكل جدًا ولو حُمِل على ظاهره لكان هؤلاء صحابة ولأمكن بقاء الصحبة إلى يوم القيامة ويعكر عليه أن جمعًا جمًا رأوه في المنام ، ثم لم يذكر واحد منهم أنه رآه في اليقظة

Ini pemahaman sangat bermasalah, jikalau hadis itu dipahami sebagaimana dzahirnya (bahwa orang dapat bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di luar mimpi) tentu mereka semua menjadi sobat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sehingga mungkin saja masa sobat itu terus berlangsung hingga hari kiamat. Dan ini terbantahkan dengan adanya banyak orang yang bermimpi ketemu beliau, namun tidak ada satupun diantara mereka bahwa dirinya melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di alam sadar. (Fathul Bari, 12/385).

Subhanallah… mirip itulah komentar orang yang berilmu.. sederhana, namun mengena… andai klaim Yusuf Mansur ini benar, bahwa dia bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum tidur atau saat di mobil, berarti Yusuf Mansur yaitu sahabat. Karena definisi sobat yaitu orang yang bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi beriman kepada ia dan mati sebagai muslim.

Selanjutnya kita akan melihat keterangan as-Sakhawi.

Dinukil oleh al-Qasthalani pernyataan as-Sakhawi dalam buku ia terkait masalah laduni,

لم يصل إلينا ذلك ـ أي ادعاء وقوعها ـ عن أحد من الصحابة ولا عمن بعدهم وقد اشتد حزن فاطمة عليه‏ صلى الله عليه وسلم حتى ماتت كمدًا بعده بستة أشهر على الصحيح وبيتُها مجاور لضريحه الشريف ولم تنقل عنها رؤيته في المدة التي تأخرتها عنه

Belum pernah hingga kepada kami akreditasi mirip itu dari para sobat atau para ulama generasi setelahnya. Fatimah mengalami kesedihan luar biasa dengan wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga Fatimah meninggal disebabkan kamdan (menahan kesedihan) sehabis berlalu waktu 6 bulan pasca-wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal rumah ia bertetangga dengan makam Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, dan tidak dinukil dari Fatimah bahwa ia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa hidup ia sehabis wafatnya ayahnya. (al-Mawahib al-Laduniyah, 2/371)

Demikian, Wallahu a’lam.