Naudzubillah, Dongeng Faktual Mayit Pegawai Bank Hangus


Riba bikin sengsara dunia darul abadi (sumber gambar youtube.com)

Masih melaksanakan riba ? Apa nggak takut ketika meninggal begini..?

Sudah terang riba dihentikan dalam al qur'an, masih saja hingga kini dilakukan. Padahal jawaban dari riba, Allah sudah menyiapkan siksaan yang begitu pedih di dunia maupun kelak di akhirat.

Sungguh azab Allah sangat mengerikan...

Perlu diketahui bahwa Bank konvensional sarat dengan muamalah ribawi, yakni transaksi keuangan yang mengandung unsur Riba. Riba sendiri yakni masalah yang telah kasatmata diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim menjauhi riba dan segala perbuatan yang sanggup membantu riba. Kita wajib bertakwa (takut) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam problem ini. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Penolong. Riba tidak hanya memngakibatkan dosa bagi pelakunya namun juga dampak jelek di dunia.

Haramnya Riba di Perbankan

Seperti yang dilansir oleh nahimunkar.com, beginilah dongeng selengkapnya Nasib Jenazah Pegawai Bank Pemakan Harta Riba.

Dessy: Assalamu’alaikum warga KSW
Jarum jam disini menawarkan pukul 09.30 wita

Salon dan toko gres dibuka se jam yang lalu.
Pelanggan setia saya sudah ada yang datang. Bu Haji ‘S’ pedagang grosir busana muslim yang biasanya ke salon saya hari sabtu atau minggu. Karena hanya pada hari libur saja putra ia sanggup bantu jaga toko.

Saya sapa “Ehh..bu haji, tumben, hari kerja sanggup kesini.”
Bu haji : iya bu dess, kini ada anak saya yang bantu jualan di toko.

Saya  : hlo..anak ibu bukannya kerja di bank? Ini kan hari senin bu #basa-basi
Bu Haji : Anak saya berhenti kerja di bank bu dess.

Saya  : kenapa berhenti bu? Kan udah tidak mengecewakan jabatannya #kepo.
Bu Haji : iya bu dess. Kira-kira beberapa bulan yang lalu, anak saya ikut mengantar mayat salah satu karyawan dia di kantor ada yang meninggal. Kaprikornus pas mayat sudah selesai dikuburkan,  tiba 1 mayat lain yang mau dikubur juga. Setelah itu gres diketahui ternyata mayat alm sobat anak saya itu salah dimasukkan ke liang kubur mayat yang gres tiba tadi.

Saya : terus gimana bu..??
Bu Haji  : jadi terpaksa digali lagi makamnya. Dan sesudah digali semua orang terkejut melihat kondisi mayat sobat anak saya itu bu.

Saya : kondisinya gimana bu haji?
Bu Haji : Belum 1 jam bu dess, sesudah dibuka papannya…Astaghfirullah..jenazahnya hangit. (Hangit = hangus)

Astaghfirullah…
Tenggorokan saya kering seketika.

Saya : kenapa sanggup begitu bu??

Bu haji : anak saya hanya bilang, sesudah insiden itu anak saya pulang ke rumahnya. Dan bilang kpd istrinya bahwa dia mau resign dari bank kawasan dia kerja. Istrinya juga pegawai bank bu dess. Terjadilah pertengkaran anak saya dg istrinya. 

Pokoknya istrinya minta cerai kalau anak saya berhenti kerja di bank. Alasannya hidup sudah mapan. Penghasilan juga bagus. Kalau berhenti gimana nasibnya nanti. Itu kata istri anak saya bu dess.

Anak saya bilang, alm sobat sekantornya itu semasa kerja di bank selalu minta jatah sekian persen  dari pencairan hutang kepada debitur. Apalagi kalau debiturnya chinese dia sanggup minta jatah hingga 10% dari uang yang dicairkan. Setelah cair dana yg diminta dari debitur itu dibagi-bagikan ke teman2 yg lain termasuk anak saya. Dan hal tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun.

Setelah melihat insiden di kubur tadi, anak saya menangis. Merasa telah banyak dosa dan turut memakan riba yang dosanya luar biasa. Maka dari itu anak saya memutuskan untuk resign dari bank kawasan dia bekerja. Meskipun resikonya dia harus bercerai dari istrinya.

Sekarang anak saya ikut saya bantu membuatkan perjuangan dagang saya.
Anak saya bilang…”saya lebih baik hidup seadanya dengan uang halal dari pada hidup glamor dengan riba dan segala dosanya”

Saya : MasyaAllah. Beruntung anak pian (Anda) segera bertobat bu haji. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita bu haji. Dan melancarkan jalan hijrah anak pian (Anda).

*satu lagi dongeng kasatmata yang saya jadikan pelajaran berharga. Bahwa Allah menawarkan pribadi siksa kubur kepada kita yang masih hidup, biar kita menjauhi dan meninggalkan riba.

Masya Allah… didunia aja azabnya sudah mengerikan menyerupai ini apalagi kelak di akhirat. Semoga kita sanggup beristiqomah melawan riba. Amiin.

MAKAN UANG RIBA

Dalam Kitab suci-Nya Al-Qur’an, Allah tidak pernah memaklumkan perang kepada seseorang kecuali kepada pemakan riba. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ [البقرة/278، 279]

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) kalau kau orang-orang yang beriman. Maka kalau kau tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Al Baqarah: 278-279)

Cukuplah ayat di atas menjadi petunjuk betapa keji dosa riba di sisi Allah Ta’ala.

Orang yang memperhatikan dampak riba dalam kehidupan individu hingga tingkat negara, pasti akan mendapatkan kesimpulan, melaksanakan aktivitas riba mengakibatkan kerugian, kebangkrutan, kelesuan, kemandegan dan kelemahan. Baik karena lilitan utang yang tak terbayar atau berupa kepincangan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, ambruknya perseroan dan perjuangan bisnis.

Di samping, aktivitas riba menjadikan hasil keringat dan jerih payah kerja tiap hari hanya dikonsentrasikan untuk membayar bunga riba yang tak pernah ada akhirnya. Ini berarti membuat kesenjangan sosial, membangun gunung rupiah untuk satu kelompok masyarakat yang jumlahnya minoritas di satu sisi, dan di sisi lain membuat kemiskinan di tengah masyarakat yang jumlahnya lebih banyak didominasi yang sudah merana dan papa. Barangkali inilah salah satu potret kezhaliman dari aktivitas riba sehingga Allah memaklumkan perang atasnya.

Semua pihak yang berperan dalam aktivitas riba, baik yang secara pribadi terjun dalam aktivitas riba, mediator atau para pembantu kelancaran aktivitas riba yakni orang-orang yang dilaknat melalui mulut Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

عَنْ جَابِرِ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤَكِّلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.

“Dari jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan kedua orang yang menjadi saksi atasnya” Ia berkata: “Mereka itu sama (saja).” (Hadits riwayat Muslim, 3/1219.)

Berdasarkan hadits di atas, maka setiap umat Islam tidak diperkenankan bekerja sebagai sekretaris, petugas pembukuan, peserta uang nasabah, nasabah, pengantar uang nasabah, satpam dan pekerjaan lainnya yang mendukung aktivitas riba.

Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menunjukan betapa jelek aktivitas riba tersebut. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ، وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ.

“Riba itu (memiliki) tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan daripadanya yakni menyerupai (dosa) seorang pria yang menyetubuhi ibunya (sendiri). Dan sejahat-jahat riba yakni (merusak) kehormatan seorang muslim.” (Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al Mustadrak, 2/37; Shahihul Jami’, 3533.)

Juga dalam sabda beliau,

دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِيْنَ زَنِيَةً.

“Sedirham (uang) riba yang dimakan oleh seorang laki-laki, sedang dia mengetahui (uang itu hasil riba) lebih keras (siksanya) daripada melaksanakan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” tiga puluh enam perempuan pezina.” (Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al Mustadrak, 2/37; Shahihul Jami’, 3533.)

Pengharaman riba berlaku umum, tidak dikhususkan sebagaimana diduga oleh sebagian orang hanya antara si kaya dengan si miskin. Pengharaman itu berlaku untuk semua orang dan dalam semua keadaan.

Betapa banyak kita saksikan bangkrutnya pedagang-pedagang besar dan orang-orang kaya karena melibatkan diri dalam aktivitas ribawi. Atau paling tidak , berkah uang riba tersebut meski jumlahnya banyak dihilangkan oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فَإِنَّ عَاقِبَتَهُ تَصِيْرُ إِلَى قُلٍّ.

“(Uang) riba itu meski (pada awalnya) banyak, tetapi pada kesudahannya ia akan (menjadi) sedikit.”( Hadits riwayat Al-Hakim, 2/37; Shahihul Jami’, 3542.)

Riba juga tidak dikhususkan pada jumlah peredaran uang sehingga dikatakan kalau dalam jumlah banyak, riba itu haram dan kalau sedikit tidak. Sedikit atau banyak, riba hukumnya haram. Orang yang memakan atau mengambil uang riba, kelak akan dibangkitkan dari dalam kuburnya pada hari Kiamat menyerupai bangkitnya orang yang kemasukan setan karena tekanan penyakit gila.

Meskipun riba yakni suatu dosa yang sangat keji, tetapi Allah tetap mendapatkan taubat orang yang hendak meninggalkan perbuatan tersebut. Langkah yang harus ditempuh oleh orang yang benar-benar taubat dari aktivitas riba yakni sebagaimana dituturkan firman Allah,

وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ [البقرة : 279]

“Dan kalau bertaubat (dari aktivitas dan pemanfaatan riba) maka bagimu pokok hartamu; kau tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 279)

Dengan mengambil langkah tersebut, maka keadilan benar-benar terwujud. Setiap pribadi muslim harus menjauhkan diri dari dosa besar ini, memandangnya sebagai sesuatu yang jelek dan keji.

Bahkan hingga orang-orang yang meletakkan uangnya di bank-bank konvensional (ribawi) karena terpaksa disebabkan takut hilang atau dicuri, hendaknya ia benar-benar merasakannya sebagai sesuatu yang sangat terpaksa.

Yakni keterpaksaan itu sebanding dengan keterpaksaan orang yang makan bangkai atau lebih dari itu, dengan tetap memohon ampun kepada Allah dan berusaha untuk mencari gantinya, bila memungkinkan. Orang-orang itu tidak boleh meminta bunga deposito dari bank-bank tersebut. Jika bunga itu dimasukkan ke dalam rekeningnya, maka ia harus memakai uang tersebut untuk sesuatu yang dibolehkan, ( Seperti untuk membangun wc umum atau semisalnya (pent.).)

Sebagai bentuk penghindaran dari uang tersebut, tidak sebagai sedekah. Karena Allah yakni Dzat Yang Maha Baik, tidak mendapatkan sesuatu kecuali yang baik. Ia tidak boleh memanfaatkan uang riba tersebut dalam bentuk apapun. Tidak untuk makan, minum, pakaian, kendaraan, atau kawasan tinggal.

Juga tidak boleh untuk diberikan sebagai nafkah kepada isteri, anak, bapak atau ibu. Juga tidak boleh untuk membayar zakat, membayar pajak atau menjadikannya sarana untuk menolak kezhaliman yang menimpanya. Tetapi hendaknya ia membebaskan diri daripadanya, karena takut kepada siksaan Allah Ta’ala.

Wallahu A'lam.