Anakku Maafkan Ibu, Sungguh Semua Ini Salah Ibu! Anak Aku Speech Delay Mengarah Ke Autis
Gambar ilsutrasi dilansir dari tribunnews.com
Ayah-bunda silahkan simak...
Satu lagi kisah ihwal contoh asuh yang dianggap biasa namun sangat berbaya bagi anak-anak.
Setelah kemarin balita 4 tahun jalani operasi mata jawaban kecanduan HP, contoh asuh yang ibarat ini juga sangat berbahaya bagi belum dewasa kita...
Berikut ini yaitu sebuah kisah aktual yang dibagikan oleh akun facebook @Azallea ihwal bahanya TV pada belum dewasa di usia balita.
Semoga kisah ini sanggup menjadi pembelajarn kita bersama sebagai orang tua.
HAI ANAKKU, SUNGGUH SEMUA INI SALAHKU
Foto ini diambil sekitar 2 tahun yang lalu. Usia rei gres hitungan bulan.
Waktu itu seorang teman di grup dengan sengaja berkomentar, "Jangan dikasih tv dong. Kasian.. Anak umur segitu ga elok jikalau kena tv dan gadget."
Lalu apa tanggapan saya?
Sebagai ibu muda dengan tingkat emosi yang masih suka meledak-ledak, saya gak terima. Sebagai ibu muda yang sedang berjuang dengan status barunya, saya sebel dikomentarin.
Sebagai ibu muda yang emang belum mencar ilmu banyak ihwal parenting yang baik, saya ga mau tau.
Karena... orang yang komentar masih single.
Dalam hati, saya malah balik nyinyir.
"Eh kau ya, nikah aja belom. Gatau rasanya jadi ibu. Gatau rasanya jadi stay at home mom, yang ga punya pembantu. Berharap si bocah anteng sebentar biar ibunya sanggup masak ala kadarnya, sekedar makan sesudah lemes disedot Asinya sama bocah, sekedar mandi, sekedar rehat nonton tv. Kalau ga ada pengalihan gini. Mana sanggup emaknya ngerjain yang lain." 😒😒😒
Fix... Saya membela diri.
Lalu...
Waktupun berlalu...
Rei makin kecanduan nonton kartun di TV. Favoritnya dulu yaitu Marsha and the bear.
Yang jelas-jelas ngobrolnya pakai bahasa rusia. 😩😩
Setiap saya ngerjain sesuatu, beliau maunya nonton TV.
Kalau enggak di setelin TV, anak ini mengamuk dan tantrum.
Pikir saya "Ah gapapa lah. Yang penting anteng. Bisa di sambi ngerjain urusan rumah tangga."
Makin lama....
Anak ini beneran anteng banget jikalau di depan tv. Dia sanggup ketawa-ketawa sendiri tiap si marsha jahil. Atau tiap si Bear jatuh guling-guling dikerjain marsha.
Kalau program marsha nya bubar, beliau akan nangis mengamuk.
Kalau g lagi nonton tv, beliau ngapain? Ya ibarat lazimnya anak-anak, beliau akan pecicilan kesana kemari mainan apa aja.
Memasuki usia setahun dimana seharusnya anak sudah mulai mengucap beberapa kata dengan jelas, anak saya masih mengoceh pakai bahasa bayi. Mana jikalau ngamuk minta apa sukanya tantrum dengan agresi mukulin kepala atau berguling-guling di lantai. Setiap dipanggil namanya, beliau cuek-cuek aja.
Sampai di sini... Saya dan suami mulai kewalahan, tapi masih menganggap wajar. Baru setahun ini. Di amati dulu lah. Begitu pemikiran saya.
Secara motorik memang ga ada keterlambatan dalam diri anak saya. Hanya beberapa hal yang saya pikir (lagi-lagi berdasarkan saya) WAJAR.
Apakah itu?
1. Anak saya dari bayi suka kagetan. Kalau ada bunyi keras ibarat klakson kendaraan beroda empat atau orang teriak beliau akan bangkit sambil menangis. Mitosnya, jikalau orang jawa "Dulu pas gres lahir gak di gebrak ya?" 😓 😓
2. Ketika sudah sanggup jalan, beliau suka sekali tiba-tiba jalan jinjit. Seperti tidak mau jikalau kakinya kotor. Dia juga ga suka tidur di selimutin (padahal pakai AC). Dia ga mau menginjak karpet atau keset bulu-bulu.
3. Setiap habis mandi kemudian disisir rambutnya dengan sisir berbentuk sikat, anak ini selalu terlihat tidak nyaman. Pernah bahkan hingga menangis.
Memasuki usia 2 tahun anak saya masih juga belum sanggup bicara. Jangan tanya seberapa dongkolnya saya tiap sanggup pertanyaan dari para kerabat "Kog belom sanggup ngomong sih?" atau ketika rei ngoceh "Haduuuuh cah ganteng, kau ngomong apa kog kayak bahasa alien." (Emangnya udah pernah ketemu alien?) 😌
Sampai hasilnya demi memuaskan para pemberi kritik, saya bawa Rei ke sebuah klinik tumbuh kembang.
Hasil konsultasi pertama dikala itu bikin saya seketika gak sreg.
Kenapa?
Hla masa tiba-tiba dibilang anak saya 'speech delay mengarah ke Autis'.
HAH... APAAA....!!!
Segampang itukah menyatakan seorang anak itu Autis?
"Hallooo... Gini-gini saya pernah sanggup perkuliahan dengan materi Autisme ya. Seingat saya tes untuk diagnosa autis itu buwaaanyaaak. Gak cuman di tes denver doang. Lalu masa sebab anak saya cueknya setengah mati, asyik dengan mainannya kemudian sanggup dibilang autis. Gitu? No no no... "
Lagi.... Emosi dan ego "ibu muda" saya bergejolak.
Saya gak terima. Titik.
Seketika itu saya males membawa anak saya ke klinik tumbuh kembang lagi.
Tapi dengan banyak sekali desakan, dan hasil perenungan saya sebagai seorang ibu yang memang mencicipi ada yang salah dengan tumbuh kembang anak, hasilnya saya googling lagi. Mencari second opinion. Mencari pengalaman ibu-ibu lain dengan anak yang belum sanggup bicara sama sekali di usia 2 tahun. Mencari apapun yang sanggup saya ketahui dengan keyword "autisme", "speech delay", "keterlambatan bicara" dan lain lain.
Akhirnya saya menemukan klinik yang ga terlalu jauh dari rumah, sanggup dijangkau sendiri naik motor. Saya pun mendiskusikan lagi dengan suami.
Apa katanya?
"Yang bilang anak kita autis itu siapa? Gak usah di dengerin kenapa sih? Orang anaknya baik-baik aja. Nanti jikalau udah waktunya niscaya juga sanggup ngomong."
Hyaaak... des... Suami saya pun sama ngeyelnya dengan saya dulu.
"Tapi mas, kan ga ada salahnya juga cek lagi. Daripada saya kepikiran. Nanti, apapun hasil tesnya seenggaknya kita tahu apa yang harus dilakuin. "
Ribut lah kami malam itu.
Akhirnya apa?
Saya bawa Rei konsultasi lagi. Naik motor sendiri sambil gendong bocah pakai babycarier.
Luaaaar biasaaa kan.
Ayahnya cuman saya watsap, "aku ke klinik udah janjian mau observasi Rei."
Selama kurang lebih satu jam penuh observasi dilakukan oleh terapis di klinik tsb.
Saya juga diharuskan mengisi form tanya jawab seputar riwayat kesehatan kehamilan dan riwayat kesehatan anak semenjak beliau lahir. Masih dilanjutkan dengan wawancara.
Selama observasi, saya tidak diperbolehkan masuk ke ruangan. Dari luar terdengar bunyi Rei yang menangis meraung-raung. Entah diapain itu bocah di dalam. Mau ngintip pun rasanya gak tega.
Ya Allah... kenapa lagi itu anak. Saya terus meneguhkan hati jikalau keputusan yang saya ambil ini tepat.
Hasil dari observasi hari itu yaitu anak saya benar-benar "Speech delay" alias Terlambat Bicara.
ðŸ˜ðŸ˜
Mau nangis aja rasanya. Merasa bersalah sama diri sendiri.
"Anak gres satu aja kog ga sanggup ngurusnya sih?"
"Kenapa juga dulu ngasih anak TV !"
"Kenapa dulu gak dengerin peringatan temen?"
"Kenapa? Kenapa?"
"Semua salahmu..."
Bermacam-macam perdebatan dalam hati.
Tapi mau gimana lagi lah. Nasi sudah jadi bubur. Kalau punya mesin waktu, mungkin saya sudah balik ke masa beliau masih bayi. Saya ga akan ngulangin kesalahan macam ini lagi.
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
Hei nak.. Maafin ibumu..
Semua ini salahku... ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
***
Pertanyaan saya ke terapis dikala itu yaitu "apakah speech delay itu berarti anak autis?"
"Oh enggak bu. Salah satu tanda-tanda anak autis memang telat berbicara. Tapi tidak semua anak yang telat berbicara dikatakan autis. Untuk anak ibu, beliau telat bicara lebih dikarenakan kurangnya fokus dan cenderung hiperaktif.
Dia perlu diberikan kegiatan-kegiatan tertentu yang merangsang sentra sensorinya biar beliau fokus dan gosip sanggup masuk. Itulah nanti yang kita namakan terapy sensory integrasi.
Selama ini kan anak cenderung suka nonton tv. Indranya asyik menikmati gambar di tv, padahal secara sensori beliau belum sanggup menangkap gambar yang bergerak cepat ibarat tayangan TV.
Jadi nantinya kita berikan terapi untuk membuka sentra sensori di otaknya. Selama anak belum sanggup mendapatkan gosip yang masuk dengan benar, darimana beliau sanggup merespon dengan benar juga. Ibaratnya kita mau masuk ruangan yang dikunci, ya kita cari dulu kan kuncinya yang pas, biar kita sanggup masuk kemudian keluar lagi."
Untuk masalah anak ibu, jikalau dilihat dari usianya yang gres 2 tahun masih termasuk Golden Age. Kita akan berikan terapi untuk mengejar ketinggalannya. Beda dengan masalah dimana anak gres dibawa kemari sesudah usianya lewat dari 5 tahun. Biasanya saya marahin itu orang tuanya "Kog gres dibawa kini sih pak buk?!".
Anak-anak speech delay yang cenderung lebih cepat ditangani akan lebih nampak hasilnya dibandingkan yang sudah lewat golden age. Kalau sudah lewat 3 tahun saja, penderita speech delay biasanya akan dilakukan tes untuk mendeteksi adakah gejala-gejala autisme lain yang menyertai.
Alhamdulillah... sanggup klarifikasi yang bagi saya masuk nalar dan melegakan. Bukan sekedar "hai buk, anakmu autis".
Menurut sang terapis, penyebab speech delay itu bermacam-macam. Kaprikornus nantinya penanganannya diadaptasi dengan penyebabnya.
Dari nomer 1-3 yang saya sebutkan di atas ternyata bersahabat kaitannya dengan proses sensori di otak anak. Itulah kenapa kelainan proses sensori sanggup menjadi salah satu penyebab anak mengalami keterlambatan bicara.
Kaprikornus siapa yang bilang jadi ibu dan mengasuh anak itu mudah?
Menjadi seorang ibu itu bagi saya berarti harus mencar ilmu lagi. Lebih legowo dengan kritik dan masukan. Kalau memang tidak paham ilmunya, gak akan ada salahnya mencar ilmu lagi. Ya meskipun ga semua teori seputar parenting sanggup di tiru dan dilakukan.
Untuk para orang bau tanah dimanapun kalian berada, semoga pengalaman saya ini sanggup dijadikan pelajaran.
Hikmah dari mempunyai anak dengan speech delay adalah, saya menyadari bahwa:
"TV dan gadget itu sungguh tidak menunjukkan manfaat untuk balita terutama mereka yang usianya di bawah 2 tahun."
Oleh: Risca Widyasari Anisa.