Biar Hujan Tak Menjadi Peristiwa Dan Malah Jadi Berkah, Ini 8 Amalan Yang Harus Anda Lakukan


Gambar ilustrasi dilansir dari tribunnews.com

Hujan itu tak selalu menakutkan, bahkan ada masa-masa indah yang selalu kita rindukan!

Biar hujan yang terun kemudian menjadi berkah dan bukan sebuah petaka bagi kita semua.

Maka lakukanlah 8 amalan yang diajarkan Rasulullah Saw berikut ini!

Segala puji bagi Allah, pada ketika ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan.

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69)

Maka terangkanlah kepadaku perihal air yang kau minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69)

Begitu juga firman Allah Ta’ala,

وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا (14)

Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.” (QS. An Naba’ [78] : 14)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ

Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.” (QS. An Nur [24] : 43)

Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, kesendirian-Nya dalam menguasai dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah tanaman yang indah untuk dipandang.

Allah Ta’ala telah menyampaikan yang demikian dalam firman-Nya,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, pasti ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah sanggup menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat [41] : 39).

Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati. Dan menjadi berkah bagi umat manusia.

Oleh lantaran itu, kewajiban kita sebagai umat untuk tetap bersyukur hanya kepada Allah semata. Dan melaksanakan amalan menyerupai yang diajarkan rasulullah Saw berikut ini:

1. Merenungi segala kesalahan

Seperti yang kami rangkum dari rumaysho.com, ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir, jangan-jangan akan tiba adzab dan kemurkaan Allah.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى نَاشِئاً فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاِق السَمَاءِ، تَرَكَ عَمَلَهُ- وَإِنْ كَانَ فِي صَلَاةٍ- ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ؛ فَإِنْ كَشَفَهُ اللهُ حَمِدَ اللهَ، وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ: “اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, dia meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian dia kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, dia memuji Allah. Namun, bila turun hujan, dia mengucapkan, “Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat].

Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ ) »

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, dia beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, dia shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi bila dia melaksanakan menyerupai itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seperti inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad)

Sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” (QS. Al Ahqaf [46] : 24)”

Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini memperlihatkan bahwa seharusnya seseorang menjadi kusut pikirannya bila ia mengingat-ingat apa yang terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan semoga ia selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka yaitu umat-umat sebelumnya.

2. Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan

Apabila Allah memberi nikmat hujan, dianjurkan bagi seorang muslim dalam rangka bersyukur kepada-Nya untuk membaca do’a,

اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً

Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].

Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat turunnya hujan.

Hal ini menurut hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,

إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً »

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, dia mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.

Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi proposal untuk berdo’a ketika turun hujan semoga kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”

Al Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir yakni suatu karunia.”

3. Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ

Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.”

Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ المَطَرِ

Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.”

4. Ketika Terjadi Hujan Lebat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu ketika pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, dia memohon pada Allah semoga cuaca kembali menjadi cerah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan daerah tumbuhnya pepohonan].

Ibnul Qayyim mengatakan, ”Ketika hujan semakin lebat, para sobat meminta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam supaya berdo’a semoga cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya dia membaca do’a di atas.”

Syaikh Sholih As Sadlan menyampaikan bahwa do’a di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya.

5. Mengambil Berkah dari Air Hujan

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melaksanakan demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

Karena hujan ini gres saja Allah ciptakan.

An Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini yakni hujan itu rahmat yaitu rahmat yang gres saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh lantaran itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.”

An Nawawi selanjutnya mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama Syafi’iyyah perihal dianjurkannya menyingkap sebagian tubuh (selain aurat) pada awal turunnya hujan, semoga terguyur air hujan tersebut.

Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang tidak mempunyai keutamaan, apabila melihat orang yang lebih bakir melaksanakan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya untuk diajari kemudian dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.”

Dalam hal mencari berkah dengan air hujan dicontohkan pula oleh sobat Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,

أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُوْلُ: “يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق: 9].

”Apabila turun hujan, dia mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku”.” Lalu dia membacakan (ayat) [yang artinya], ”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf [50] : 9)”

6. Dianjurkan Berwudhu dengan Air Hujan

Ibnu Qudamah mengatakan, ”Dianjurkan untuk berwudhu dengan air hujan apabila airnya mengalir deras.

Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ

Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.

Namun, hadits di atas yakni hadits yang lemah lantaran munqothi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi.

Ada hadits yang serupa dengan hadits di atas dan shahih,

كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي ” أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ “

Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya.”

7. Janganlah Mencela Hujan

Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan nikmat dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan, “Aduh!! hujan lagi, hujan lagi”.

Perlu diketahui bahwa setiap yang seseorang ucapkan, baik yang bernilai dosa atau tidak bernilai dosa dan pahala, semua akan masuk dalam catatan malaikat. Allah Ta’ala berfirman,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ

Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan kemudian Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah marah dan tidak pernah dipikirkan bahayanya kemudian dia dilemparkan ke dalam jahannam.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehatkan kita semoga jangan selalu mengakibatkan makhluk yang tidak sanggup berbuat apa-apa sebagai kambing hitam bila kita mendapat sesuatu yang tidak kita sukai.

Seperti dia melarang kita mencela waktu dan angin lantaran kedua makhluk tersebut tidak sanggup berbuat apa-apa.

Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِى الأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku yakni pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

لاَ تَسُبُّوا الرِّيحَ

Janganlah kau mencaci maki angin.”

Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin yakni sesuatu yang terlarang.

Begitu pula halnya dengan mencaci maki makhluk yang tidak sanggup berbuat apa-apa, menyerupai mencaci maki angin dan hujan yakni terlarang.

Larangan ini sanggup termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) bila diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari kejelekan yang terjadi.

Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang mengakibatkan baik dan buruk. Ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, bila diyakini yang menakdirkan yakni Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai lantaran saja, maka menyerupai ini hukumnya haram, tidak hingga derajat syirik.

Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan, “Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak sanggup berangkat ke masjid untuk shalat”, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka menyerupai ini tidaklah mengapa.

Intinya, mencela hujan tidak terlepas dari hal yang terlarang lantaran itu sama saja orang yang mencela hujan mencela Pencipta hujan yaitu Allah Ta’ala.

Ini juga memperlihatkan ketidaksabaran pada diri orang yang mencela. Sudah seharusnya verbal ini selalu dijaga.

Jangan hingga kita mengeluarkan kata-kata yang sanggup membuat Allah murka. Semestinya yang dilakukan ketika turun hujan yakni banyak bersyukur kepada-Nya sebagaimana telah diterangkan dalam point-point sebelumnya.

:

8. Berdo’a Setelah Turunnya Hujan

Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah sesudah hujan turun pada malam harinya.

Tatkala hendak pergi, dia menghadap jama’ah shalat, kemudian mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?”

Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »

Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang menyampaikan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan lantaran karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang menyampaikan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan lantaran karena bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”

Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan lantaran karunia dan rahmat Allah) sesudah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.

Tambahan: Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan lantaran karena bintang-bintang. Hal ini sanggup termasuk kufur akbar yang menimbulkan seseorang keluar dari Islam bila ia meyakini bahwa bintang tersebut yakni yang membuat hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka menyerupai ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menimbulkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memperlihatkan imbas terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.”

Demikianlah 8 amalan yang sanggup kita lakukan ketika hujan datang. Semoga Allah selalu memberi keberkahan bagi kita semua. Aamiin...