Indonesia Rawan Tragedi Gempa, Bagaimana Kita Harus Membangun Rumah Yang Aman?


Indonesia berada dalam daerah Cincin Api Pasifik yang rawan gempa (gambar: tribunnews.com)

Membangun rumah yang kondusif dari gempa.

Bagaiman caranya?

Begini klarifikasi Deputi BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA).

Yang harus kita sadari, Indonesia berada dalam daerah Cincin Api Pasifik.

Mau tidak mau, Negara kita menjadi wilayah yang sering mengalami letusan gunung berapi aktif dan juga gempa bumi.

Hidup di tengah wilayah yang rentan gempa bumi, tentunya pembangunan infrastruktur seharusnya menerima perhatian lebih.

Untuk mengantisipasi gempa bumi, Deputi BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA), Dr. Hammam Riza, mengungkapkan rekomendasinya, yaitu Sijagat dan Sikuat.

Dalam sekala pembangunan besar, ia menjelaskan:

Sijagat ini yaitu teknologi untuk mengukur keandalan sebuah gedung terhadap bahaya gempa bumi, dan memperlihatkan solusi berupa rekomendasi teknis.

Sedangkan Sikuat yaitu sistem pemantauan kesehatan struktur gedung tanggapan gempa bumi.

"Jadi, nanti bangunan akan dipasang sensor untuk mengetahui tingkat keamanan gedung segera sehabis bencana gempa bumi,” katanya dalam jumpa pers Kamis (04/10/2018), di Jakarta.

Meski masih dalam tahap uji coba, Hammam berkata bahwa data dari temuan ini sanggup menjadi pembelajaran untuk membangun bangunan yang layak terhadap gempa bumi.

Sementara itu pada sektor yang lebih kecil menyerupai perumahan warga.

Widjojo memberikan perlunya pertimbangan dalam pemilihan ‘tukang’ untuk membangun rumah kita.

Berapa banyak dari Anda yang saat bangkit rumah hanya manggil tukang? Manggil insinyur enggak?," ujarnya, menyerupai yang kami kutip dari kompas.com.

"Kami pernah melaksanakan survei ke 50 persen tukang di Jakarta, (mereka) itu tidak ada pendidikan membangun rumah. Kaprikornus mereka membangun rumah itu menurut kebiasaan, bukan ilmu. Padahal kalau berbicara Indonesia yang rawan gempa dan membangun rumah di atasnya kita berbicara ilmu,” imbuhnya lagi.

Untuk itu, ia menegaskan kepada masyarakat biar mempertimbangkan penggunaan jasa konstruksi yang mempunyai dasar ilmu dalam membangun.

Pasalnya, hidup di wilayah Indonesia, menjadi hampir sebuah kepastian kalau kita akan menghadapi gempa bumi.

Kalau kita berbicara gempa, kita bergotong-royong berbicara di sumbernya yang jauh di sana. Kita tidak bicara apa yang kita rasakan. Karena magnitudo gempa itu ukuran rilis energinya, makin besar magnitudonya, energi yang dilepaskan makin besar, makin parah juga dampak kerusakannya,” kata Widjojo.

:

Secara teknis, bergotong-royong sudah banyak pengalaman untuk menghadapi gempa bumi yang terangkum dalam beberapa undang-undang.

Namun, mentransfer ini menjadi mitigasi yaitu duduk kasus yang besar.

Dalam peraturan menteri atau Permen nomor 29/PRT/M/2006 berbunyi:

"Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap imbas gempa, semua struktur bangunan gedung, baik potongan dari sub struktur maupun struktur gedung harus diperhitungkan memikul imbas gempa planning sesuai dengan zona gempanya."

Undang-undang tersebut secara terang mengingatkan untuk pertimbangan membangun bangunan di atas tanah yang berpotensi gempa bumi.

Namun sayangnya, peraturan ini cuma menjadi peraturan semata. Masih jarang ada yang mau melaksanakannya.

Oleh sebab itu, penegetahuan perihal struktur bangunan dan juga membangun rumah yang kondusif dari gempa sangat penting bagi masyarakat.