Ini Jawaban Masyarakat Sampai Mui Perihal Masalah Pengrusakan Sedekah Bahari Bantul!


Prosesi Larung Pisungsung Jaladri pada 2017 (Foto: Dok. Istimewa)

Karena dinilai syirik, sekelompok massa bercadar mengobrak-abrik dan merusak segala persiapan gelaran sedekah bahari di Bantul.

Buntut dari kejadian tersebut, sedekah bahari yang digelar di Pantai Baru, Bantul, pada Sabtu, 13 Oktober 2018 jadinya dibatalkan.

Mengenai kejadian tersebut, ini balasan banyak sekali pihak termasuk MUI!

Dari banyak sekali informasi, diketahui kejadian perusakan itu terjadi pada Jumat, 12 Oktober 2018 sekitar pukul 23.30 WIB atau jelang gelaran sedekah laut.

Cerita bermula ketika puluhan orang bercadar mengendarai dua unit mobil, satu kendaraan beroda empat ambulans, dan sejumlah motor mendatangi Pantai Baru.

Sambil berteriak takbir, massa bercadar itu merusak penjor (hiasan dari pohon pisang), memecah beling meja, dan mengobrak-abrik dingklik yang disiapkan untuk tamu.

Massa bercadar itu berada di lokasi sekitar 15 menit dan meninggalkan spanduk yang terpasang bersahabat lokasi sedekah bahari bertuliskan "Menolak Semua Kesirikan Berbau Budaya Sedekah Laut atau Selainnya". Di spanduk juga tercantum Aliansi PETA.

Buntut dari kejadian tersebut, pelaksanaan sedekah bahari Pisungsung Jaladri di Pantai Baru, Kecamatan Sanden, Bantul, batal digelar.

Seperti yang telah kami rangkum dari kumparan.com, berikut balasan banyak sekali pihak mengenai kejadian tersebut:

1. Tradisi Pisungsung Jaladri dilaksanakan setiap tahun

Berdasarkan keterangan dari nelayan setempat berjulukan Tuwuh, tradisi Pisungsung Jaladri sudah semenjak usang dilaksanakan dan diadakan setiap tahun.

Namun, kali ini pelaksanaannya batal sehabis kelompok masyarakat tertentu merusak properti pelaksanaan tradisi tersebut.

"Kami tidak tahu bila itu dianggap syirik alasannya yaitu hanya tradisi," kata Tuwuh.

Pelaksanaan tradisi tersebut jadinya disederhanakan dengan menampilkan kesenian Jathilan. Sedangkan 700 nasi takhir yang sudah disiapkan tetap dibagikan kepada pengunjung pantai.

2. Gus Miftah tidak oke dengan tindakan anarkis tersebut

KH. Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah mengecam oknum yang melaksanakan perusakan properti sedekah bahari Pisungsung Jaladri.

Dia menilai orang-orang yang melaksanakan perusakan itu tidak memahami kegiatan budaya tempat setempat.

"Banyak orang yang gagal paham atau salah paham atau pahamnya salah. Menurut aku selama labuhan itu tujuannya nguri-nguri budaya, aku enggak ada masalah. Tetapi bila itu sifatnya ubudiyah, itu terang salah," katanya, Sabtu (13/10) malam.

Gus Miftah tidak membenarkan perusakan itu karena, menurutnya, Islam tidak mengajarkan tindakan anarkis.

Maka dari itu, perlu ada edukasi kepada masyarakat bahwa kegiatan tersebut yaitu cuilan dari pelestarian budaya.

3. Kadisbud Bantul menyampaikan sedekah bahari merupakan cuilan dari objek wisata

Pihak pemerintah setempat berupaya melaksanakan pelestarian budaya dengan menghidupkan kembali tradisi yang sudah mulai ditinggakan.

Dengan adanya dana stimulan dari pemerintah melalui dana keistimewaan, sedekah bahari Pisungsung Jaladri menjadi salah satu event budaya untuk menarik wisatawan.

"Sedekah bahari itu hanya sekadar event budaya. Bukan sebuah ritual khusus," kata Kepala Dinas Kebudayaan Bantul, Sunarto, Minggu (14/10).

"Sedekah bahari itu menjadi daya tarik tersendiri sebuah objek wisata," tambahnya.

4. MUI: Tradisi sesajen sanggup dimodifikasi

Ketua Komisi Hukum MUI Pusat M. Baharun mengatakan, tradisi sesajen sanggup dimodifikasi dengan menyedekahkan fakir miskin di pesisir bahari yang membutuhkan dengan isi sesajen.

Tradisi kan bukan keyakinan atau rukun agama, sanggup dimodifikasi sesuai pedoman dan dogma keimanan dalam agama, supaya tidak bertentangan. Cara Wali Songo mengompromikan tradisi sehingga sanggup kompatibel dengan agama sangat bagus,” ungkap Baharun.

:

5. Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid juga tidak oke dengan pengrusakan tersebut.

Dia menjelaskan, argumentasi tidak disampaikan dengan cara merusak atau menghancurkan hal yang dianggap menyimpang oleh Islam.

Tugas kita itu hanya mengajak, mengingatkan urusan apakah mereka mengikuti permintaan kita atau tidak itu bukan tanggung jawab kita. Karena hanya Allah yang berhak memperlihatkan petunjuk (hidayah) kepada seseorang,” ujarnya.

Zainut juga meminta supaya Muslim tidak asal menghakimi, apalagi hingga merusak.

Menurutnya hal ini sanggup mengakibatkan tuduhan mengganggu keyakinan orang lain.

Karena kita tidak tahu, apakah masyarakat yang melaksanakan upacara budpekerti itu semuanya beragama Islam,” tutupnya.

Nah bagaimana bila berdasarkan Anda?