Istri Benci Poligami Dapat Kafir, Benarkah?


Foto dilansir dari merahputih.com

Poligami memang disyariatkan Allah dalam Al-Qur’an.

Namun, sudah benarkah orang yang mengkafirkan perempuan yang menolak dipoligami?

Terbayang nggak gimana rasanya jadi istri yang di poligami?

Seorang suami yang menuduh istrinya telah melaksanakan pembatal Islam. Pasalnya sang istri tidak merestui suaminya berpoligami.

Padahal poligami disyariatkan Allah dalam Al-Qur’an. Istri yang membenci poligami, berarti membenci apa yang disyariatkan Allah. Dan itu kekufuran, pembatal islam.

Sang suami membawakan dalil-dalil ihwal ancaman membenci apa yang Allah syariatkan. Diantaranya,

Firman Allah,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

Yang demikian itu yakni sebab sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Quran) kemudian Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9).

Atau firman Allah ihwal sifat orang kafir,

أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ

Apakah patut mereka berkata: “Padanya (Muhammad) ada penyakit gila.” sebetulnya Dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu.” (QS. Al-Mukminun: 70).

Karena itu, istri wajib menyayangi poligami, biar istri tidak membenci syariat Allah ihwal poligami. Bagian dari cinta pada poligami, istri wajib mendukung suaminya berpoligami…

Wahai lelaki tak semudah itu mengkafirkan istrimu!!

Rasanya berat saat cinta harus terbagi. Kebanyakan perempuan tidak akan rela bila suaminya harus dibagi. Meskipun banyak juga yang mampu bersabar saat suaminya melaksanakan poligami.

Namun, terlepas dari persoalan kesabaran, sejatinya menuduh istri telah melaksanakan pembatal Islam sebab tidak merestui suami melaksanakan poligami yakni tuduhan yang jauh dari kebenaran.

Karena tidak semua kebencian semacam ini bernilai pembatal Islam. Bahkan ada kebencian yang itu dialami para sahabat.

Allah berfirman ihwal perang,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu yakni sesuatu yang kalian benci. Sementara boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagi kalian. Dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, Padahal itu amat jelek bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216).

Anda dapat perhatikan, “padahal berperang itu yakni sesuatu yang kalian benci” kalimat ini sebagai keterangan pernyataan sebelumnya, “Diwajibkan atas kalian berperang.”

Apakah berarti sahabat membenci apa yang Allah wajibkan? Padahal itu kekufuran?

Kita akan simak balasan pertanyaan ini dari keterangan al-Baghawi dalam tafsirnya,

قوله تعالى: { وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ } أي شاق عليكم قال بعض أهل المعاني: هذا الكره من حيث نفور الطبع عنه لما فيه، من مؤنة المال ومشقة النفس وخطر الروح، لا أنهم كرهوا أمر الله تعالى

Firman Allah (yang artinya), “berperang itu yakni sesuatu yang kalian benci.” maksudnya, jihad itu berat bagi kalian. Kata sebagian jago tafsir, kebencian ini sebab secara naluri, insan tidak menyukai perang. Karena harus mengeluarkan banyak biaya, membebani diri, dan membahayakan jiwa. Bukan sebab mereka membenci apa yang Allah perintahkan. (Ma’alim at-Tanzil, 1/246).

Bahkan, adanya perasaan tidak suka saat seseorang melaksanakan ibadah yang tidak dia sukai, akan menambah nilai pahalanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan usulan kepada para sahabat,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟

Maukah kutunjukkan kepada kalian amalan yang dapat menghapus dosa dan mengangkat derajat?”

Kemudian ia jelaskan, salah satunya,

إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ

Menyempurnakan wudhu dalam kondisi tidak suka.” (HR. Muslim 251).

Berangkat dari sini, ulama membagi kebencian ada dua (simak: al-Ilmam bi Syarh Nawaqid al-Islam, hlm. 166 – 167).

Pertama, benci yang merupakan pembatal Islam

Dilansir dari muslimah.or.id, inilah kebencian yang dialami orang munafiq dan kaum musyrikin yang menjadi musuh Islam. Kebencian yang berangkat dari permusuhan mereka terhadap Islam atau kaum muslimin. Sehingga apapun yang itu menjadi pedoman Islam, mereka benci dan mereka tolak. Sekalipun itu sangat adil dan bijak.

Sehingga apapun yang itu tiba dari Islam, mereka akan berusaha mengkritiknya. Mencari sejuta celah untuk menyudutkan pedoman Islam dan kaum muslimin.

Orang Yahudi dan Kristen mempermasalahkan poligami yang dilakukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal para Nabi yang mereka agungkan, juga melaksanakan poligami. Seperti Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi Sulaiman dan yang lainnya. Dan mereka tidak pernah mempermasalahkan itu.

Ketika tokoh dakwah islam yang anti-liberal melaksanakan poligami, sejuta bunyi sumbang orang JIL berbondong-bondong meneriakkan HAM, pelecehan, dan celoteh yang keluar dari verbal kotor mereka.

Sementara mereka membisu bahwa ternyata mantan presiden Soekarno juga punya banyak istri, Eyang Subuh punya banyak istri. Jadinya, bukan poligami yang mereka musuhi, tapi dakwah kebenaran.


Kedua, benci yang merupakan pecahan dari watak manusia.

Itulah perasaan tidak suka terhadap imbas jelek dan beban berat dari adanya perintah syariat.

Bukan sebab dia membenci hukum dan perintah Allah. Namun yang tidak dia sukai yakni unsur masyaqqah (beban berat) sebagai konsekuensi dari adanya perintah itu.

Tabiat insan tentu tidak suka menahan haus, atau lapar. Meskipun setiap muslim tidak membenci syariat puasa.

Naluri insan cinta harta dan tidak ingin hartanya berkurang. Meskipun setiap mukmin tidak akan membenci adanya syariat zakat.

Sehingga, benci sebab watak yakni benci sebab masyaqqah (beban berat) dalam hukum syariat. Sebagaimana yang terjadi pada para sahabat, yang mereka membenci perang, padahal itu diwajibkan.

Kesimpulan: Istri membenci poligami, bukan sebab dia benci syariat Allah ihwal poligami. Tapi istri tidak suka saat cinta suaminya dibagi. Dan ini bukan benci kepada syariat, tapi benci terhadap imbas dari poligami.

Allahu a’lam.