Jika Setiap Anak Tergadai Hingga Di-Aqiqahi, Bagaimana Dengan Orang Sampaumur Yang Belum Aqiqah?


Gambar ilustrasi

Nabi Shallallahualaihiwa sallam menyebutkan, bahwa seorang anak yang terlahir statusnya tergadai, hingga dia diakikahi.

Lantas bagaimana status orang sampaumur yang belum pernah di Aqiqahi oleh orang tuanya, bolehkah meng-aqiqahi dirinya sendiri?

Dijelaskan dalam sebuah hadis shahih, dari sahabat Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dinilai shahih oleh al-Albani).

Dalam hadist tersebut, Nabi shallallahualaihiwa sallam menyebutkan, bahwa seorang anak yang terlahir statusnya tergadai hingga dia diakikahi.

Barangkali muncul kegelisahan, ketika mendapati diri atau anak kita sudah mencapai usia dewasa, belum juga di Aqiqahi. Kemudian kita takut jiwa masih tergadai sebab belum melaksanakan Aqiqah.

Lantas apa yang harus dilakukan?

Perlu kita ketahui, bahwa aturan akikah bahwasanya yakni sunah muakkadah.

Terkait waktu pelaksanaannya, para ulama sepakat, bahwa waktu akikah yang paling afdhol yakni hari ketujuh kelahiran.

Berdasarkan hadis dari sahabat Samurah bin Jundub di atas. Cara menghitungnya, dimulai semenjak hari kelahiran, lalu ditambah enam hari berikutnya.

Namun, kalau tidak mampu, akikah boleh dilakukan setelahnya hingga ada kemampuan, meskipun si anak sudah mencapai dewasa.

Hal ini berdasar pada perbuatan Nabi shallallahua’alaihi wa sallam, dimana ia mengakikahi diri ia sendiri di dikala ia sudah mencapai usia dewasa.

Imam Tabrani meriwayatkan hadis yang menjadi dasar kesimpulan ini,

أن النبي صلى الله عليه وسلم عق عن نفسه بعد ما بعث نبياً

"Bahwa Nabi shallallahua’alahi wa sallam meng-akikahi diri ia sendiri, sehabis ia diutus menjadi Nabi". (Dinilai shahih oleh Syaikh Albani, dalam Silsilah As-Shahihah).

Artinya, orang yang sampaumur yang belum di-Aqiqahi bisa melaksanakan aqiqah untuk dirinya sendiri.

Inilah pendapat yang kami nilai berpengaruh diantara persilangan pendapat ulama yang ada dalam duduk kasus ini, menyerupai dilansir dari konsultasisyariah.com.

Riwayat di atas, juga menawarkan bolehnya seorang mengakikahi dirinya sendiri, apabila orangtuanya belum mengakikahi dirinya ketika kecil atau sebab orangtuanya tidak bisa menunaikan akikah untuknya.

: Jangan Disepelekan, Inilah 3 Bahaya yang Mengintai Anak yang Belum di Aqiqahi


Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan,

فلو ذبحها بعد السابع أو قبله وبعد الولادة أجزأه وإن ذبحها قبل الولادة لم تجزه بلا خلاف, بل تكون شاة لحم

Seandanya kambing akikah disembelih sebelum atau sehabis hari ketujuh, maka hukumnya sah. Adapun kalau disembelih sebelum kelahiran, para ulama setuju akikah tidak sah. Status kambing yang disembelih yakni sembelihan biasa (tidak teranggap sebagai akikah). (Al-Majmu’ 8/411).

Syaikh Abdulaziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

ووقتها يوم السابع، هذا هو الأفضل اليوم السابع، وإن ذبحت بعد ذلك فلا حرج، ولو بعد سنة أو سنتين، وإذا لم يعق عنه أبوه وأحب أن يعق عن نفسه فهذا حسن فمشروع في حق الأب لكن لو عق عن نفسه أو عقت عن أمه أو أخوه فلا بأس

Waktu pelaksanaan akikah yakni hari ketujuh kelahiran. Inilah waktu yang paling utama, yaitu hari ketujuh. Namun kalau kambing akikah disembelih sehabis hari ketujuh, tidak mengapa. Bahkan hingga satu atau dua tahun setelahnyapun tidak mengapa. Jika ayahnya belum menunaikan akikah anaknya, sementara anak tersebut ingin mengakikahi dirinya, inipun baik (sah). Meski bahwasanya akikah yakni tanggungan ayah, akak tetapi kalau seorang ingin mengakikahi dirinya, atau mengakikahi ibu atau saudaranya, maka tidak mengapa. (Fatwa ia bisa disimak di sini : https://www.binbaz.org.sa/noor/2817)

Demikian, agar bermafaat! Wallahu A'lam.
Related Posts