Komentar Maha Benar Netizen Dengan Segala Komentarnya, Ucapan Kufur?

Gambar dari tribunnewscom


Sekarang banyak akun-akun yang ketika mengomentari status di youtube atau di medsos sering mengucapkan “Maha Benar Netizen dengan Segala Komentarnya”.

Apakah perkataan ini termasuk ucapan kekufuran?

Perkembangan teknologi semakin kita memudahkan mengakses internet dan media sosial. Bahkan bukan diam-diam 1 orang punya lebih dari satu akun media umum pada platform yang sama.

Memahami istilah, sesuai dengan makna bahasa yang berlaku di masyarakat. Sehingga kata dalam bahasa Indonesia, dipahami sebagaimana maknanya secara bahasa berdasarkan masyarakat Indonesia. Artinya, standar makna tidak dikembalikan kepada individu, sebab bahasa itu bukan milik individu.

Misalnya, ketika si A menghina si B, ‘kamu kayak monyet’, kemudian si B tidak terima, kemudian memperkarakan si A ke pengadilan. Akan tetapi si A beralasan bahwa yang saya maksud dengan ungkapan ‘kayak monyet’ ialah tampan dan menawan. 

Tentu saja alasan semacam ini tidak diterima. Karena masyarakat kita memahami, ketika insan diserupakan dengan binatang, itu merupakan hinaan dan bukan pujian.

Selanjutnya kita akan melihat lebih bersahabat makna dari kalimat ‘Maha Benar Netizen.’

Dalam kamus KBBI dinyatakan,

maha-/ma·ha-/ bentuk terikat –

[1] sangat; amat; teramat: mahabesar; mahamulia; [2] besar: mahaguru; mahasiswa.

Disebut bentuk terikat sebab penulisannya digabung dengan kata yang disebutkan setelahnya, menyerupai MahaBesar.

Berdasarkan KBBI, kata Maha mempunyai 2 makna:

[1] Jika digandengkan dengan adjektifa (kata sifat) memperlihatkan makna sangat, amat, teramat..

[2] Jika digandengkan dengan nomina (kata benda) memperlihatkan makna besar.

Karena itu, ketika digandengkan dengan kata benar, Mahabenar, berarti sangat benar atau teramat benar.

:

Bisakah evaluasi ‘sangat benar’ diberikan untuk pernyataan manusia?

Pertama, ketika pernyataan insan itu sesuai wahyu, maka boleh dinyatakan sangat benar. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dia tidak berbicara kecuali berdasarkan wahyu.

Allah berfirman,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Muhammad tidak berbicara dari hawa nafsunya. Itu semuanya ialah wahyu yang diberikan kepada beliau.” (QS. an-Najm: 3-4)

Karena itulah, para sahabat menyebut dia dengan as-Shadiq al-Masduq [الصادق المصدوق] orang yang benar dan dibenarkan.

Kedua, perkataan insan yang sesuai realita yang ada di kehidupan, contohnya kantor sentra yufid berada di Sleman Yogyakarta.

Kita sanggup komentari kalimat ini dengan mengatakan, ‘sangat benar.’

Ketiga, perkataan insan biasa yang belum sanggup dinilai benar dan salah, menyerupai komentar di FB atau medsos atau pendapat pribadi. Yang lebih tepat, kita tidak memperlihatkan nilai dengan sangat benar. Karena pernyataan itu sanggup jadi benar berdasarkan kita, tapi menyimpang dari sudut pandang yang lain.

Apakah sanggup evaluasi maha benar untuk pernyataan manusia?

Menurut Ustadz Ammi Nur Baits melalui konsultasisyariah.com, ada satu instrumen lagi yang perlu kita perhatikan terkait penggunaan bahasa, yaitu representasi penggunaan kata. Kita mempelajari ini dalam ilmu komunikasi sehari-hari. Seorang ketua RT tidak akan tepat ketika dia memakai kata AKU pada ketika memberikan sambutannya di depan umum. Meskipun kata AKU secara makna berarti orang pertama tunggal.

Secara bahasa, sah-sah saja dia memakai kata aku. Namun dari sudut pandang komunikasi, ini tidak sopan.

Kita memakai kata MAHA yang bergandeng dengan adjektifa untuk menyebut sifat-sifat Tuhan yang Mahasempurna. Untuk membedakan antara sifat makhluk yang terbatas dengan sifat Allah yang Mahasempurna.

Kita menyampaikan insan hidup, dan kita menyebut Allah Maha Hidup.
Kita menyampaikan insan mendengar, dan kita menyebut Allah Maha-Mendengar
Kita menyampaikan insan sanggup mengetahui, dan kita menyebut Allah Maha-Mengetahui. dst.

Karena itu, yang lebih tepat kita menyebut sangat benar untuk manusia, dan bukan Maha Benar. Apalagi untuk komentar netizen yang serba tidak jelas, dan cenderung menjadi ‘sampah’ di dunia maya.

Setidaknya kita kedepankan prinsip hati-hati, sebab verbal sanggup menjerumuskan kita ke jurang jahanam.

jenis Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا ، يَزِلُّ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ

“Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat tertentu, yang tidak dia pikirkan akibatnya, namun menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka, yang dalamnya sejauh timur dan barat.” (HR. Ahmad 9157 & Bukhari 6477)

Demikian, Allahu a’lam.