Kisah Mus, Orang Indonesia Yang Telah 8 Tahun Menjaga Air Zamzam Di Tanah Suci


Kisah WNI penjaga air zamzam di tanah suci (Dream.id)

Sungguh mulia pekerjaan WNI ini, 8 tahun sudah ia jalani menjadi seorang penjaga air zamzam di tanah suci.

Pertemuan dengan jamaah haji asal Indonesia lah yang sanggup mengobati kerinduannya terhadap tanah air.

Berikut kisah lengkapnya,..

Hari beranjak sore. Sudah pukul tiga. Tapi matahari masih menyengat. Di bawah terik itu, Uus Rusman tetap bekerja di Masjid Nabawi.

Hari itu, laki-laki yang karib disapa Mus ini mengganti tatakan drum penampungan air zamzam yang kotor. Kerjaan ini rutin ia lalukan saban dua hari sekali.

Mus hilir pulang kampung dari pintu 20 ke depan gerbang 21 Masjid Nabawi. Tak hingga masuk. Alas drum air zamzam itu ia ganti dengan yang lebih bersih.

Pekerjaan Mus bukan hanya itu. Selepas sholat Maghrib, ia kembali bekerja di area dalam masjid daerah Nabi dimakamkan itu. Dia selalu bangun di akrab tiang ke empat dari pintu masuk 21 Masjid Nabi.

Dari daerah itulah Mus mengawasi ketersediaan enam drum air zamzam. Dia akan mengganti enam drum yang masing-masing berkapasitas 20 liter jikalau dirasa telah habis. Enam drum cadangan diletakkan di potongan belakang barisan drum yang tersaji.

Mus tahu betul bagaimana sirkulasi pergantian air zamzam di Masjid Nabawi ini. Tiap hari, 22 kendaraan beroda empat tangki air zamzam akan dikirim dari Mekah.

Satu kendaraan beroda empat tangki pengangkut air berkapasitas 18.000 liter. Jika ditotal, ada sekitar 396.000 liter air yang untuk jemaah haji.

Dari kendaraan beroda empat tangki itu, kata Mus, air akan disimpan di enam tabung penyimpanan yang berada di bawah area Masjid Nabawi.

"Empat untuk air dingin. Dua tabung yang hangat,” kata Mus, yang dilansir dream.id.

Mus memastikan air zamzam yang hambar itu bukan dicampur es. “ Ada jemaah Indonesia tanya apakah dicampur es. Tidak. Itu tabung stainless-nya didinginkan,” ujar dia, sambil tersenyum.

:

Kerja Sampingan

Mus bekerja sebagai petugas pelayanan Masjid Nabawi semenjak 2010. Lelaki asal Bandung Barat itu bercerita, dikala awal masuk ada banyak warga negara Indonesia (WNI).

Saat ia gres masuk kerja, ada 316 orang WNI. Tapi, hukum pemerintah soal honor di bawah 1.000 riyal mengganggu izin mereka. Kini, jumlah itu menyusut.

WNI yang bekerja di masjid-masjid khusus hanya ada sekitar 80 orang. Jumlah itu tersebar di beberapa masjid. Misalnya, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Quba.

“Kini di Nabawi 42 orang,” tambah Mus.

Dia tak mau menyombongkan diri dengan kiprah yang mulia ini. Kata dia, tak ada yang spesial.

“Ya mungkin di sini kelebihannya kita sanggup sembahyang sewaktu-waktu, sanggup umrah selagi ada kesempatan,” ujar dia.

Pekerjaan di Masjid Nabawi bukan satu-satunya yang ia lakukan. Ada pekerjaan lain yang ia tekuni di waktu pagi.

Mus pulang ke asrama sekitar pukul 23.00 WAS. Selepas Subuh, ia punya kerjaan sampingan, Mengurus kebun kurma.

“Setelah sembahyang Subuh, pukul lima pagi berangkat kerja di luar. Di perkebunan kurma, hingga pukul 12,” kata dia.

Meski secara pendapatan tak melimpah, Mus tetap gembira kerja di Masjid Nabawi. Sebab, ia kerap menerima apresiasi dari jemaah Indonesia yang datang.

“Apalagi yang sering menyapa duluan, merasa dihargai dan dihormati, meski hanya sebatas begini (pekerjaannya),” ujar dia.

Dia menganggap, pertemuan dengan jemaah haji Indonesia sebagai bagian pengobat rindu dengan Tanah Air. Perasaannya akan tambah senang jikalau bertemu tetangga yang sedang umroh atau kerabat yang ke Tanah Suci untuk berhaji.

“Seperti di negeri orang, menyerupai saudara sendiri,” kata dia.
Related Posts