Tetangga Non-Muslim Meninggal, Apa Wajib Kita Melayat?


Gambar dilansir dari islami.co

Bagaimana hukumnya melayat kepada tetangga yang non muslim?

Apakah hal tersebut wajib atau justru dihentikan dalam islam?

Berikut klarifikasi problem tersebut dalam Al-Qur'an...

Sebagai muslim tidak dianjurkan untuk berbuat agresif dan memusuhi umat non-muslim selagi umat non-muslim tersebut tidak memerangi umat muslim. Berlaku baik, menolong non-muslim dalam hal muamalah justru dianjurkan.

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Mumtahanah ayat 8-9:

لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ٨ إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ٩

Dan Allah SWT tiada melarang kau untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu sebab agama dan tidak pula mengusir kau dari negerimu. Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berlaku adil” (8)

Sesungguhnya Allah SWT hanya melarang kau mengakibatkan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kau sebab agamamu dana mengusir kau dari negerimu dan membantu untuk mengusirmu. Dan siapa yang mengakibatkan mereka sebagai mitra maka mereka itulah orang-orang yang zalim”(9)

Lalu masalahnya bagaimana jikalau menolong non-muslim contohnya dalam melayat atau mengurus jenazahnya?

Dalam hal ini Allah SWT sudah memberikan larangan untuk menolong non-muslim dalam hal kepercayaan dan ibadah. Karena membantu non-muslim ada batasnya.

Memandikan mayat non-muslim, ikut serta mendoakannya serta ikut dalam membantu ritual pemakamannya termasuk dalam hal ibadah. Apalagi jikalau memang proses memandikan, mendoakan dan memakamkan tersebut termasuk dalam ritual ibadah dalam agama non-muslim. Maka hal tersebut terang dilarang.

Akan tetapi, jikalau hanya melayat (tidak ikut serta dalam ritual pengurusan jenazah) hal tersebut diperbolehkan.

Perihal batasan dalam membantu non-muslim, Allah SWT berfirman:

وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰٓ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِۦٓ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ فَٰسِقُونَ

Dan janganlah kau sekali-kali menyembahyangkan  mayat seseorang yang sudah mati di antara mereka, dan janganlah kau bangun mendoakan di kuburnya. Karena gotong royong mereka telah kafir kepada Allah SWT dan RasulNya dan mereka mati dalam keadaan fasik”(al-Taubah:84)

Allah SWT melarang umat muslim mendoakan non-muslim yang sudah meninggal, baik dengan cara doa mereka atau dengan cara doa dalam Islam. Memintakan ampunan untuk umat non-muslim yang telah meninggal juga dilarang, sebab Allah SWT telah menegaskan bahwa Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik. Mendoakan non-muslim diperbolehkan jikalau dalam keadaan masih hidup, sebagaimana kami lansir dari islami.co.

Dalam ritual berdoa untuk mayat non-muslim, secara tidak eksklusif hal tersebut sama saja dengan mengakui kebenaran kepercayaan dan ibadah non-muslim. Allah SWT juga pernah menegur Nabi Ibrahim yang mendoakan ampunan untuk ayahnya.

Selain itu, Allah SWT juga pernah menegur Nabi Muhammad SAW ketika menyalati mayat Ubay bin Salul, kalangan pencetus munafik, atas seruan anaknya. Allah SWT berfirman dalam surat al-Munafiqun ayat 6 yang artinya:

Sama saja bagi mereka, kau mintakan ampunan bagi mereka atau kau tidak mintakan ampun bagi mereka. Allah SWT tidak mengampuni mereka. Karena gotong royong Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.

Ketika Abu Talib meninggal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak megurusi mayatnya sama sekali. Beliau hanya menyuruh Ali bin Abi Talib untuk mennguburkannya.

Padahal kita tahu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berharap semoga Abu Tallib masuk Islam. Sampai ketika pamannya meninggal dalam kondisi kafir, ia sangat duka dan ingin memohonkan ampun untuk Abu Talib. Terkait insiden ini, Allah menurunkan firman-Nya:

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya engkau tidak sanggup menunjukkan petunjuk kepada orang yang kau cintai, namun Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashas: 56).

Begitu juga dari Ali bin Abi Talib radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika pamannya meninggal, dia tiba melapor kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ عَمَّكَ الشَّيْخَ الضَّالَّ قَدْ مَاتَ

Sesungguhnya pamanmu, si renta yang sesat telah mati.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan,

اذْهَبْ فَوَارِ أَبَاكَ

Segera kuburkan bapakmu.” (HR. Abu Daud 3214 dan Nasai 2006).

Imam Malik rahimahullah mengatakan:

لا يغسل المسلم والده إذا مات الوالد كافرا , ولا يتبعه ، ولا يدخله قبره ، إلا أن يخشى أن يضيع : فيواريه

Seorang muslim tidak boleh memandikan ayahnya, jikalau ayahnya mati kafir, tidak boleh mengiringi mayatnya, dan tidak boleh pula memasukkannya ke kuburan. Kecuali jikalau dia khawatir mayitnya tidak terurus, maka dia boleh menguburkannya.” (al-Mudawanah, 1:261).

Dalam Syarah Muntaha al-Iradat dijelaskan maksud Imam Malik di atas,

ولا يغسّل مسلم كافرا  للنهي عن موالاة الكفار ، ولأن فيه تعظيما وتطهيرا له ، فلم يجز ؛ كالصلاة عليه

Orang muslim tidak boleh memandikan orang kafir”, sebab adanya larangan untuk menunjukkan loyalitas kepada orang kafir. Karena hal itu termasuk mengagungkan dan mensucikannya, sebab itu, perbuatan ini tidak dibolehkan. Sebagaimana tidak boleh menshalati mayatnya.” (Syarh Muntaha al-Iradat, 1:347).

Namun sekali lagi, jikalau kondisinya tidak ada yang membantu dalam proses pengurusan jenazah, bahkan anggota keluarga tidak ada. umat muslim mengulurkan tangan untuk membantu maka hal tersebut tergolong dalam keadaan uzur, dengan catatan tidak mengimani kebenaran kepercayaan dan ibadah non-muslim.

Demikian, Wallahu a’lam.