Keliru Sebut Nama Istri Saat Ijab Qabul, Bagaimana Hukumnya?


Ilustrasi (tribunnews.com)

Terkesan sepele, namun ternyata banyak yang mengalaminya!

Ketika Ijab Qabul dulu, suami keliru menyebut nama istri. Bagaimana aturan akhad nikahnya, haruskah diulang kembali?

Berikut klarifikasi wacana aturan mengenai problem tersebut!

Sebagaimana telah kami rangkum dari konsultasisyariah.com, supaya dapat menjadi tanggapan dari problem serupa.

Seseorang pernah bertanya, "Bagaimana hukumnya suami salah menyebut nama istri dikala akhad nikah, haruskah akhad diulang kembali?"

Untuk memahami problem tersebut, Ustadz Ammi Nur Baits memberikan ada beberapa catatan yang harus difahami. Berikut diantaranya:

Pertama, salah satu syarat nikah ialah ’ta’yin az-zaujain’ memastikan orang yang menjadi pengantin.

Artinya, orang yang menikah harus diketahui dengan pasti, siapa yang menjadi istri dan siapa yang menjadi suami. Sehingga tidak ada lagi kerancuan pada pengantin yang bersangkutan.

Sebagaimana dalam jual beli, barang yang diperjual belikan harus jelas. Masing-masing antara penjual dan pembeli sama-sama tahu barang yang menjadi objek jual beli.

Ibnu Qudamah mengatakan,

من شرط صحة النكاح تعيين الزوجين لأن كل عاقد ومعقود عليه يجب تعيينهما‏,‏ كالمشترى والمبيع

Termasuk syarat nikah ialah ’ta’yin az-zaujain’, alasannya ialah antara pelaksana kesepakatan dan apa yang diakadkan, harus dipastikan keduanya. Sebagaimana pembeli dan barang yang dibeli.

Kedua, ta’yin, upaya memastikan sesuatu, tidak harus dengan menyebutkan nama sesuatu itu.

Itu artinya, dapat juga dilakukan dengan cara lain, contohnya menyebut ciri-cirinya atau dengan aba-aba tunjuk.

Seperti misalnya, kita membeli barang A dan kita tidak tahu namanya, kemudian kita pegang barang itu, dan kita tanyakan ke penjual, ’Berapa?’ Penjual jawab, ’10 ribu’. Lalu kita bayar.

Kita memegang barang tersebut ini sudah termasuk ta’yin, memastikan barang yang hendak dibeli.

Dalam pernikahan juga demikian. Ketika suami istri sudah niscaya orangnya, tidak disyaratkan harus menyebut nama. Bisa dengan aba-aba atau keterangan lainnya, yang penting orang yang dimaksud sudah jelas.

Ibnu Qudamah melanjutkan keterangannya,

ثم ينظر فإن كانت المرأة حاضرة‏,‏ فقال‏:‏ زوجتك هذه صح فإن الإشارة تكفى في التعيين فإن زاد على ذلك‏,‏ فقال‏:‏ بنتى هذه أو هذه فلانة كان تأكيدا، وإن كانت غائبة فقال‏:‏ زوجتك بنتى وليس له سواها جاز فإن سماها باسمها مع ذلك‏,‏ كان تأكيدا

Kemudian perlu diperhatikan, jikalau sang istri hadir di daerah akad, kemudian wali mengatakan, ’Aku nikahkah kau dengan ini.’ Status pernikahan sah. Karena aba-aba dapat sebagai ta’yin. Jika wali menambahkan, ’Aku nikahkah kau dengan putriku yang ini’ atau ’dengan putriku yang berjulukan si x’, suplemen ini semakin menguatkan.

Dan jikalau pengantin perempuan tidak ada di tempat, kemudian si wali mengatakan, ’Aku nikahkan kau dengan putriku’ dan si wali hanya mempunyai satu anak perempuan, maka nikahnya sah. Jika si wali menyebut nama anaknya, ini sebagai penguat.

Ketiga, jikalau ada unsur ketidak jelasan, maka butuh keterangan lain untuk menegaskan siapa orang yang dimaksud.

Misal, seseorang mempunyai dua anak perempuan kembar, si A dan si B. dikala ayahnya menikahkan, beliau mengatakan, ’Aku nikahkah kau dengan putriku.’ Kemudian pengantin lelaki menjawab, ’Aku terima nikahnya dengan mahar sekian.’

Pernikahan semacam ini tidak sah, alasannya ialah belum terperinci perempuan mana yang menjadi istrinya. Karena itu, butuh keterangan suplemen untuk mempertegas, siapakah putri yang dimaksud.

Ibnu Qudamah menjelaskan,

فإن كان له ابنتان أو أكثر فقال‏:‏ زوجتك ابنتى لم يصح حتى يضم إلى ذلك ما تتميز به من اسم أو صفة‏,‏ فيقول‏:‏ زوجتك ابنتى الكبرى أو الوسطى أو الصغرى فإن سماها مع ذلك كان تأكيدا

Jika si wali mempunyai dua anak perempuan atau lebih, kemudian beliau mengatakan, ’Aku nikahkan kau dengan putriku’ maka nikahnya tidak sah, hingga beliau tambahkan nama atau keterangan lain yang membedakan satu anak dengan anak lainnya. Sehingga beliau dapat mengatakan, ’Aku nikahkan kau dengan putrinya yang sulung’ atau ’yang nomor 2’, atau ’yang bungsu.’ Jika beliau menyebut namanya, sifatnya mempertegas.

Beliau juga menjelaskan masalah lain,

لو قال‏:‏ زوجتك ابنتى وله بنات لم يصح حتى يميزها بلفظه

Jika wali mengatakan, ’Aku nikahkan kau dengan putriku’, sementara beliau mempunyai beberapa anak perempuan, nikah tidak sah. Sampai beliau tegaskan anak yang dimaksud dengan ucapannya. [simak semua keterangan Ibnu Qudamah di atas dalam al-Mughni, 7/91].

Kembali Lagi Terkait Suami Salah Menyebut Nama Istri, Bagaimana Hukumnya?

Sebagaimana dijelaskan diatas, menegaskan perempuan yang dinikahkan ini dilakukan oleh pihak wali. Sedangkan pihak suami cukup menjawab ’Saya terima nikahnya’.

Karena itu, jikalau kesalahan penyebutan nama istri ini dari pihak suami, dan itu bentukanya tanggapan (qabul), insyaaAllah tidak menghipnotis ta’yin perempuan yang dimaksud.

Sehingga dengan demikian status pernikahan tetap sah dan tak perlu mengulang ijab kabul kembali.

Wallahu A'lam. Semoga tanggapan diatas bermanfaat untuk Anda.

:
Related Posts