Berikut Macam-Macam Najis Dari Yang Ringan Penyuciannya Sampai Yang Berat


macam macam najis via nyantriyuk.id

Sebenarnya najis bila dibagi berdasarkan pensuciannya hanya ada 2, ringan, sedang dan berat. Namun bagaimana menggolongkan najis-najis ini? Berikut InsyaAllah akan mencerahkan ketidaktahuan kita.

Dalam pandangan Islam, seluruh kehidupan diatur dalam Al Quran. Salah satunya adalah hadits macam macam najis yang berisi firman Allah yang wajib kita tahu dan pahami.

Pada kesempatan ini kami akan membahas tentang macam macam najis dan dalilnya. Arti Najis yaitu setiap benda yang dianggap kotor oleh syariat islam dan wajib dibersihkan lantaran menjadi penghalang bagi seseorang dalam beribadah kepada Allah.

Mensucikan najis merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan ibadah baik itu sholat, thawaf dan lain sebagainya.

Namun, sebelumnya kita harus mengetahui ada berapa macam macam najis yang perlu kita ketahui? Berikut klarifikasi tentang macam macam najis dan cara mensucikannya.


ilustrasi macam macam najis via shecantiq.blogspot.com

1. Mukhaffafah (Ringan)  
Yaitu najis air kencing bayi pria yang belum berumur dua tahun serta hanya mengkonsumsi air susu ibu sebagai makanan pokoknya. Dinamakan mukhaffafah (ringan), lantaran syari’at telah memperlihatkan dispensasi aturan menghilangkan najis tersebut.

Mekanisme menghilangkan najis mukhaffafah, dimulai dengan menghilangkan najis dan sifat-sifatnya serta memercikkan air secara merata terhadap daerah najis, sekira air percikan melebihi ukuran daerah najis, meskipun tidak hingga mengalir.

Air kencing dihukumi, baik berasal dari anak kecil ataupun orang remaja berdasarkan  Hadits Nabi :

تَنَزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ

“Basuhlah air kencing kalian semua lantaran faktor umum siska kubur disebabkan air kencing.” (H.R. Al-Bhukhary)

Lafadh الْبَوْلُ  merupakan lafadh yang ‘amm (umum), yang memperlihatkan keumuman artinya, sesuai dalam kajian ilmu ushûl al-fiqh, bahwa lafadh yang  disertai alال ) yang mempunyai arti jenis akan memperlihatkan arti yang umum. Sementara tidak ada Hadits lain yang mempersempit (takhshish) keumuman Hadits di atas, sehingga Hadits tersebut tetap memperlihatkan kefahaman bahwa semua bentuk air kencing hukumnya yaitu najis.

Namun walaupun semua air kencing hukumnya sama-sama najis, bukan berarti sama dalam prosedur menghilangkannya. Mekanisme menghilangkan najis makhaffafah  lebih mudah, sebagaimana keterangan di atas. Hal ini berdasarkan pada sebuah Hadits mengenai cara mensucikan air kencing anak kecil yang masih dalam masa susuan :

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُنْضَحُ مَنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

“Air kencing bayi wanita dibasuh dan air kencing bayi pria diperciki air.” (H.R. At-Tirmidzy & lainnya)

Dan juga Hadits berikut :

عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ إِلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَأَجْلَسَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ حِجْرِهِ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ.

“Diceritakan dari Ummu Qois bahwa ia tiba menemui Rosulullah. Dengan membawa anak kecil yang tidak mengkonsumsi (selain susu), kemudian ia meletakkan anak kecil tersebut di pangkuan Rosulullah. Setelah dipangku oleh Beliau, anak kecil tersebut kencing di baju Beliau. Kemudian Beliau meminta diambilkan air, dan oleh Beliau air itu dipercikan ke bajunya, tanpa membasuhnya.” (H.R. Al-Bukhary)

Hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhary ini secara tersirat memperlihatkan bahwa najis mukhoffafah hanyalah najis air kencing anak kecil pria yang belum mengkonsumsi makanan pokok selain air susu ibu.

2. Mutawassithah (Sedang)
Najis ini meliputi semua najis, selain najis mukhoffafah dan mugalladhah. Disebut Mutawassithah  (sedang), lantaran syari’at telah memperlihatkan jalan tengah dalam mensucikannya, tidak terlalu ringan atau terlalu berat.

Tidak ada dalil khusus yang menyebutkan kreteria mensucikannya secara utuh, hanya saja Rasulullah pernah menjelaskan cara membasuh air kencing anak kecil wanita yang sangat berbeda dengan cara mensucikan najis air kencing anak kecil laki-laki, sebagaimana disebutkan dalam Hadist di atas. Dan sudah maklum, bahwa air kencing anak pria bukan termasuk najis mukhoffafah atau mugalladhah. Najis mutawassithah  dibagi menjadi dua, yaitu hukmiyyah dan ‘ainiyyah  :

Hukmiyyah   
Apa saja macam macam najis hukmiyah? Yaitu najis yang sudah tidak ada bentuk, warna, aroma dan rasanya. Disebut hukmiyyah, lantaran meskipun tanpa ada bentuk dan sifat-sifat najis, daerah yang terkena najis tetap dihukumi najis.

Mekanisme mensucikanya ialah cukup dengan mengalirkan air hingga air basuhan melebihi ukuran daerah yang terkena najis.

‘Ainiyyah
Apa saja macam macam najis ainiyah? Yaitu najis yang masih mempunyai salah satu dari bentuk, warna,  aroma dan rasanya.

Mekanisme mensucikanya dengan dibasuh air sehingga najis dan sifatnya hilang. Mekanisme mensucikan najis ini berdasarkan Hadits :

جَاءَتْ امْرَأَةٌ إلَى رَسُوْلِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ : إِحْدَانَا يُصِيْبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ ؟ قَالَ تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّيْ فِيْهِ

"Seorang wanita tiba menghadap Rasulullah. Kemudian ia bertanya ;“Baju salah satu dari kami terkena darah haidl. Bagaimana perilaku kami?” Rasulullah . menjawab “ Digosok sekiranya sifat-sifatnya hilang. Setelah itu dibasuh, kemudian gunakanlah baju tersebut untuk shalat”(H.R. Al-Bukhary & Muslim)

3.    Mughalladhah (Berat)
Najis ini yaitu najis yang paling berat dibanding najis yang lain, sesuai dengan namanya. Najis mugholladlah ialah najis anjing, babi dan peranakannya, meskipun peranakan dengan binatang yang suci, menyerupai dengan kambing.

Mekanisme mensucikannya adalah dengan menghilangkan daerah yang terkena najis dari bentuk, dan sifat-sifatnya (warna, bentuk, dan aroma). Setelah itu dibasuh tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu. Rasulullah  bersabda :

إذَاوَلَغَ الْكَلْبُ فِي الْإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

"Ketika anjing menjilati bejana, maka basuhlah tujuhkali dengan dicampuri abu pada awal pembasuhanya." (H.R. Muslim)

Secara teks, Rasulullah  tidak menegaskan bahwa anijing yaitu najis. Namun kalau kita kaji secara mendalam, secara tersirat perintah Beliau untuk membasuh bekas jilatannya mengindikasikan bahwa bekas jilatan terrsebut mustahil dalam kondisi suci, melainkan dalam kondisi najis atau hadats. Sedangkan keberadaan hadats dalam hal ini tidak mungkin. Dengan demikian, perintah pembasuhan tersebut pastilah dikarenakan adanya najis. Pemahaman menyerupai ini didukung Hadits lain :

طُهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

"Sucinya baskom kalian semua saat dijilati anjing yaitu dengan dibasuh tujuh kali, yang pertama dicampuri dengan debu.".(H.R. Muslim)

Hewan babi disamakan dengan anjing dalam hal pembasuhan tujuh kali lantaran mempunyai ciri khas yang sama, yaitu tubuhnya sama-sama najis (najis 'ain), bahkan babi lebih jelek daripada anjing, lantaran babi tidak dilarang untuk dipeihara sama sekali dan sunah dibunuh meskipun tidak berbahaya, dan juga keharaman daging babi sangat tegas disebutkan dalam al-Qur’ân.

Namun berdasarkan imam an-Nawawy, tidak ada dalil yang tegas mengenai aturan najis babi. Pendapat ini berbeda dengan pendapat imam al-Mawardy yang menyampaikan bahwa kenajisan babi secara tegas disebutkan dalam kitab suci. Allah berfirman :

قُلْ لاَ أَجِدُ فِيْ مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوْحًا أَوْ لَحْمَ خِنزيْرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَحِيمٌ

" Katakanlah: "Tiadalah saya peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - lantaran sebetulnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sebetulnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. Al-An'am : 145)

Menurut imam al-Mawardy, lafadh لَحْمَ خِنْزِيْرٍ أَوْ (atau daging babi) yaitu seluruh belahan tubuhnya, bukan dagingnya saja, termasuk majaz mursal, mengucapkan sebagian namun menghendaki keseluruhan. Dengan referensi pemahaman menyerupai ini sanggup disimpulkan, bahwa ayat di atas yaitu dalil yang memperlihatkan kenajisan seluruh badan babi. Hal ini didukung bahwa lafadh رِجْسٌ dalam ayat di atas meskipun secara bahasa hanya diartikan sebagai sesuatu yang menjijikan, namun secara syari'at diartikan sebagai sesuatu yang najis.

Sudah disebutkan dalam awal pembahasan, bahwa cara menghilangkan najis mugalladhah yaitu dengan dibasuh tujuh kali dengan dicampur abu pada salah satu pembasuhan. Hanya saja, dalam dalam hal ini terdapat dua redaksi Hadits yang berbeda. Menurut Hadits riwayat imam Muslim disebutkan :

أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

“Basuhan pertama (dicampur) dengan debu.”

Namun dalam Hadits riwayat imam Abû Dâwûd disebutkan :

السَّابِعَةُ بِالتُّرَابِ

“Basuhan yang ketujuh (dicampur) dengan debu.”

Dalam menghadapi dua redaksi yang kontras ini, ilmu ushul fiqh sangatlah berperan. Dalam kajian ajakan fiqh disebutkan, bahwa saat terjadi pertentangan antara dua dalil dan tidak sanggup dikompromikan, maka kedua dalil tersebut tidak sanggup dipakai anutan dalam memutuskan sebuah hukum, lantaran tidak ada salah satu yang dianggap unggul.


ilustrasi najis mani via pilarbangsa.com

Bagaimana dengan mani, apakah termasuk najis? Apa saja macam macam najis mani?

Mani yaitu cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Mani sanggup keluar dalam keadaan sadar (seperti lantaran bekerjasama suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi basah”).

Keluarnya mani mengakibatkan seseorang harus mandi besar / mandi junub. Hukum air mani yaitu suci dan tidak najis ( berdasarkan pendapat yang terkuat). Apabila pakaian seseorang terkena air mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut bila air maninya masih dalam keadaan basah. Adapun apabila air mani telah mengering, maka cukup dengan mengeriknya saja. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah, dia berkata

“Saya pernah mengerik mani yang sudah kering yang melekat pada pakaian Rasulullah dengan kuku saya.” (HR. Muslim)

Mengetahui macam macam najis dan cara mensucikannya adalah satu ilmu yang mesti diketahui oleh setiap muslim mengingat hal ini merupakan salah satu syarat bagi keabsahan shalat dan ibadah lainnya yang mensyaratkannya.


Nah, itulah klarifikasi perihal macam-macam najis yang sanggup kami sampaikan. Semoga pengetahuan dan wawasan perihal thaharah/bersuci ini bertambah dan Allah SWT meridhoi berguru kita. Mohon maaf bila ada kekurangan atau kesalahan.