Hati-Hati Penyakit Futur, Penyakit Yang Menciptakan Seorang Muslim Jauh Dari Ketaatan


Hati-hati dengan penyakit futur (gambar di lansir dari radiorodja.com)

Pernah kita mencicipi malas beribadah padahal sebelumnya rajin?

Pernahkah mencicipi tidak nikmat dalam ibadah, padahal sebelum khusyu? sehingga ibadah jalan tetap hati tetap gelisah, tidak tenang.

Hati-hatilah dengan penyakit Futur, beriut alasannya ialah terjadina penyakit tersebut dan cara mengobatinya!

Apa itu Penyakit Futur?

Futur yaitu: rasa malas, enggan, dan lamban dalam melaksanakan kebaikan, yang mana sebelumnya seseorang rajin dan bersemangat melakukannya. Futur ialah penyakit yang sering menyerang sebagian hebat ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melaksanakan suatu acara kebaikan.

Di antara sebab-sebab munculnya penyakit futur ialah sebagai berikut :

1). Hilangnya keikhlasan.
2). Lemahnya ilmu Syar’i.
3). Kecintaan hati yang besar kepada dunia dan banyak melupakan akhirat.
4). Fitnah (cobaan) berupa isteri dan anak.
5). Hidup di tengah masyarakat yang rusak.
6). Berteman dengan orang-orang yang mempunyai impian yang lemah dalam meraih kebaikan.
7). Melakukan dosa serta memakan masakan yang haram.
8). Tidak mempunyai tujuan yang terang (baik dalam menuntut ilmu maupun berdakwah).
9). Lemahnya iman.
10). Menyendiri, dan tidak mau bergabung dengan saudara seiman yang lainnya, saling tolong menolong dalam kebaikan.
11). Lemahnya pendidikan (tarbiyyah) imaniyyah.

Kiat Mengobati Penyakit Futur

Dilansir dari muslim.or.id, Allah mentakdirkan adanya penyakit futur, tentulah Allah memperlihatkan obatnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya, “Banyak penuntut ilmu agama yang lemah tekadnya dan futur dalam menuntut ilmu. Sarana apa saja yang sanggup membangkitkan tekad dan semangat dalam menuntut ilmu?“. Beliau menjawab: “Dha’ful himmah (tekad yang lemah) dalam menuntut ilmu agama (Islam) ialah salah satu petaka yang besar. Untuk mengatasi ini ada beberapa hal:

1. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah ‘Azza Wa Jalla dalam menuntut ilmu

Niat dalam melaksanakan suatu perbuatan (yang baik) tentunya harus tulus untuk Allah semata.

Keikhlasan suatu niat sangat kuat pada amalan-amalan yang kita lakukan. Jika seseorang tulus dalam menuntut ilmu, ia akan memahami bahwa amalan menuntut ilmu yang ia lakukan itu akan diganjar pahala. Sebagaimana dalam hadits disampaikan bahwa,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وإنما لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنكحها فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amal itu (tergantung) pada niatnya, dan bergotong-royong sesesorang itu hanya mendapat sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya lantaran Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (dinilai) lantaran Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya lantaran harta dunia yang hendak diraihnya atau lantaran perempuan yanga hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian, dengan mengikhlaskan niat tersebut seseorang akan bearada pada tingkatan yang ketiga dari umat ini, kemudian dengan itu semangatnya pun akan bangkit.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan tolong-menolong dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah sobat yang sebaik-baiknya”. (QS. An Nisa: 69)

2. Selalu bersama dengan teman-teman yang semangat dalam menuntut ilmu

Teman merupakan orang yang sangat kuat pada diri kita. Teman turut membentuk abjad seseorang.

Oleh lantaran itu dalam berteman hendaknya kita menentukan teman-teman yang bisa mengantarkan kepada kebaikan.

Teman-teman yang demikian sanggup membantu kita dalam berdiskusi dan meneliti persoalan agama. Jangan condong untuk meninggalkan kebersamaan bersama mereka selama mereka senantiasa membantu dalam menuntut ilmu.

3. Bersabar, yaitu dikala jiwa mengajak untuk berpaling dari ilmu

Kesabaran akan mengantarkan kita kembali kepada ilmu dan kebaikan-kebaikan. Oleh lantaran itu, hendaknya kita terus berusaha bersabar semoga penyakit futur itu segera hilang.

Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

 “Dan bersabarlah kau tolong-menolong dengan orang-orang yang beribadah kepada Tuhan mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan suplemen kehidupan dunia ini” (QS. Al Kahfi: 28).

Seorang penuntut ilmu dilarang terburu-buru dalam meraih ilmu Syar’i. Menuntut ilmu Syar’i tidak bisa didapatkan dengan kilat atau dikursuskan dalam waktu singkat. Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu ialah panjang dan lama, oleh lantaran itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah semoga tetap istiqamah di atas kebenaran.

Demikian, semoga bermanfaat! Wallahu A'lam.

: