Hukum Meninggalkan Masjid Dikala Khutbah Jum'at Alasannya Yaitu Berbau Orasi Politik, Simak Penjelasannya


Sumber gambar ilustrasi, geotimes.co.id

Walk Out dikala mendengat khutbah ternyata pernah terjadi dizaman Rasulullah.

Sangat disayangkan kalau khutbah yang harusnya berisi pengingat dan motivasi islami untuk pesan yang tersirat sesama muslim namun harus di kotori dengan bahan khutbah yang berbau politik dan ujaran kebencian.


Sudah semakin mendekati tahun-tahun politik terkait dengan pemilu pada tahun depan, banyak kalangan yang sudah mulai mempersiapkan jagoannya masing-masing biar menjadi pemenang pemilu.

Tidak terkceuali seorang ustadz ataupun petugas khotib dikala shalat jumat yang menimbulkan mimbar khutbah sebagai orasi politik yang mengandung ujaran kebencian, melemparkan tuduhan sampai khutban yang berisi fitnah terhadap saudaranya sesama muslim.


Yang menjadi permasalahan dikala ini yaitu apakah diperbolehkan meninggalkan masjid ketika bahan khotib yang berbau politik, sara maupun ujaran kebencian, sehingga lebih menentukan pulang dan menggantinya dengan shalat dhuhur dirumah.

Bagaimana Hukumnya Jika Materi Khotbah Berbau Politik ?

Praktik meninggalkan khotbah Jumat semacam ini pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Bahkan ketika itu, Rasulullah SAW sendiri yang menjadi khatibnya sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim berikut ini.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَجَاءَتْ عِيرٌ مِنْ الشَّامِ فَانْفَتَلَ النَّاسُ إِلَيْهَا حَتَّى لَمْ يَبْقَ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا

Artinya, “ Dari Jabir bin Abdillah RA bahwa Nabi Muhammad SAW berkhutbah dalam posisi bangkit pada hari Jumat, kemudian tiba rombongan saudagar berkendaraan unta dari Syam, kemudian sebagian besar jamaah Jumat berpaling menyongsongnya sampai tidak ada yang tersisa kecuali dua belas jamaah laki-laki,” (HR Muslim).


Dari hadits ini, diskusi ulama tertuju pada jumlah jamaah shalat Jumat dan praktik walk out oleh sebagian jamaah dikala khotbah Jumat berlangsung.

:

  1. Peristiwa Menakjubkan Menjelang Kelahiran Rasulullah, 12 Kejadian Ini Menjadi Bukti Rasulullah Begitu Mulia
  2. Menjelang Sakaratul Maut, Ini Tanda-tanda Medis yang Akan Muncul Tapi Malah Diabaikan


Kedua persoalan ini kemudian menentukan keabsahan shalat Jumat sebagaimana keterangan Mazhab Syafi‘i yang memandang kehadiran jamaah dengan bilangan tertentu sebagai syarat berlakunya sebuah rangkaian ibadah Jumat.

وَلَوْ انْفَضَّ الْأَرْبَعُونَ أَوْ بَعْضُهُمْ فِي الْخُطْبَةِ لَمْ يُحْسَبْ الْمَفْعُولُ فِي غَيْبَتِهِمْ

Artinya, “Kalau 40 orang atau sebagiannya memisahkan diri dikala khotbah, maka rukun yang sedang dilakukan tidak masuk hitungan dikala mereka absen,” (Lihat Imam An-Nawawi, Minhajut Thalibin pada Hamisy Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfazil Minhaj, [Beirut, Darul Makrifah: 1997 M/1418 H], cetakan pertama, juz I, halaman 423).

Ini Sikap Jamaah Jika Khutbah Jum'at Berisi Orasi Politik atau Ujaran Kebencian

Seharusnya, jamaah yang walk out menahan diri untuk bertahan meskipun khotib mengotori sakralitas mimbar khotbah Jumat alasannya yaitu ibadah Jumat merupakan kewajiban yang sangat istimewa.

Sementara para khotib seharusnya menahan diri untuk membatasi diri pada tujuan mimbar khotbah untuk memberikan ketakwaan belaka atau riwayat yang menginspirasi dan tidak menyalahgunakannya untuk memberikan aspirasi politik pribadi atau kelompok tertentu.

Selain membatasi durasi khotbah, pihak pengurus atau takmir masjid perlu menciptakan sejumlah tata tertib untuk para khotib Jumat, tidak segan menegur khotib sesudah shalat Jumat, dan memperlihatkan hukuman "pemberhentian" bila perlu.

Semoga bermanfaat.