Jangan Mentang-Mentang Istri Bukan Pembantu, Lalu Nusyuz! Dosanya Sungguh Berat


Gambar ilustrasi (twitter.com)

Wahai para Istri, Anda memang bukan pembantu...

Tapi jangan jadikan hal tersebut sebagai alasan untuk istri bermalas-malasan, apalagi hingga tak mentaati perkataan suami.

Ingatlah, Istri yang nusyuz dosanya sungguh berat!!

Apakah benar sebetulnya pekerjaan rumah menyerupai memasak dan mencuci dan selainnya bukan merupakan kewajiban atas seorang istri di rumah?

Dan pelayanannya terhadap suaminya yaitu semata-mata yaitu lantaran perbuatan baiknya terhadap suami?

Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan, memang merupakan pendapat sebagian andal fikih. Akan tetapi pendapat ini marjuh (lemah). Ini dikarenakan dua hal:

Pertama, Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وعَاشِرُوْهُنَّ بِالمَعْرُوْف

Dan pergaulilah mereka (istri-istri kalian) dengan cara yang ma’ruf” (QS An Nisaa’:19)

Dan firman-Nya

وَلَهٌنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْف

Dan hak mereka semisal kewajiban mereka dengan cara yang ma’ruf” (QS Al Baqoroh: 228)

Dan yang dimaksud dengan ‘urf dalam ayat-ayat ini, yaitu sesuatu yang dikenal dan berlaku di kebiasaan masyarakat muslimin dan tidak bertentangan dengan syariat Allah subhanahu wa ta’ala.

Maka wajib atas seorang istri untuk mempergauli suaminya sebagaimana yang berlaku dalam kebiasaan masyarakat selama tidak menyelisihi syariat Allah.

Dan telah ada kebiasaan yang berlaku di masyarakat muslim dahulu dan kini sebetulnya istri melayani suaminya. Dan seorang perempuan hanya sanggup melayani suaminya dengan tepat di dalam rumahnya.

Bagaimana sanggup pergaulan suami istri sanggup baik dan sesuai dengan ‘urf kecuali dengan pelayanan istri kepada suaminya?

Maka kedua ayat di atas yaitu dalil yang memperlihatkan sebetulnya wajib atas seorang istri wajib memperlakukan dan mempergauli suaminya dengan kebiasaan yang berlaku di masyarakat tanpa meremehkan atau berlebih-lebihan dalam perkara ini.

Dan telah kami sebutkan sebetulnya kebiasaan yang ada semenjak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga ketika ini yaitu seorang istri melayani suaminya.

Kedua, sebetulnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para istri biar taat kepada suami mereka.

Dan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan hal ini dengan sabda Beliau,

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ

Seandainya saya memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu saya akan memerintah para perempuan untuk sujud pada suaminya lantaran Allah telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri” (HR. Abu Daud no. 2140, Tirmidzi no. 1159, Ibnu Majah no. 1852 dan Ahmad 4: 381. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih)

Ketaatan seorang istri pada suami termasuk alasannya yaitu yang menyebabkannya masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

Jika seorang perempuan selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada perempuan yang mempunyai sifat mulia ini, “Masuklah dalam nirwana melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyampaikan bahwa hadits ini shahih)

Dan apabila suami memerintahkan sesuatu kepada istri dan sang istri menolaknya sehingga menciptakan murka sang suami, maka akan murka pula para malaikat rahmat.

Maka kalau suami memerintahkan kepada istri untuk melayaninya, wajib atas istri untuk menurutinya.

Ini merupakan aturan syar’i dan inilah pendapat secara umum dikuasai ulama dan inilah yang benar. Dan dikecualikan dari perkara ini satu kondisi di mana pada suatu adab kebiasaan masyarakat tertentu, yang disana biasanya istri tidak melayani para suami. Maka ini pengecualian.

Sebagai contoh: Kebiasaan istri di Indonesia yaitu mengurus rumah tangga,  maka wajib bagi istri mengurus rumah tangga.

Begitu pula sebaliknya, jika kebiasaan di Arab istri tak mengurus rumah tangga, maka tak wajib baginya.

Istri 'Nuhyuz' Dosanya Sungguh Berat

Dilansir dari Rumasho.com, Nusyuz secara bahasa berarti daerah yang tinggi (menonjol). Sedangkan secara istilah nusyuz berarti istri durhaka kepada suami dalam perkara ketaatan pada suami yang Allah wajibkan, dan pembangkangan ini telah menonjol.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Nusyuz yaitu meninggalkan perintah suami, menentangnya dan membencinya” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4: 24).

Ulama Hanafiyah beropini bahwa yang dimaksud nusyuz yaitu perempuan keluar dari rumah suaminya tanpa ada alasan yang benar.

Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah beropini bahwa nusyuz yaitu keluarnya perempuan dari ketaatan yang wajib kepada suami. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 40: 284). Ringkasnya, nusyuz yaitu istri tidak lagi menjalankan kewajiban-kewajibannya.

Nusyuz perempuan pada suami yaitu haram.

Karena perempuan nusyuz yang tidak lagi mempedulikan nasehat, maka suami boleh memperlihatkan hukuman.

Dan tidaklah eksekusi ini diberikan melainkan lantaran melaksanakan yang haram atau meninggalkan yang wajib. Mengenai eksekusi yang dimaksud disebutkan dalam ayat,

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Wanita-wanita yang kau khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di daerah tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian kalau mereka mentaatimu, maka janganlah kau mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’: 34).

Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz IV, halaman 106, mendefinisikan nusyuz dengan redaksi berikut:

ونشوز المرأة: عصيانها زوجها، وتعاليها عمّا أوجب الله عليها من طاعته…ونشوز المرأة حرام، وهو كبيرة من الكبائر

Artinya: “Nusyuz-nya seorang perempuan ialah perilaku durhaka yang ditampakkannya di hadapan suami dengan jalan tidak melaksanakan apa yang Allah wajibkan padanya, yakni taat terhadap suami… nusyuz-nya perempuan ini hukumnya haram, dan merupakan satu dari beberapa dosa besar.

Selain haram, nusyuz juga menjadikan konsekuensi aturan berupa terputusnya nafkah.

Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Qasim dalam Fathul Qarib (Surabaya: Kharisma, 2000), halaman 239:

ويسقط بالنشوز قسمُها ونفقتها

Artinya: “Ada dua hal yang sanggup gugur akhir nusyuz, yakni hak gilir dan hak mendapat nafkah”.

Lebih lanjut, dalam lanjutan teks di kitab al-Fiqh al-Manhaji dijelaskan bahwa seorang perempuan akan dianggap nusyuz apabila ia keluar rumah dan bepergian tanpa seizin suami, tidak membukakan pintu bagi suami yang hendak masuk, dan menolak undangan suami untuk bekerjasama suami-istri padahal ia tidak sedang uzur menyerupai sakit atau lainnya, atau ketika suami menginginkannya namun ia sibuk dengan hajatnya sendiri, dan lainnya.

Demikian, Wallahu A'lam.