Presiden Yayasan Autisma Indonesia: Gadget Dan Makanan Tak Sehat Picu Autisme Pada Anak



Bahaya Jika Anak Anda Selalu Menggunakan Smartphone Sejak Dini (youtube.com)

Ngeri ya bun...

Begitulah adanya yang diungkapkan dr Melly Budhiman, SpKJ, presiden dari Yayasan Autisma Indonesia.

Selain faktor keturunan, penggunaan gadget serta proteksi makanan yang mengandung materi ibarat pewarna, perasa, vitsin dll bisa picu autisme pada anak.

Berikut penuturan lengkap dia yang wajib orang bau tanah simak!

Autisme atau autism spectrum disorder merupakan kelainan neurologis dan perkembangan yang kerap dimulai semenjak kecil dan bertahan seumur hidup.

Pada autisme, selain faktor keturunan atau genetik, lingkungan juga berperan besar. Misalnya ibarat paparan gadget semenjak kecil dan makanan yang tidak sehat.

Dr. Melly Budhiman, SpKJ, presiden dari Yayasan Autisma Indonesia menjelaskan bahwa otak belum dewasa pada usia 0-5 tahun berada dalam periode perkembangan emas atau golden period of development.

Melihat fenomena banyaknya orang bau tanah yang memperbolehkan anak-anaknya bermain gadget semenjak usia kecil bahkan bayi, dr Melly menyebut bisa memicu autisme pada sang anak.

"Otak anak ketika di atas 5 tahun masih berkembang, namun melambat. Sekarang, yang beratnya itu anak bayi udah dikasih gadget, udah nonton YouTube. Setiap anak itu berkembang harus berguru dari lingkungan. Dia harus menggandakan lingkungan, harus interaksi dengan lingkungan, tapi jika dikasih gadget? Makara terlalu fokus, tidak mau diganggu, nah di situ perkembangan dia jadi berhenti," terangnya ketika ditemui di sela konferensi pers ASEAN Autism Games 2018, Jumat (19/10/2018).

Dr Melly menyebut orang bau tanah tersebut sebagai dua mata pisau

Ia menceritakan pernah menanyai seorang ibu yang menawarkan gadget pada anaknya yang masih berusia belum genap setahun, dengan alasan tanpa pengasuh sehingga gadget membantunya bisa bekerja dan anak menjadi tenang. Atau ada juga seorang ibu yang menawarkan gadget biar anaknya mau makan, namun malah jadi kebablasan sampai ia besar.

Faktor lingkungan selain gadget, yaitu proteksi makanan yang tidak sehat

Makanan yang banyak mengandung zat-zat kimia ibarat vetsin, pewarna, perasa, pengawet dan esens sanggup menjadi racun bagi otak.

Kemudian lingkungan yang semakin kotor, ibarat contohnya maritim menjadi buangan limbah memgandung merkuri yang balasannya mencemari ikan yang bisa jadi akan menjadi makanan anak-anak.

"Jadi anak kecil udah dijejelin kimia yang bersama-sama racun otak. Merkuri yaitu racun otak nomer satu di dunia. dunia ini makin kotor juga," imbuhnya, ibarat dilansir dari detikHealth.com.

Ia mencatat, bahwa tak hanya belum dewasa yang memang telah mempunyai kelemahan genetik yang sanggup terpicu autisme lebih cepat.

Oleh alasannya yaitu itu penting bagi para orang bau tanah untuk teredukasi dan peka apabila sang anak memperlihatkan gejala-gejala autisme.

:

Tanda Awal Autisme

Pada bayi, biasanya ditunjukkan lewat tidak adanya tatap mata. Di usia dua bulan bayi sudah mulai bisa menatap mata ibunya dan tersenyum, sementara pada bayi dengan autisme justru matanya 'jelalatan' atau tidak fokus. Lalu tidak merespon apabila diajak bergurau dan mengobrol, mulut wajah kurang hidup.

Jika sudah besar, umumnya akan menjadi hiperaktif, susah diajak mengobrol dan cenderung menentang.

Akan tetapi di sisi lain, dr Melly juga mengungkapkan rasa bahagia alasannya yaitu masih cukup banyak orang bau tanah yang lekas memeriksakan anaknya yang memperlihatkan gejala-gejala autisme.

Hal ini tentu bisa berdampak besar bahkan bisa menarik kemungkinan anak tersebut akan tumbuh autis apabila telah diterapi semenjak sangat dini.

"Ada satu setengah tahun anaknya sudah dibawa untuk diperiksakan. Saya paling seneng, berarti ortunya sudah aware dengan tanda-tanda gejala autisme," katanya.

Tahun ini, Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah bagi ASEAN Autism Games 2018. Dalam perhelatan ini nyaris 200 penyandang autisme dari negara-negara di Asia Tenggara akan bertanding dalam lomba olahraga lari, renang, dan permainan-permainan tradisional Indonesia.

"Supaya masyarakat itu melihat jika anak anak ini diberi kesempatan, diterima, diberi support, mereka itu bisa. (Penyandang autisme) memang proses berpikirnya berbeda, cara mengemukakan emosi juga berbeda. Kebanyakan mereka juga tidak bisa mengekspresikan pikirannya. Tapi mereka itu sama," tandas dr Melly.