Sempat Terendam Lumpur Sampai 3 Jam, Ibarat Ini Usaha Berat Rozi Sampai Selamat Dari Reruntuhan Gempa


Image from tribunnews.com

Gempa tsunami Palu begitu menggores sedih yang dalam

Ada satu kisah luar biasa, yang dialami warga Palu. Rozi, bertahan hidup dalam rendaman lumpur selama 3 jam.

Jika mendengar penuturannya rasanya tidak besar lengan berkuasa hati ini...


Fahrurrozi atau Rozi (30) bernafas lega begitu kakinya menginjak tanah kelahiran di Kabupaten Batang.

Ia bersama 12 warga Batang lainnya tiba di kabupatan itu dan disambut hangat Bupati Wihaji, Minggu (7/10/2018) subuh, sehabis selamat dari gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng).

Seperti biasa, Rozi bercerita, waktu sore selesai kerja menjadi buruh bangunan di Kampung Petobo, Palu, Sulteng, pada Jumat (28/9/2018) lalu, para pekerja antre untuk mandi, termasuk dirinya.

Seperti yang dikuti dari tribunnews.com, dikala insiden gempa itu, ia masih antre mandi. Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan, dan menyerupai guyuran hujan.

Kemudian terlihat pohon-pohon bertumbangan disertai lumpur yang eksklusif menyeret semua benda dengan begitu cepatnya.

Belakangan diketahui lumpur yang tiba-tiba muncul itu merupakan insiden likuifaksi, atau hilangnya daya dukung tanah, sebagai efek gempa besar mencapai 7,4 Skala Ritcher yang terjadi di wilayah Sigit Purnomo Syamsuddin Said itu.

"Saya pun tak luput dari seretan lumpur yang bergerak kuat. Saat itu saya berusaha lari, tetapi tak kuasa, sebab badan terseret lumpur," tutur Rozi, berusaha menahan tangis meski air mata tak terbendung.

Rozi warga Desa Sukomangli, Kecamatan Reban Kabupaten Batang terseret lumpur sejauh 1 kilometer.

Ia terendam lumpur yang hanya menyisakan kepingan kepalanya.

Tubuh tak sanggup bergerak terhimpit dahsyatnya lumpur. Kondisi demikian dilaluinya selama tiga jam di lokasi kejadian. Kondisinya gelap dan mencekam.

Hampir seluruh badan Rozi terendam lumpur dan terus terseret entah ke mana.

Beruntung dikala itu kepala masih sanggup mendongak tak terendam lumpur gerak.

Ia menyadari tubuhnya terus terseret lumpur hitam itu. Kepala masih di atas permukaan.

Entah terbentur apa saja tubuhnya dalam lumpur.

Ia tak sanggup melawan kekuatan gerak lumpur itu. Selama tiga jam tak berkutik, mengikuti lumpur ke mana bergerak dan bergeser.



Sambil mengumpulkan sisa-sisa tenaga dan melihat keadaan sekitar, dikala dirasa kondisi sudah lebih tenang, Rozi mencoba keluar dari himpitan jeratan lumpur dan merangkak menyelamatkan diri dalam suasana yang sangat gelap.

"Saya sempat pasrah sambil terus berdzikir di dalam hati dalam keadaan karam dan terendam selama sekitar tiga jam, dan balasannya berhasil keluar. Karena lelah, saya hanya sanggup merangkak ke lokasi yang lebih kondusif dan balasannya ditemukan relawan," tuturnya.

:

Trauma

Cerita lain tiba dari Nasoha (54), warga Desa Sukomangli, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang.

Meski lega sanggup kembali ke daerah asalnya, ia masih merasa stress berat dan masih sering deg-degan kalau teringat, dan enggan melihat berita-berita di televisi mengenai musibah yang merenggut ribuan korban jiwa itu.

Saat kejadian, Nasoha sedang menunaikan ibadah Salat Magrib di musala sekitar tempatnya bekerja.

Masih jalan rakaat pertama, tiba-tiba terasa guncangan andal akhir gempa yang menciptakan ia dan para jemaah lain impulsif membatalkan ibadah dan berlari.

"Saat itu saya sedang Salat Magrib, masih rakaat pertama, dan tiba-tiba guncangan keras sangat terasa, alhasil saya impulsif lari, ternyata jemaah lain juga ikut lari dari musala," tuturnya.

Karena berada di lokasi tinggi atau di wilayah pegunungan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pria yang bekerja hampir dua bulan sebagai buruh bangunan sebuah proyek perumahan itu melihat eksklusif bagaimana tsunami menerjang dan eksklusif menggulung Donggala.

Saat berlari keluar dari musala itu, Nasoha sudah melihat rumah-rumah di sekitar ambruk dikala gempa.

Tak usang terdengar bunyi ledakan dan guyuran air yang sangat keras menyerupai hujan yang sangat deras.

"Di situasi menyerupai itu saya galau mau lari ke mana. Dari ketinggian saya berada melihat dengan terperinci bagaimana dahsyatnya air ombak yang besar dengan cepat eksklusif merusak dan menyeret rumah yang berada di pesisir pantai," tuturnya.

Saat bercerita, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Saat itu badan saya lemas dan hanya sanggup berdzikir. Tak terpikir kalau saya harus menyaksikan insiden yang sangat mengerikan itu," ujarnya.

Belum Mau Pulang

Sementara itu, sebanyak 34 warga Kabupaten Batang tercatat bekerja sebagai buruh bangunan di Sulteng yang tersebar di Siggi, Palu, dan Donggala.

Dari jumlah itu, 13 orang sudah dipulangkan, satu orang hilang, satu orang meninggal dan dikubur di lokasi bencana, sisanya masih di lokasi pengungsian dan belum mau dipulangkan.

Pemulangan 13 warga Batang itu dilakukan memakai pesawat Hercules dari Bandara Mutiara Sis Aljufri Sulteng menuju Lanud Sultan Hasanudin Makasar.

Dilanjutkan penerbangan ke Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta Timur, dan dilanjutkan lagi dengan jalur darat dijemput personel Pemkab Batang memakai mobil.

Sebanyak 13 warga yang dipulangkan itu semuanya berasal dari Kecamatan Reban.

Wajah-wajah mereka tampak sedih, tetapi berusaha tetap tersenyum sebab sudah tiba di Batang dengan penuh harapan, meski tak dipungkiri mereka masih tampak stress berat atas apa yang dialami.

Bupati Batang Wihaji yang menyambut kedatangan warganya korban peristiwa di Sulteng itu di rumah dinasnya, mengatakan, dari laporan yang masuk tercatat ada tiga kelompok warga Batang di Sulteng.

Tiap kelompok tercatat dengan jumlah yang berbeda, ialah sembilan orang, 10 orang, dan 15 orang, sehingga totalnya ada 34 orang.

"Sebanyak 34 orang itu bekerja sebagai buruh bangunan, yang tersebar di Siggi, Palu dan Donggala.

Satu orang tercatat meninggal, dan satu orang hilang atas nama Mudi belum ketemu," tuturnya.

Wihaji menyatakan, sebanyak 13 korban yang dipulangkan itu akan menerima pemantauan dan pendampingan dari puskesmas tiap kecamatan untuk penanganan pasca-trauma.

"Kami akan dampingi dan pantau perkembangannya, sebab saya lihat dari psikisnya tampak ketakutan dan trauma," ucapnya.