Tradisi Jawa Membuang Ayam Di Jembatan Dikala Ada Pernikahan, Dianggap Syirik?

Image from beritabali.com


Tradisi unik orang Jawa kalau ada mantenan (pernikahan) niscaya membuang ayam di jembatan. 

Apakah tradisi semacam ini apa sanggup dianggap syirik? Simak klarifikasi berikut semoga tak terjadi salah pemahaman.. untuk meluruskan iman kita...

Di tanah jawa  dominan penduduknya ialah beragama Hindu dan Budha sehingga orang jawa zaman dahulu terpengaruh oleh kepercayaan dan cara berpikir mereka. Hingga hingga kini pun masih mempercayai bahwa benda-benda mati mempunyai kekuatan ghaib.

Masyarakat jawa mempercayai wacana adanya ruh yang ada pada tumbuhan atau hewan. Dan sampaii kini masyarakat jawa belum mencicipi kemantapan dikala menjalankan agama islam tanpa dibarengi dengan nilai-nilai atau kepercayaan yang telah didapat dari nenek moyangnya.

Seperti dikala ada pengantin yang mendapat suami/istri luar kota dan dikala perjalanan menuju kerumah besan melewati jembatan maka harus membuang ayam. Kata harus berdasarkan pandangan islam ialah tidak diharuskan (di wajibkan) alasannya ialah tidak ada dalil dari Al-Qur’an atau Hadits yang mengharuskan atau menjadi persyaratan wacana hal tersebut.

Karena kepercayaan yang sudah menempel pada diri mereka maka hal tersebut (membuang ayam) sudah menjadi tradisi bagi orang jawa, bila tidak membuang ayam di jembatan akan terjadi suatu hal yang tidak dinginkan dalam perjalanannya. Seharusnya tidak akan terjadi apa-apa bila kita meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi itu alasannya ialah kehendak Allah bukan alasannya ialah hal-hal semacam itu.

Seperti yang dikuti dari pgmickudus.blogspot.com, membuang ayam dikala ada manten (acara pernikahan) yang melewati jembatan itu tidak ada dalam aturan islam. Tetapi alasannya ialah menghormati orang-orang Hindu jadi kegiatan membuang ayam di jembatan itu usang kelamaan menjadi tradisi orang jawa.

Orang jawa menganggap bahwa dikala membuang ayam itu akan menjadi syarat sebagai keselamatan atau supaya tidak terjadi apa-apa dalam perjalanannya menuju ke daerah si besan. Karena sugesti sudah masuk dalam fikiran maka hal tersebut dipercayai begitu saja.

Seperti rujukan dikala mau ujian nasional mendatangi orang pintar atau kyai dan meminta do’a supaya mengerjakan ujian sanggup dengan mudah, kemudian sang kyai tersebut memberi do’a di dalam pencil yang akan dipakai untuk ujian supaya sanggup mengerjakan soal-soal ujian dengan mudah.

Tindakan menyerupai itu ialah salah. Bukan pencil itu yang menciptakan gampang dalam mengerjakan soal ujian. Tapi alasannya ialah beliau mantap dan meyakini bahwa pencil tersebut ada do’anya maka beliau sanggup mengerjakan.

Sebetulnya itu tidak dibenarkan dalam aturan islam. Karena sugesti sudah memasuki alam bawah sadar hal tersebut diyakini begitu saja.

Kembali lagi pada tradisi pembuangan ayam di jembatan, bila membuang ayam tanpa ada yang menemukan ayam tersebut maka itu sanggup menjadi mubadzir dan sanggup menyiksa ayam yang telah di buang tadi.

Maka lebih baik ayam itu di berikan kepada seseorang yang ada di situ tanpa disadari itu akan menjadi shodaqoh.

:

Perkara tersebut bukan termasuk dalam aturan syarak melainkan menjadi aturan adat. Seperti rujukan diadakannya tahlilan pada 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari orang yang sudah meninggal dunia.

Hal tersebut  bila dihilangkan maka akan mengakibatkan cemoohan bagi ashabul musibah, alasannya ialah tidak mengadakan tahlilan. Maka hal tersebut diperbolehkan supaya tidak terjadi unsur kekeliruan atau hal-hal yang sanggup mengantarkan hingga kepada ghibah.

Tidak ada aturan syarak yang mengharuskan membuang ayam di jembatan dikala ada pengantin yang mendapat orang luar kota dan melewati  jembatan maka harus membuang ayam.

Jika di cari dalil dari Al-Qur’an maupun hadits tidak ditemukan alasannya ialah tidak ada yang menjelaskan wacana hal tersebut, itu bukan termasuk aturan syarak, melainkan aturan adat. Asalkan aturan susila tidak bertentangan dengan aturan syarak sah sah saja melaksanakan hal itu.

Akan tetapi membuang ayam itu sanggup menjadi unsur shodaqah bila dikala membuang ayam itu ditemukan oleh seseorang atau diberikan kepada seseorang.

Dan sanggup dihukumi haram dikala orang yang membuang ayam  tadi mengikat kaki ayam dengan alasan supaya ayam itu tidak lari dan sanggup ditarik kembali oleh orang yang membuang tadi.

Yang dihukumi haram (berdosa) ialah perbuatan orangnya (yang mengikat kaki ayam kemudian menarik kembali ayam tersebut) bukan alasannya ialah ayam yang dibuang (di lempar) alasannya ialah hal semacam itu menyiksa hewan.

Diluar dari aturan susila sanggup menjadi unshur shodaqah. Sesuai dengan hadits ”ashodaqotu tadfa’uminal balak”.

Nilai-nilai yang terkandung dalam islam ialah dengan adanya tradisi pembuangan ayam sanggup dijadikan sebagai unsur shodaqoh, dan juga sanggup diambil hikmahnya bahwa kita sebagai generasi masa depan harus dihentikan meyakini bahwa binatang tumbuhan ataupun benda-benda mati mempunyai ruh atau kekuatan ghaib.

Wallahu a'lam.