3 Alasan Ibadah Dengan Sederhana Itu Lebih Baik Berdasarkan Hadist


Gambar ilustrasi dilansir dari hisbah.net

Tidak perlu berlebihan dalam ibadah...

Karena sejatinya, ibadah dengan sederhana itu lebih baik berdasarkan hadist Rasulullah Saw.

Berikut 3 alasannya!

Setiap muslim wajib bersemangat dalam melaksanakan ibadah, namun jangan hingga hal tersebut menjadi berlebihan.

Karena sejatinya kalau seseorang berlebih-lebihan dalam ibadah, ia tidak sanggup menggapai tujuan ibadah tersebut.

Berikut tiga alasan mengapa sederhana dalam ibadah tetap lebih baik. Sebagaiman disebutkan dalam banyak sekali hadist.

1. Shalat Malam dalam Keadaan Mengantuk

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبَّ نَفْسَهُ

Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena kalau salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 212 dan Muslim, no. 786).

Faedah Hadits

Ibnu Hajar memperlihatkan faedah untuk hadits di atas, “Hadits di atas menuntun kita untuk khusyu’ dalam shalat dan menghadirkan hati ketika melaksanakan ibadah. Hadits tersebut juga mengajarkan untuk menjauhi setiap yang dimakruhkan dalam shalat. Juga bolehnya berdoa dengan doa apa pun tanpa mesti mengkhususkan dengan doa tertentu.” (Fath Al-Bari, 1:315)

Imam Nawawi juga menjelaskan, “Hadits di atas mengandung beberapa faedah. Di antaranya, dorongan semoga khusyu’ dalam shalat dan hendaknya tetap terus semangat dalam melaksanakan ibadah.

Hendaklah yang dalam keadaan ngantuk untuk tidur terlebih dahulu supaya menghilangkan kantuk tersebut. Kalau dilihat ini berlaku umum untuk shalat wajib maupun shalat sunnah, baik shalat tersebut dilakukan di malam maupun siang hari.

Inilah pendapat madzhab Syafi’i dan jumhur (mayoritas) ulama. Akan tetapi shalat wajib jangan hingga dikerjakan keluar dari waktunya. Al-Qadhi ‘Iyadh berkata bahwa Imam Malik dan sekelompok ulama memaksudkan hadits tersebut yaitu untuk shalat malam. Karena shalat malam dipastikan diserang kantuk, umumnya ibarat itu.” (Syarh Shahih Muslim, 6:67-68).

Dilansir dari Rumaysho.com, Syaikh Musthafa Al-Bugha menyatakan bahwa hadits di atas menjelaskan terlarangnya memaksakan diri dalam ibadah dan bersikap berlebih-lebihan.

Jika seseorang berlebih-lebihan dalam ibadah, ia tidak sanggup menggapai tujuan, malah sanggup yang sebaliknya, yaitu mendapat dosa. (Nuzhah Al-Muttaqin, hlm. 88)

2. Berubah Sedikit Demi Sedikit

عَنْ حَنْظَلَةَ الأُسَيِّدِىِّ قَالَ – وَكَانَ مِنْ كُتَّابِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ – لَقِيَنِى أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ كَيْفَ أَنْتَ يَا حَنْظَلَةُ قَالَ قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ مَا تَقُولُ قَالَ قُلْتُ نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْىَ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ فَنَسِينَا كَثِيرًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ فَوَاللَّهِ إِنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا. فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قُلْتُ نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَمَا ذَاكَ ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ حَتَّى كَأَنَّا رَأْىَ عَيْنٍ فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ عَافَسْنَا الأَزْوَاجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ نَسِينَا كَثِيرًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِى وَفِى الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِى طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً ». ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

Dari Hanzholah Al-Usayyidiy -beliau yaitu di antara juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ia berkata, “Abu Bakr pernah menemuiku, kemudian ia berkata padaku, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzhalah?” Aku menjawab, “Hanzhalah sekarang telah jadi munafik.” Abu Bakr berkata, “Subhanallah, apa yang engkau katakan?” Aku menjawab, “Kami kalau berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami teringat neraka dan nirwana sampai-sampai kami ibarat melihatnya di hadapan kami. Namun ketika kami keluar dari majelis Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami bergaul dengan istri dan bawah umur kami, sibuk dengan banyak sekali urusan, kami pun jadi banyak lupa.” Abu Bakr pun menjawab, “Kami pun begitu.”

Kemudian saya dan Abu Bakr pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian saya berkata, “Wahai Rasulullah, kalau kami berada di sisimu, kami akan selalu teringat pada neraka dan nirwana sampai-sampai seakan-akan nirwana dan neraka itu benar-benar positif di depan kami. Namun kalau kami meninggalkan majelismu, maka kami tersibukkan dengan istri, anak dan pekerjaan kami, sehingga kami pun banyak lupa.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya kalian mau kontinu dalam bersedekah sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, maka pasti para malaikat akan menjabat tangan kalian di daerah tidurmu dan di jalan. Namun Hanzhalah, lakukanlah sesaat demi sesaat.” Beliau mengulanginya hingga tiga kali. (HR. Muslim, no. 2750).

Faedah Hadits

1. Dianjurkan bertanya pada saudara kita sesama muslim mengenai keadaannya.

2. Sudah sepantasnya bagi seseorang untuk mendekatkan dirinya pada Allah dan bersungguh-sungguh dalam ibadah.

3. Boleh mengucapkan “subhanallah” alasannya takjub pada sesuatu.

4. Seorang yang pandai hendaklah mendorong yang didakwahi untuk selalu memperhatikan hatinya dan bagaimana cara memenejnya.

5. Terlalu tersibukkan dengan dunia benar-benar akan menciptakan kita lupa akan alam akhirat. Namun siapa yang sanggup memenej hatinya dan tidak terlalu tersibukkan dengan kenikmatan dunia, maka dialah yang nanti akan selamat.

6. Keadaan hati insan sanggup berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain.

7. Manusia tidak sanggup melihat malaikat dalam wujud aslinya di dunia.

8. Kontinu dalam bersedekah menjadi sifat para malaikat dan sifat ini yaitu sifat yang terpuji.

9. Hendaklah setiap muslim pandai membagi waktunya, yaitu ada waktu untuk bermunajat dengan Allah, ada waktu untuk mengintrospeksi diri, ada waktu yang dipakai untuk merenungkan nikmat Allah, juga waktu untuk mengurus hajat makan dan minumnya.

10. Islam yaitu agama yang pertengahan antara perilaku berlebihan dan memandang remeh, juga pertengahan dalam hal memperhatikan maslahat dunia dan akhirat, begitu pula pertengahan dalam memperhatikan lahiriyah dan perihal batin.

11. Yang disebut munafik asalnya yaitu menampakkan sesuatu yang berbeda dengan kejelekan yang ada di batin. Inilah bentuk kemunafikan yang dikhawatirkan Hanzhalah. Lalu yang disebutkan oleh Hanzhalah tidaklah disebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai munafik.

3. Memanjangkan Surah dalam Shalat, Membuat Jamaah Lari

Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata,

صَلَّى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ الأَنْصَارِىُّ لأَصْحَابِهِ الْعِشَاءَ فَطَوَّلَ عَلَيْهِمْ فَانْصَرَفَ رَجُلٌ مِنَّا فَصَلَّى فَأُخْبِرَ مُعَاذٌ عَنْهُ فَقَالَ إِنَّهُ مُنَافِقٌ. فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَخْبَرَهُ مَا قَالَ مُعَاذٌ فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا يَا مُعَاذُ إِذَا أَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا. وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى. وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ. وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى»

“Mu’adz bin Jabal Al-Anshari pernah memimpin shalat Isya. Ia pun memperpanjang bacaannya. Lantas ada seseorang di antara kami yang sengaja keluar dari jama’ah. Ia pun shalat sendirian. Mu’adz pun dikabarkan perihal keadaan orang tersebut. Mu’adz pun menyebutnya sebagai seorang munafik. Orang itu pun mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan pada dia apa yang dikatakan oleh Mu’adz padanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menasehati Mu’adz, “Apakah engkau ingin menciptakan orang lari dari agama, wahai Mu’adz? Jika engkau mengimami orang-orang, bacalah surat Asy-Syams, Adh-Dhuha, Al-A’laa, Al-‘Alaq, atau Al-Lail.” (HR. Muslim, no. 465)

Faedah Hadits

Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits tersebut tetap memperlihatkan adanya pengingkaran terhadap suatu yang dilarang. Walau yang dilanggar yaitu suatu yang makruh, bukan suatu yang haram.

Hadits tersebut berisi pula klarifikasi bolehnya mengingatkan orang lain dengan kata-kata.

Imam Nawawi melanjutkan, “Hadits di atas berisi klarifikasi untuk meringankan shalat dan peringatan semoga tidak memperlama shalat apalagi ketika makmum tidak ridha (tidak suka) dengan lamanya shalat ibarat itu.” (Syarh Shahih Muslim, 4:164).

Demikian, semoga bernfaat. Wallahu A'lam.