Banyak Yang Masih Belum Tepat Ketika Melaksanakan Itidal, Begini Teladan Rasulullah
itidal via inspiradata.com
Salah satu rukun dari sholat yaitu itidal. Lantas, bagaimana itidal yang tepat berdasarkan Rasulullah? Simak yuk penjelasannya pada artikel ini.
Sebagai umat muslim, tentu kalian sudah tahu bila melaksanakan sholat merupakan kewajiban. Gerakan itidal tidak boleh ditinggalkan, hal ini sanggup menciptakan sholat tidak sah.
Itidal namanya, salah satu gerakan shalat bangun dari ruku, dan kemudian berdiri beberapa ketika dengan bacaannya. Tapi, dari itidal ini, ada sesuatu yang khas daripada gerakan shalat yang lain.
Ketika gerakan shalat lain menggunakan bacaan takbir ‘Allaahu akbar’, ketika hendak mengerjakannya. Dalam itidal, bacaannya tasmi’ atau ‘Sami’allaahu liman hamidah’, betul
bukan?
: Tata Cara Sholat Mayit Lengkap dengan Bacaannya dan Doa Sesudah Sholat
Cara I'tidal Menurut Nabi SAW
ilustrasi manfaat sholat via algoruk.blogspot.com
Itidal adalah posisi dimana setelah selesai ruku', kita berdiri dari ruku' dengan mengangkat dua tangan hingga sejajar dengan dua pundak atau pendengaran sambil mengucapkan Sami'alloohu liman hamidah. Kemudian disusul dengan membaca Robbanaa wa lakal-hamdu, atau bacaan itidal yang lain, sehingga berdiri tegak dan setiap tulang kembali ke tempatnya.
1. Pendapat pertama
Orang yang shalat, setelah berdiri dari ruku’ kemudian Itidal, tangan harus bersedekap sebagaimana keadaan sebelum ruku’. Mereka mengetengahkan alasan sebagai berikut :
Dari Wail bin Hujr, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW apabila dia berdiri dalam shalat, dia menggenggam dengan tangan kanannya pada tangan kirinya”. [HR. Nasaaiy juz 2, hal. 125]
Dari Wail bin Hujr, ia berkata : Saya pernah shalat bersama Nabi SAW, ia meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di dadanya. [HR. Ibnu Khuzaimah]
Cara I’tidal Yang Benar
Ulama berbeda pendapat perihal cara Itidal, apakah tangan kembali bersedekap sebagaimana sebelum ruku’, atau tangan dilepas sebagaimana sebelum shalat. Dalam hal ini terjadi 2 pendapat.1. Pendapat pertama
Orang yang shalat, setelah berdiri dari ruku’ kemudian Itidal, tangan harus bersedekap sebagaimana keadaan sebelum ruku’. Mereka mengetengahkan alasan sebagai berikut :
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص اِذَا كَانَ قَائِمًا فِى الصَّلاَةِ قَبَضَ بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ. النسائى 2: 125
Dari Wail bin Hujr, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW apabila dia berdiri dalam shalat, dia menggenggam dengan tangan kanannya pada tangan kirinya”. [HR. Nasaaiy juz 2, hal. 125]
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيّ ص فَوَضَعَ يَدَهُ اْليُمْنَى عَلَى يَدِهِ اْليُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ. ابن خزيمة
Dari Wail bin Hujr, ia berkata : Saya pernah shalat bersama Nabi SAW, ia meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di dadanya. [HR. Ibnu Khuzaimah]
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُوْنَ اَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ اْليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اْليُسْرَى فِى الصَّلاَةِ. البخارى 1: 180
Dari hadits shahih ini, ada petunjuk disyariatkan bagi orang yang shalat supaya meletakkan asisten pada kirinya ketika berdiri, baik sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena Sahl bin Sa’ad mengkhabarkan bahwa orang-orang (para shahabat) diperintahkan Nabi SAW bahwa seseorang semoga meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya dalam shalat. Dan telah dimengerti sebenarnya hadits menjelaskan orang shalat dalam keadaan ruku’ ia meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua lututnya, dan dalam keadaan sujud ia meletakkan kedua telapak tangannya pada bumi (tempat sujud) sejajar dengan kedua bahunya atau telinganya, dan dalam keadaan duduk antara dua sujud, begitu pula dalam tasyahhud ia meletakkan tangannya pada kedua paha dan lututnya dengan dalil masing-masing secara terperinci.
Dengan demikian dapatlah dimengerti sebenarnya maksud dalam hadits riwayat Sahl bin Sa’addan Wail bin Hujr itu yaitu disyari’atkan bagi orang yang shalat ketika berdiri dalam shalat semoga meletakkan asisten pada tangan kirinya (bersedekap). Sama saja baik berdiri sebelum ruku’ maupun sesudahnya. Karena tidak ada riwayat dari Nabi SAW yang membedakan antara keduanya, oleh alasannya yaitu itu barangsiapa membedakan keduanya haruslah ia tunjukkan dalilnya.
Jadi maksud perintah sedekap dalam shalat itu yang mestinya tetap dikerjakan selama di dalam shalat, ternyata ditujukan hanya ketika berdiri saja. Pemalingan ini alasannya yaitu adanya dalil lain, yaitu dalil perincian dimana meletakkan telapak tangan ketika ruku’, sujud, duduk antara dua sujud, dan duduk tasyahhud.
Dengan demikian maksud disyari’atkannya sedekap dalam shalat pada hadits Bukhari dan lainnya itu yaitu tidak dari awwal hingga selesai harus sedekap, tetapi ditujukan hanya waktu berdiri sebagaimana riwayat Nasaiy di atas.
Orang yang shalatnya mencontoh Nabi SAW mesti bersedekap. Ia tidak akan melepaskan sedekap kecuali untuk mengerjakan dalil yang khusus. Pengertian berdiri dalam shalat ini umum, mencakup berdiri sebelum dan setelah ruku’. Keumumam ini tetap terpakai selama tidak ada yang mengkhususkannya.
Mereka yang tidak mau melaksanakan tanpa mempunyai alasan, berarti tidak mencontoh shalatnya Nabi SAW. Karena berdiri dalam shalat ada dua macam, yaitu sebelum dan setelah ruku’, maka pada kedua daerah itu mesti bersedekap.
Tambahan :
Disamping dalil umum wajibnya meletakkan asisten pada tangan kiri di dada ketika berdiri dalam shalat, adanya sedekap juga disimpulkan dari riwayat berikut ini.
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ ص حِيْنَ كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِذَاءَ اُذُنَيْهِ، ثُمَّ حِيْنَ رَكَعَ، ثُمَّ حِيْنَ قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ، وَ رَأَيْتُهُ مُمْسِكًا بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ فِي الصَّلاَةِ…. احمد
Ucapan Wail bin Hujr dalam hadits tersebut “roaituhu mumsikan biyamiinihi ‘alaa syimaalihi”, merupakan petunjuk yang sangat jelas, bahwa setelah berdiri dari ruku’ (ketika berdiri Itidal), tanngan kanan berada di atas tangan kiri, dan tentu saja letaknya di dada, alasannya yaitu ada riwayat lain yang mengambarkan demikian, sebagaimana berikut ini :
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيّ ص فَوَضَعَ يَدَهُ اْليُمْنَى عَلَى يَدِهِ اْليُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ. ابن خزيمة
Kalau riwayat di atas masih dianggap belum cukup, maka berikut ini yaitu kesaksian lain dari Wail bin Hujr ketika ia shalat bersama Nabi SAW :
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ص، فَكَبَّرَ حِيْنَ دَخَلَ وَ رَفَعَ يَدَيْهِ وَحِيْنَ اَرَادَ اَنْ يَرْكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ، وَ حِيْنَ رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَ وَضَعَ كَفَّيْهِ …. احمد
Riwayat yang terakhir inipun cukup terang menjelaskan bahwa ketika berdiri dari ruku’ dia mengangkat kedua tangannya dan kemudian meletakkan kedua telapak tangannya.
Meskipun pada riwayat ini tidak dijelaskan dimana kedua telapak tangannya diletakkan, tetapi riwayat lain (sebagaimana yang tersebut di atas) mengambarkan bahwa yang dimaksud yaitu di dada. Adapun waktunya setelah berdiri dari ruku’, yaitu ketika berdiri Itidal.
Mudah-mudahan dengan beberapa riwayat tersebut di atas cukup meyakinkan kita terhadap kebenaran sedekap pada waktu berdiri Itidal.
Demikianlah alasan yang diketengahkan oleh pendapat pertama.
2. Pendapat kedua
Orang yang shalat, setelah berdiri dari ruku’ kemudian Itidal, tangan dilepas sebagaimana sebelum shalat. Alasannya sebagai berikut :
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص اِذَا كَانَ قَائِمًا فِى الصَّلاَةِ قَبَضَ بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ. النسائى 2: 125
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُوْنَ اَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ اْليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اْليُسْرَى فِى الصَّلاَةِ. البخارى
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: مَرَّ بِى النَّبِيُّ ص وَ اَنَا وَاضِعٌ يَدِى اليُسْرَى عَلَى اْليُمْنَى. فَاَخَذَ بِيَدِى اْليُمْنَى فَوَضَعَهَا عَلَى اْليُسْرَى. ابن ماجه 1: 266
عَنْ قَبِيْصَةَ بْنِ هُلَبٍ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ ص يَنْصَرِفُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَ عَنْ يَسَارِهِ وَ رَأَيْتُهُ قَالَ يَضَعُ هذِهِ عَلَى صَدْرِهِ، وَصَفَ يَحْيَى اْليُمْنَى عَلَى اْليُسْرَى فَوْقَ الْمِفْصَلِ. احمد 8: 225 رقم 22026
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص وَ وَضَعَ يَدَهُ اْليُمْنَى عَلَى يَدِهِ اْليُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ. ابن حزيمة 1: 243
عَنْ طَاوُسٍ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَضَعُ يَدَهُ اْليُمْنَى عَلَى يَدِهِ اْليُسْرَى ثُمَّ يَشُدُّ بَيْنَهُمَا عَلَى صَدْرِهِ وَ هُوَ فِى الصَّلاَةِ. ابو داود 1: 201
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ قُلْتُ َلاَنْظُرَنَّ اِلَى صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ ص كَيْفَ يُصَلّى فَنَظَرْتُ اِلَيْهِ فَقَامَ فَكَبَّرَ وَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى حَاذَتَا بِأُذُنَيْهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى كَفّهِ الْيُسْرَى وَ الرُّسْغِ وَ السَّاعِدِ. النسائى 2: 126
Hadits hadits yang mengambarkan perihal sedekap pada ketika berdiri dalam shalat itu yaitu pernyataan umum, tetapi yang dimaksud yaitu khusus (yaitu setelah takbiratul ihram, hingga sebelum ruku’). Hadits berikut ini menunjukkan kekhususan itu.
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ اَنَّهُ رَاَى النَّبِيَّ ص رَفَعَ يَدَيْهِ حِيْنَ دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ كَبَّرَ (وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ اُذُنَيْهِ) ثُمَّ اِلْتَحَفَ بِثَوْبِهِ. ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنىَ عَلَى الْيُسْرَى. فَلَمَّا اَرَادَ اَنْ يَرْكَعَ اَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهُمَا. ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ. فَلَمَّا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ. فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ. مسلم 1: 301
Di dalam hadits ini terperinci bahwa Nabi SAW meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya (bersedekap) itu dia lakukan setelah takbiratul ihram hingga akan ruku’. Dan setelah ruku’ tidak ada keterangan dia kembali bersedekap.
Jadi, orang yang shalat, ketika Itidal tangannya tidak bersedekap, tetapi dilepas, alasannya yaitu tidak ada hadits yang jelas-jelas menunjukkan bahwa Nabi SAW bersedekap ketika Itidal, sedangkan dalam hal ibadah kita hanya sekedar mengikut kepada contoh dari Nabi SAW.
Penjelasan :
Kami sependapat dengan pendapat kedua dengan alasan sebagaimana yang telah diketengahkan di atas, dan dengan pelengkap keterangan sebagai berikut :
Hadits riwayat Ahmad (yang pertama pada tambahan) yang digunakan alasan pendapat pertama, kalau dipotong menyerupai itu, maka seperti benar bahwa Nabi SAW setelah berdiri dari ruku’ kemudian dia bersedekap. Padahal tidak demikian, tetapi di situ Wail bin Hujr setelah melihat shalat Nabi SAW kemudian dia mengambarkan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dari takbiratul ihram hingga attahiyyat. Hadits tersebut lengkapnya sebagai berikut :
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ ص حِيْنَ كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِذَاءَ اُذُنَيْهِ ثُمَّ حِيْنَ رَكَعَ ثُمَّ حِيْنَ قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ، وَ رَأَيْتُهُ مُمْسِكًا بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ فِي الصَّلاَةِ، فَلَمَّا جَلَسَ حَلَّقَ بِالْوُسْطَى وَاْلاِبْهَامِ وَ اَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ اْليُمْنَى وَ وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُسْرَى. احمد 6: 478، رقم: 18893
Di situ Wail bin Hujr mengambarkan bahwa Nabi SAW bersedekap di dalam shalat, tetapi tidak mengambarkan bahwa dia bersedekap ketika Itidal.
Kalimat “wa roaituhu mumsikan biyamiinihi ‘alaa syimaalihi” itu artinya “dan saya melihat dia memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya”, bukan “kemudian saya melihat dia memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya”, alasannya yaitu di situ kata (وَ) artinya “dan”, bukan menggunakan kata-kata (ثُمَّ) yang artinya “kemudian”.
Jadi maksud hadits itu, Nabi SAW bersedekap setelah takbiratul ihram hingga sebelum ruku’. Dan tidak sanggup dipahami bahwa Nabi SAW bersedekap ketika Itidal. Dan tidak sanggup pula dipahami bahwa Nabi SAW bersedekap ketika Itidal dan tidak bersedekap ketika membaca Al-Fatihah dan surat, dengan alasan penyebutan bersedekap itu setelah penyebutan ruku’, sedangkan sebelum menyebutkan ruku’ malah tidak disebutkan perihal bersedekap.
Adapun hadits riwayat Ahmad (yang kedua pada tambahan), itupun maksudnya bukanlah Nabi SAW setelah ruku’ kemudian bersedekap, tetapi maksudnya di situ Wail bin Hujr mengambarkan bahwa Nabi SAW ketika shalat dia meletakkan kedua telapak tangannya ketika sujud. Bahkan hadits itu sama sekali tidak mengambarkan perihal bersedekap. Hadits tersebut lengkapnya sebagai berikut :
عَنْ وَائِلٍ اْلحَضْرَمِيّ قَالَ: صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ ص، فَكَبَّرَ حِيْنَ دَخَلَ وَ رَفَعَ يَدَيْهِ وَ حِيْنَ اَرَادَ اَنْ يَرْكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ وَ حِيْنَ رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَ وَضَعَ كَفَّيْهِ وَ جَافَى وَ فَرَشَ فَخِذَهُ الْيُسْرَى مِنَ الْيُمْنَى وَ اَشَارَ بِاُصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ. احمد 6: 475، رقم: 18877
Di dalam hadits ini bahkan sama sekali tidak mengambarkan perihal bersedekap. Adapun arti “wa wadlo’a kaffaihi” itu artinya dia meletakkan kedua telapak tangannya (di waktu sujud). Mengartikan yang demikian ini sesuai dengan hadits di bawah ini :
عَنْ اَبِى حُمَيـْدٍ السَّاعِدِيّ اَنَّ النَّبِىَّ ص كَانَ اِذَا سَجَدَ اَمْكَنَ اَنْفَهُ وَ جَبْهَتَهُ اْلاَرْضَ، نَحَّى يَدَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ، وَ وَضَعَ كَفَّيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ. الترمذى 1: 169، رقم: 269
عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا سَجَدْتَ فَضَعْ كَفَّيْكَ وَارْفَعْ مِرْفَقَيْكَ. مسلم 1: 356
Nah, itulah klarifikasi perihal bacaan doa itidal dan manfaat gerakan itidal. Semoga artikel di atas bisa menjadi referensi oleh Anda untuk selalu mengerjakan shalat.
Related Posts