Fakta Ilmiah, Mengapa Rumah - Rumah Ibadah Tetap Kokoh Meski Diterjang Tsunami


Masjid babul salam, donggala (Sumber dari inspirasidata.com)

Masih ingat masjid yang tetap kokoh dikala terkena tsunami Aceh 2004 silam. Kemudian masjid yang tetap kokoh dikala tsunami Palu. 

Dan yang terbaru, mushola yang tak terusik air sedikitpun dikala tsunami Banten. Pastinya kalian memvonis semua fenomena ini dengan kuasa Allah.

Namun secara ilmiah, ternyata fenomena ini sanggup terjawab,..

Beberapa kali petaka yang melanda Tanah Air kerap disertai dengan laporan tetap kokohnya Rumah ibadah di wilayah terlanda. Yang masih terbersit di benak yakni dikala Tsunami besar di Aceh tak terlalu menggoyahkan Masjid Baiturrahman pada 2004.

Ditambah dengan laporan-laporan kokohnya beberapa rumah ibadah di wilayah terlanda petaka akhir-akhir ini: di NTB, Palu sampai sekitar Selat Sunda. Hal tersebut ternyata mengusik benak para peneliti dan diungkap dengan jawaban-jawaban ilmiah.

Kondisi tegarnya rumah-rumah ibadah berdasarkan seorang pakar konsultan struktur, Josia Irwan Rastandi, sanggup dijelaskan secara ilmiah.

:

Teknis dan Psikologi

Dari segi teknis, bangunan umum ibarat rumah ibadah memang biasa dibangun lebih berpengaruh daripada bangunan lain. Hal tersebut merujuk kepada peraturan pembangunan di Indonesia yang sudah usang termaktub semenjak tahun 80-an.

“Tempat-tempat ibadah kawasan umum termasuk sekolah, masjid, gereja, vihara itu harus dibentuk istilah awamnya 1,5 kali lebih berpengaruh ya. Makara ia direncanakan untuk mendapatkan gaya satu setengah kali lebih besar dibanding yang lainnya,” kata Josia, Selasa (9/10/2018).

Di samping itu, ada semacam psikologis pembangunan yang kemungkinan dialami beberapa pihak yang terlibat. Dalam hal ini, Josia menyebut ada semacam fatwa dari kontraktor untuk lebih serius dalam melakukan tugasnya. Oleh lantaran itu, untuk kondisi mengurangi material-material bangunan sanggup dihindarkan sehingga bangunan yang ada memang lebih kuat.

Seperti yang dilansir oleh inspirasidata.com, hukum dan psikologis tersebut bukan tanpa maksud. Ketentuan itu yakni cuilan dari mitigasi peristiwa yang bersifat preventif. Bila kelak peristiwa semisal gempa mengguncang, bangunan umum itu akan difungsikan sebagai kawasan berlindung atau mengungsi masyarakat.

Bentuk bangunan dan non-teknis

Kemudian, jika dilihat dari bentuk bangunan, masjid-masjid biasa mempunyai celah berupa jendela yang lebih banyak dari rumah pada umumnya. Jendela itu biasa hancur kala diguncang gempa atau dihantam tsunami. Dengan hal itu, air sanggup lolos dari masjid sehingga gaya yang diterima lebih ringan. Dari situ, potensi kehancuran yang dihadapi pun semakin kecil.

Hal-hal teknis tersebut memang sanggup diterima dengan logika sehat. Namun, Josia menyebut ada wacana non-teknis yang dipercaya masyarakat awam cukup umur ini. Sebagai contoh, oleh lantaran masjid-masjid ini merupakan kawasan ibadah sehingga “ada yang melindungi.”

Dari segi non-teknis, mungkin ini semua sumbangan dan pertolongan dari allah SWT, seiring kawasan ini yakni rumah ibadah bagi umat muslim.

Bagaimana berdasarkan anda ?