Kesaksian Nelayan Makasar! Sebelum Tsunami, Fenomena Mengerikan Ini Terlihat Di Selat Sunda
Gumpalan absurd di langit sebelum tragedi tsunami terjadi di Selat Sunda menyerupai disaksikan nelayan di Makassar dan diunggah akun Makassar Info di Instagram.
Subhanallah...
Beredar viral pengukuhan mengejutkan dari seorang nelayan di Makassar sebelum terjadinya tsunami Selat Sunda.
Ia merekam detik-detik mencekam adanya fenomena alam mengerikan yang terjadi di Barat Daya yang mengarah ke Selat Sunda. Berikut videonya...
Di penghujung tahun 2018, Indonesia kembali berduka dengan adanya tragedi tsunami di Selat Sunda. Tsunami yang menerjang pantai di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan, pada Sabtu, (22/12/2018) malam.
Tsunami dimungkinkan akhir longsor bawah maritim lantaran dampak dari erupsi Gunung Anak Krakatau. Selain itu, pada ketika yang bersamaan terjadi gelombang pasang akhir dampak bulan purnama.
Sehingga, terdapat kombinasi fenomena alam, yakni tsunami dan gelombang pasang. Setelah petaka tersebut, banyak beredar insiden alam yang viral di media sosial. Seperti bunyi dentuman di sejumlah kawasan di Sumatera Selatan dan Jawa Barat.
Kini kembali beredar pengukuhan mengejutkan dari seorang nelayan di Makassar yang sempat melihat gumpalan absurd sebelum tragedi tsunami di Banten dan Lampung.
Pengakuan tersebut dibagikan akun Instagram Makassar Info, Kamis (27/12/2018), dalam postingan tersebut akun ini menulis jikalau seorang nelayan di Makassar melihat awan menyerupai ombak Tsunami mengarah ke arah selat Sunda.
Fenomena yang dilihat nelayan itu terjadi pada tanggal 22 Desember 2018.
Berikut isi postingan selengkapnya, geser slide untuk melihat video:
"Seorang nelayan asal Makassar, merekam fenomena alam yang terjadi di Barat Daya yang mengarah ke Selat Sunda. Awan berombak yang dikenal dengan awan tsunami ia rekam sempurna di hari terjadinya tsunami di selat sunda 22 Desember 2018." tulis @Makasar_iinfo
Tsunami Selat Sunda unik dan langka
Peneliti Bidang Geofisika Laut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesai (P2O LIPI), Nugroho Dwi Hananto menilai insiden tsunami yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu (22/12/2018) malam sebagai fenomena yang unik dan langka.
Peristiwa menyerupai ini gres kali ini terjadi di Indonesia.
“Sangat unik dan di Indonesia tampaknya gres ini kita jumpai sehingga ini mengejutkan kita semua. Para ilmuwan bersama-sama menganalisis apa sih gotong royong yang menjadi alasannya yaitu dari fenomena itu ,” katanya, Senin (24/12/2018).
Hal itu disampaikan Nugroho lantaran menurutnya gelombang tsunami yang terjadi di Selat Sunda itu tidak disertai gempa yang besar.
Letusan gunung berapi maupun angin puting-beliung atau angin topan besar juga tak tampak di insiden ini.
“Semuanya menyerupai biasa-biasa saja tapi tiba-tiba air naik dan naik lagi dengan berpengaruh sehingga menjadikan banyak kerugian dan juga mencabut nyawa manusia,” ungkapnya, menyerupai dilansir dari tribunnews.com.
Nugroho lantas memaparkan, tragedi tsunami Selat Sunda sebelumnya juga pernah terjadi pada tahun 1883 silam.
Bahkan, tragedi itu lebih dahsyat dari tragedi kemarin. Tsunami besar terjadi sehabis Gunung Krakatau meletus, dan menelan korban hingga ribuan nyawa.
“Namun demikian kejadiannya kan kini berbeda. Tidak ada insiden letusan gunung api yang besar. Ada letusan kecil saja tapi itu menjadikan tsunami yang cukup besar,” kata Nugroho.
Empat prosedur yang menjadikan terjadinya volcanogenic tsunami
Letusan Gunung Anak Krakatau (tempo.co)
Geofisika (BMKG) menerka ada dua insiden yang memungkinkan menjadi pemicu gelombang tsunami yang terjadi di Selat Sunda ini.
Kemungkinan itu yaitu lantaran adanya acara erupsi Gunung Anak Krakatau atau sanggup juga disebabkan oleh gelombang tinggi akhir faktor cuaca di perairan Selat Sunda.
Sementara itu, Volkanolog ITB Dr Mirzam Abdurachman memaparkan bahwa acara Gunung Anak Krakatau ini terus terjadi akhir-akhir ini.
Menurutnya, terdapat lebih dari 400 letusan kecil terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
"Letusan besar terjadi pukul 18.00 WIB dan terus berlanjut hingga pagi ini. Bahkan letusannya terdengar hingga Pulau Sebesi yang berjarak lebih dari 10 km arah timur maritim menyerupai di laporkan tim patroli," papar Mirzam dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/12/2018).
Lebih lanjut Mirzam mengatakan, gunung yang terletak di tengah maritim ataupun yang berada di pinggir pantai menyerupai Gunung Anak Krakatau ini sewaktu-waktu sanggup sangat berpotensi menghasilkan volcanogenic tsunami.
"Volcanogenic tsunami sanggup terbentuk lantaran perubahan volume maritim secara tiba-tiba akhir letusan gunung api," terangnya.
Mirzam juga memaparkan, terdapat empat prosedur yang menjadikan terjadinya volcanogenic tsunami.
Pertama, kolapnya kolom air akhir letusan gunung api yang berada di laut. Sebagai gambaran, ini terjadi menyerupai ketika meletuskan balon pelampung di dalam kolam yang menjadikan riak air di sekitarnya.
Dua, pembentukan kaldera akhir letusan besar gunung api di maritim menjadikan perubahan kesetimbangan volume air secara tiba-tiba.
Misalnya menyerupai ketika sedang menekan gayung mandi ke kolam mandi lalu membalikkannya.
"Mekanisme satu dan dua ini pernah terjadi pada letusan Krakatau, tepatnya 26-27 Agustus 1883. Tsunami tipe ini menyerupai tsunami pada umumnya didahului oleh turunnya muka maritim sebelum gelombang tsunami yang tinggi masuk ke daratan," katanya.
Tiga, lantaran material gunung api yang longsor lalu memicu perubahan volume air di sekitarnya. Peristiwa tsunami tipe ini pernah terjadi di Gunung Unzen, Jepang, pada tahun 1972.
Korban jiwa dalam becanda kala itu hingga mencapai 15.000 jiwa disebabkan pada ketika yang bersamaan sedang terjadi gelombang pasang.
Empat, anutan piroklastik atau yang sering dikenal wedus gembel yang turun menuruni lereng dengan kecepatan tinggi ketika letusan terjadi, sanggup mendorong muka air jikalau gunung tersebut berada di atau erat pantai.
Tsunami tipe ini pernah terjadi ketika Gunung Pelee, Martinique, pada 8 Mei 1902. Saat itu anutan piroklastik Gunung Pelle yang meluncur dan menuruni lereng jadinya hingga ke Teluk Naples, mendorong muka maritim dan menghasilkan tsunami.
"Volcanogenic tsunami akhir longsor atau pun anutan piroklastik umumnya akan menghasilkan tinggi gelombang yang lebih kecil dibandingkan dua penyebab sebelumnya, namun sanggup sangat merusak dan berbahaya lantaran tidak didahului oleh surutnya muka air laut, menyerupai yang terjadi di Selat Sunda tadi malam," katanya.
Namun, ungkap Mirzam, klarifikasi terkait ini tentu masih perlu dilakukan penelitian dan pendalaman lebih lanjut.
"Diperlukan penelitian lebih lanjut buat memastikan penyebab utama Tsunami di Selat Sunda," tutupnya.
Related Posts