Rumah Tangga Sering Diguncang Masalah? Ini Solusinya Dari Rasulullah


Gambar dari rumaysho.com

Rumah tangga Anda sering cekcok?

Dalam sebuah rumah tangga niscaya terjadi sebuah lika-liku ada bahagia susahnya. Mungkin manis kala senang, namun akan ancaman kala susah kalau tidak disikapi dewasa, biasanya akan jatuh pada pertengkaran rumah tangga.

Karena niscaya ada ketika susah dalam rumah tangga, maka Rasulullah berpesan hal ini supaya rumah tangga selalu penuh kasih sayang..

Suatu acara yang dinilai sebagai ibadah terpanjang ialah pernikahan. Karena waktunya yang panjang itu segala hal bisa menjadi duduk kasus yang menimbulkan pahala juga dosa.

Hal yang niscaya dialami oleh semua pasangan salah satunya ialah pertengkaran, mungkin remeh tapi perlu diantisipasi dampaknya. Pertengkaran harus segera diselesaikan dan dicari jalan keluarnya.

Dalam setiap pertengkaran tidak ada hati yang bisa merasa nyaman. Biasanya pikiran kalut dan emosi meledak-ledak. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menuntaskan pertengkaran.

1. Berhenti beradu argumen

Stop beradu argumen ketika belum menemukan titik temu. Jangan teruskan. Ambil jeda dan hentikan pembicaraan wacana topik yang sedang dipertentangkan lantaran kalau diteruskan akan malah memantik emosi di dalam diri. Beri waktu pada diri sendiri untuk merenungi apa yang tengah terjadi.

2. Tenangkan pikiran

Seperti yang dilansir oleh rumaysho.com, ambil nafas dalam-dalam dan hembuskan. Ucapkanlah istighfar, segeralah berwudhu dan mohonlah petunjuk Allah atas segala duduk kasus yang tengah dihadapi.

3. Fokuslah pada masalah

Renungkan dalam-dalam duduk kasus yang ada dan pikirkan masak-masak, apa langkah selanjutnya yang akan diambil. Jika pikiran dan hati sudah tenang, siapkan diri untuk melanjutkan diskusi. Diskusi lho ya bukan melanjutkan pertengkaran.

Dalam mencari titik temu, suami istri perlu perilaku salamatus sadr, saling berlapang dada. Berkompromilah untuk mendapat kata sepakat. Dan ingatkan pasangan ketika pilihannya sudah menyimpang dari tujuan rumah tangga. Yang perlu diingat, segala keputusan harus bermuara pada damainya rumah tangga.

Fokus pada kasus yang ada, tidak perlu melebar kemana-mana. Tidak perlu mempersoalkan dosa-dosa atau kesalah pahaman yang kemudian atau hal-hal yang belum terjadi. Itu sama saja mencari duduk kasus baru.

4. Mari bicara

Gunakan gaya bahasa yang konstruktif. Di sinilah perlunya menenangkan pikiran dan hati. Karena ketika hati dan pikiran sudah tenang maka gaya bahasa kita pun akan lebih tenang dan tidak memantik emosi lawan bicara kita.

Jangan terbawa emosi yang kemudian malah membuat kata-kata kita menyerang pasangan. kalau sudah begitu maka pasangan akan mempertahankan diri dan balik menyerang. Akhirnya inti persoalannya tidak akan pernah dibahas dan tidak terselesaikan. Kita malah membuat luka gres dan permasalahan baru.

:

3 Hal Yang Harus Dihindari dalam Pertengkaran Rumah Tangga

Selanjutnya, ada 3 hal yang wajib dihindari ketika terjadi pertengakaran. Semoga dengan menghindari hal ini, pertengkaran dalam keluarga muslim tidak berujung pada kasus yang lebih parah. Secara umum, hukum ini telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadis dari Hakim bin Muawiyah Al-Qusyairi, dari ayahnya, bahwa dia bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wacana kewajiban suami kepada istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، أَوِ اكْتَسَبْتَ، وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْت

“Kamu harus memberi makan kepadanya sesuai yang kau makan, kau harus memberi pakaian kepadanya sesuai kemampuanmu memberi pakaian, jangan memukul wajah, jangan kau menjelekannya, dan jangan kau melaksanakan boikot kecuali di rumah.” (HR. Ahmad 20011, Abu Daud 2142 dan dishahihkan Al-Albani).

Hadis ini merupakan nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para suami. Meskipun demikian, beberapa larangan yang disebutkan dalam hadis ini juga berlaku bagi wanita. Dari hadis mulia ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan untuk menghindari 3 hal:

Pertama, hindari KDRT

Dalam Al-Quran Allah membolehkan seorang suami untuk memukul istrinya ketika sang istri membangkang. Sebagaimana firman Allah di surat An-Nisa:


وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا

Wanita-wanita yang kau khawatirkan tidak tunduk, nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian kalau mereka mentaatimu, Maka janganlah kau mencari-cari jalan untuk menyusahkannya..(QS. An-Nisa: 34)

Namun ini izin ini tidak berlaku secara mutlak. Sehingga suami bebas melampiaskan kemarahannya dengan menganiaya istrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan batasan lain wacana izin memukul,

1. Tidak boleh di tempat kepala

Sebagaimana sabda beliau, “jangan memukul wajah.” Mencakup kata wajah ialah semua kepala. Karena kepala insan ialah hal yang paling penting. Ada banyak organ vital yang menjadi sentra indera manusia.

2. Tidak boleh menyakitkan

Batasan ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam khutbah dia ketika di Arafah.


إِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ

“Jika istri kalian melaksanakan pelanggaran itu, maka pukullah dia dengan pukulan yang tidak menyakitkan.” (HR. Muslim 1218)

Keterangan ini juga disebutkan Al-Bukhari dalam shahihnya, ketika dia menjelaskan firman Allah di surat An-Nisa: 34 di atas.

Atha’ bin Abi Rabah pernah bertanya kepada Ibnu Abbas,


قلت لابن عباس : ما الضرب غير المبرح ؟ قال : السواك وشبهه يضربها به

Saya pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Apa maksud pukulan yang tidak menyakititkan?’ Beliau menjawab, “Pukulan dengan kayu siwak (sikat gigi) atau semacamnya.” (HR. At-Thabari dalam tafsirnya, 8/314).

Namun, meskipun ada izin untuk memukul ringan, tidak memukul tentu jauh lebih baik. Karena perempuan yang lemah bukanlah lawan yang seimbang bagi lelaki yang gagah. Anda bisa bayangkan, ketika ada orang yang sangat kuat, mendapat lawan yang lemah.

Tentu bukan sebuah kehormatan bagi dia untuk meladeninya. Karena itu, lawan bagi suami yang sesunguhnya ialah emosinya. Suami yang bisa menahan emosi, sehingga tidak menyikiti istrinya, itulah lelaki andal yang sejatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ

“Orang yang andal bukahlah orang yang sering menang dalam perkelahian. Namun orang andal ialah orang yang bisa menahan emosi ketika marah.” (HR. Bukhari 6114 dan Muslim 2609).

Seperti itulah yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. A’isyah menceritakan,


مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا خَادِمًا، إِلَّا أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللهِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul perempuan maupun budak dengan tangan dia sedikitpun. Padahal dia berjihad di jalan Allah. (HR. Muslim 2328).

Maksud pernyataan A’isyah, “Padahal dia berjihad di jalan Allah” untuk menandakan bahwa sejatinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah sosok yang pemberani. Beliau pemberani di hadapan musuh, bukan pemberani di hadapan orang lemah. Beliau tidak memukul perempuan atau orang lemah di sekitarnya. Karena memukul orang lemah bukan belahan dari sifat ‘pemberani’.

Kedua, Hindari Caci-maki

Siapapun kita, tidak akan bersedia ketika dicaci maki. Karena itulah, syariat hanya membolehkan hal ini dalam satu keadaan, yaitu ketika seseorang didzalimi. Syariat membolehkan orang yang didzalimi itu untuk membalas kedzalimannya dalam bentuk cacian atau makian. Allah berfirman,


لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ

Allah tidak menyukai Ucapan buruk (caci maki), (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (An-Nisa: 148)

Setidaknya, ketika dia tidak bisa memberi tanggapan secara fisik, dia bisa membalas dengan melukai hati orang yang mendzaliminya.

Beliau bersabda, “jangan kau menjelekannya”, dalam Syarh Sunan Abu Daud dinyatakan,


لَا تَقُلْ لَهَا قَوْلًا قَبِيحًا وَلَا تَشْتُمْهَا وَلَا قَبَّحَكِ اللَّهُ

“Jangan kau ucapkan kalimat yang menjelekkan dia, jangan mencacinya, dan jangan doakan keburukan untuknya..” (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 6/127).

Perlu kita ingat bahwa cacian dan makian kepada pasangan yang dilontarkan tanpa sebab, termasuk menyakiti orang mukmin atau mukminah yang dikecam dalam Al-Qur’an. Allah berfirman,


وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

Orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS. Al-Ahzab: 58)

Marah kepada suami atau murka kepada istri, bukan alasan pembenar untuk mencaci orang tuanya. Terlebih ketika mereka sama sekali tidak bersalah. Allah sebut tindakan semacam ini sebagai dosa yang nyata.

Ketiga, Jaga Rahasia Keluarga

Bagian ini penting untuk kita perhatikan. Hal yang perlu disadari bagi orang yang sudah keluarganya, jadikan kasus keluarga sebagai diam-diam anda berdua. Karena ketika kasus itu tidak melibatkan banyak pihak, akan lebih gampang untuk diselesaikan. Terkait tujuan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,


وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْت

“jangan kau boikot istrimu kecuali di rumah”

Ketika suami harus mengambil langkah memboikot istri lantaran kasus tertentu, jangan hingga boikot ini tersebar keluar sehingga diketahui banyak orang.

Sekalipun suami istri sedang panas emosinya, namun ketika di luar, harus menampakkan seolah tidak ada masalah. Kecuali kalau anda melaporkan kepada pihak yang berwenang, dalam rangka dilakukan perbaikan.

Wallahu A'lam.