Bobrok!! Dana Pembangunan Masjid Pasca Bencana, Dipalak Staf Kementrian Agama
OTT dana masjid. (Foto: Istimewa)
Sungguh miris...
Staf PNS di Kementerian Agama Lombok Barat berinisial BA kena operasi tangkap tangan (OTT) Polres Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Tak main-main, ini sejumlah masjid dan uang yang dipalak pelaku...
Tersangka pungutan liar dana rekonstruksi masjid pascagempa, BA, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Polres Mataram, Nusa Tenggara Barat. Ia mengaku menerima Rp 105 juta dari kejahatannya.
"Jadi yang gres beliau akui sudah sanggup Rp 105 juta, itu dari empat masjid di wilayah Lombok Barat," kata Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam dalam jumpa pers di Mataram, Selasa (15/1/2019) sore.
Dari ratifikasi tersangka, pemotongan dana rekonstruksi masjid pascagempa di wilayah Kabupaten Lombok Barat, telah berjalan semenjak Desember 2018 hingga Januari 2019.
"Jadi pemotongannya berkisar 20 persen untuk masing-masing masjid yang mendapatkan dana rekonstruksi eksklusif dari pusat. Besaran yang diterima beda-beda, ada yang terima Rp 50 juta hingga Rp 200 juta," ucapnya.
Tersangka aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di KUA Gunungsari ini ketahuan oleh Tim Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Mataram, pada Senin (14/1) pagi, sekitar pukul 10.00 Wita, di wilayah Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
Tersangka ketahuan telah mendapatkan uang senilai Rp 10 juta dari pengurus Masjid Baiturrahman, wilayah Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
Masjid yang terkena dampak gempa ini merupakan salah satu peserta dana rekonstruksi pascagempa dari Kemenag RI yang sumber anggarannya berasal dari dana APBN senilai Rp 6 miliar.
Tindak lanjut dari penangkapannya, polisi menggeledah Kantor Kemenag Perwakilan NTB dengan menyita sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dana rekonstruksi masjid pascagempa.
Tersangka yang ketika ini telah diamankan beserta barang bukti di Mapolres Mataram, dijerat dengan Pasal 12 Huruf e UU Tipikor.
Hukuman Belum Maksimal
Bangunan Luluh Lantak, Korban Gempa Lombok Salat di Luar Ruangan. (liputan6.com)
OTT terhadap pelaku yang terkait gempa bukan gres kali pertama terjadi di NTB. Kasus serupa pernah jadi sebelumnya pada September 2018.
Pakar aturan pidana Universitas Jenderal Sudirman, Prof Hibnu Nugroho, menuturkan pelaku tindak korupsi dan pungli ketika ini lebih memprihatinkan. Menurutnya, pelaku tak tanggung-tanggung melaksanakan agresi korupsi meski berkaitan dengan kemaslahatan umat.
"Inilah yang paling kita khawatirkan, konteks revolusi mental yang digaungkan pemerintah belum membumi hingga ke bawahan, ini yang harus ditanam," ucap Hibnu menyerupai dikutip dari detikcom, Rabu (16/1/2019).
:
- Naudzubillah.., Allah SWT Sudah Siapkan ‘Hadiah’ Ini Bagi Mereka yang Enggan Sedekah
- Cuma Ngemis, Legiman Punya Rumah dan Tabungan Senilai Rp 1 Miliar
- Ini Fakta Sebenarnya! Video Warga Muslim 'SERBU' Gereja di Medan Bukan Karena Larang Ibadah
Hibnu menambahkan, eksekusi terhadap pelaku pungli juga kurang memberi efek jera. Dia menyarankan, terkait kasus pungli pascagempa harusnya diberi eksekusi maksimal.
"Hukuman kasus pungli kan biasa-biasa semua, padahal ini masuk yang kategori tipikor, extraordinary crime tapi kok vonisnya biasa-biasa. Tidak ada efek jera," ungkapnya.
"Harusnya diberikan eksekusi maksimal atau harusnya 20 tahun," sambungnya.
Dia juga menyarankan hakim biar melaksanakan terobosan dalam menghukum pelaku pungli terkait dana gempa.
"Hakim juga jangan hanya berdasarkan aturan formal, lakukan terobosan-terobosan biar pelaku merasa jera," ungkapnya.
Nah bagaimana berdasarkan Anda?