Kutub Magnet Bumi Bergeser, Berbahayakah Bagi Kehidupan Manusia?
Ilustrasi pergerakan kutub magnetik utara selama 50 tahun terakhir. (National Centers for Environmental Information)
Kutub Magnet Bumi bergeser menghebohkan Ilmuan...
Fenomena berbaliknya kedua kutub magnet bumi belakangan ini menyebabkan sejumlah kekhawatiran. Bahkan, pergerakan magnet bumi ini terus diselidiki para ilmuwan dunia.
Lantas berbahayakah fenomena ini bagi manusia?
Berdasarkan laporan dari jurnal Nature 9 Januari 2019, pergerakan medan magnetik bumi sekarang terjadi dengan cepat meninggalkan Kanada dan menuju Siberia.
Fenomena ini tentu saja menciptakan panik warga dunia, bahkan ilmuan tersu menyidik apa yang terjadi dan bagaimana dampaknya pada mahluk bumi.
Lantas, perlukah kita ikut khawatir akan fenomena tersebut ?
Prof. Satria Bijaksana dari Kelompok Keahlian Geofisika Global, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB), punya klarifikasi soal dampak fenomena pergeseran kutub medan magnet Bumi ini.
Menurut Satria, yang disampaikan para ilmuwan dalam jurnal Nature itu sesungguhnya yakni hasil observasi mereka yang menawarkan bahwa medan magnet Bumi bergerak dengan sangat cepat.
"Hal itu menjadikan dua concern dari penelitian tersebut, yaitu dari sisi kepraktisan, peta-peta navigasi yang dibentuk harus segera diperbarui, dan mereka harus memikirkan penyebab perubahan magnetik itu," kata Satria dalam program diskusi bertajuk ‘Bagaimana Medan Magnetik Bumi Berubah dan Dampak Perubahan bagi Manusia’ di Kampus ITB pada Rabu (16/1/2019) lalu, sebagaimana dikutip dari kumparan.com.
Satria menuturkan, pergeseran medan magnet ini menciptakan World Magnetic Model digunakan oleh semua sistem navigasi di dunia harus segera diubah dan diperbarui.
Kompas penunjuk arah (Foto: cocoparisienne/Pixabay)
World Magnetic Model sendiri yakni model yang menggambarkan medan magnet planet kita ini dan menjadi dasar dari semua sistem navigasi modern di seluruh dunia, mulai dari sistem navigasi kapal, Google maps, GPS, hingga navigasi pada ponsel dan satelit.
Model tersebut terakhir kali diperbarui pada 2015 dan biasanya diperbarui setiap lima tahun sekali. Namun, berdasarkan Satria, lantaran medan magnet telah bergerak begitu cepat, pembaruan dibutuhkan lebih cepat dari lima tahun sekali.
Namun begitu, untuk menciptakan perubahan peta secara cepat, perlu proses yang panjang dan usang lantaran memerlukan data dari seluruh dunia.
Terkait dengan dampak pergeseran medan magnet ini untuk Indonesia, Satria menyampaikan kita masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir.
Prof. Satria Bijaksana (Foto: Dok. ITB)
"Variasi mengenai medan magnetik bumi memang perlu untuk diketahui namun tidak perlu terlalu dikhawatirkan, lantaran Indonesia yang terletak jauh dari kutub magnetik relatif tidak terdampak," ujarnya.
Dampak terbesar dari perubahan medan magnet Bumi ini akan dirasakan di kawasan kutub utara, lantaran kutub utara medan magnet diketahui telah bergerak meninggalkan Kanada menuju Siberia.
Perbalikan medan magnet pernah terjadi di bumi
(ilustrasi, dilansir dari batuangkasa.com)
Satria menjelaskan, berdasarkan catatan sejarah, belum ada kejadian medan magnet Bumi hingga pada angka nol yang artinya medan magnet Bumi selalu sanggup digunakan untuk penunjuk arah pada kompas dan sistem navigasi lain pada umumnya.
Akan tetapi, pembalikan medan magnet pernah terjadi di Bumi. Pemicu dari pembalikan kutub-kutub manget ini sanggup kemungkinan terjadi tanggapan dari tumbukan meteor, jatuhnya lempeng benua ke mantel, atau adanya mantle plume yang gres pada bidang batas antara inti dan mantel bumi.
:
- Subhanallah, Perlahan-Lahan Benua Afrika Mulai Terbelah! Bukti Nyata Ayat Al-Quran
- Astaghfirullahal Adzim, Gerhana dan Gempa Tanda Kiamat Sudah Dekat Sesuai Hadis Rasulullah
- Wallahualam, 13 Tanda-tanda Kiamat yang Sudah Muncul
Dalam program diskusi ini Satria juga memaparkan hal menarik perihal medan magnet Bumi, yaitu bahwa medan magnet Bumi tidak berimpit dengan sumbu rotasi Bumi dan bahkan tidak melalui sentra bumi.
Selain itu, medan magnet Bumi juga masih sanggup diukur hingga jarak sejauh 7 hingga 10 kali diameter Bumi yang sepanjang sekitar 12,7 kilometer. Oleh lantaran itu, satelit yang berada di luar Bumi masih sanggup dikendalikan menggunakan sistem yang berdasarkan medan magnet Bumi.
Jadi, kita tidak perlu hawatir dengan adanya fenomena ini. Sebab, dampak yang terasa bagi mahluk hidup hanya pada sistem nafigasi.
Related Posts