Nggak Bakal Dapat Ngeles! Ini Cara Ditjen Pajak Lacak Pelaku Wajib Pajak Via Medsos
Gambar gambaran dilansir dari International Adviser
Nah loh, siap-siap keciduk bagi yang ngeles bayar pajak...
Ditjen Pajak mengaku sekarang telah mempunyai teknologi kusus untuk melacak para pelaku wajib pajak via media sosial.
Untuk cara kerjanya, ini yang dipaparkan DJP Kementrian keuangan....
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mengaku telah mempunyai teknologi yang dapat merekam data media umum Wajib Pajak (WP), dan menyandingkannya dengan kepemilikan saham dan data perpajakan menyerupai Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi DJP Iwan Djuniardi menyebutkan teknologi itu berjulukan Social Network Analytics (Soneta) dan sudah diperkenalkan semenjak tahun lalu.
Hanya saja, ketika ini teknologi tersebut dipakai di dalam internal DJP saja. Sebab menurutnya, ada beberapa pertimbangan yang dilakukan sebelum aplikasi itu dapat dipakai untuk menggali data WP lewat media sosial.
"Penggalian potensi dari media umum secara tersistem dan masif belum dilakukan sebab kami harus sangat hati-hati dengan pertimbangan integritas data dan administrasi data," ujar Iwan menyerupai dikutip dari CNNIndonesia.com.
Terlebih, menurutnya, data media umum yang dihimpun DJP harus dianalisis, dikoreksi, dan diformat lagi ke dalam data kualitas tinggi biar akhirnya lebih akurat. Proses ini diberi nama data cleansing.
"Semua harus dilakukan secara hati-hati. Jangan hingga malah timbul keresahan gara-gara data yang tidak akurat," pungkasnya.
Proses pengambilan data
Gambar ilustrasi
Sampai ketika ini, DJP telah menggali data WP melalui media sosial. Hanya saja, cara itu masih dilakukan secara manual dan belum memanfaatkan teknologi informasi.
Iwan menyampaikan sejauh ini penggalian data WP melalui media umum gres dilakukan oleh fiskus pajak, atau lebih dikenal dengan Account Representatives (AR).
Para fiskus ini berinisiatif menggali info dari media umum dan mencocokkan dengan pelaporan pajaknya.
Dengan demikian, kriteria-kriteria pengguna media umum yang dapat dilacak DJP ditentukan oleh fiskus bersangkutan.
"Memang masih dilakukan oleh AR, sebab AR dapat mencari data dari mana saja, termasuk media sosial," terang Iwan
Pajak Pelaku Usaha Online Terus Diawasi
Gambar ilustrasi
Sementara dikutip dari detik.com, Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pembuatan PMK wacana e-Commerce hingga ketika ini masih berjalan dan hukum ini akan mengatur merchant yang berada di marketplace saja. Mereka yang melaksanakan bisnis lewat media umum juga akan dipajaki bisnisnya.
"Kita tetap mengawasi aktivitas perjuangan melalui medsos. Kita akan cari cara menjangkau medsos dan lain-lain, di luar marketplace. Untuk regulasi masih dibahas dengan Bea Cukai dan BKF," kata Hestu di kantor sentra Ditjen Pajak, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Hestu menyampaikan hingga ketika ini PMK wacana e-Commerce masih diselesaikan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bersama Ditjen Bea dan Cukai.
Dengan hukum ini, kata Hestu, nantinya para merchant yang beroperasi secara digital wajib membayar dan melaporkan pajak. Hal ini biar adanya kesetaraan dengan pelaku perjuangan konvensional.
"Memang kita tidak dapat mengatur sekaligus, ada karakteristik, tapi bukan berarti nggak bayar pajak, mereka wajib membayar pajak, jual di instagram lapor penghasilannya dalam SPT," kata Hestu.
Nah bagaimana berdasarkan Anda?