Jangan Banyak Gaya, Apalagi Pakai Uang Hasil Hutang!


Gambar ilustrasi dilansir drai Picbear.com

Banyak hutang kok banyak "GAYA"...

Semewah apapun hidupmu, tak akan mungkin bisa hening kalau masih terlilit hutang.

Berikut 4 prinsip hidup yang mesti kita pegang biar hidup jadi senang dan tidak sengsara sesuai dengan tuntunan Islam!

Siapa saja yang mensyukuri nikmat Allah, Dia akan menambah dengan nikmat-nikmat lainnya pula.

Ada beberapa prinsip hidup yang mesti kita pegang biar hidup kita senang dan tidak sengsara.

Karena kadang kita salah dalam menyikapi hidup, salah dalam menyikapi harta dan dunia.

Prinsip pertama

Dalam hal dunia hendaklah kita memperhatikan orang yang berada di bawah kita (yang lebih menderita), bukan terus memandang yang di atas yang punya rumah mewah, kendaraan beroda empat glamor dan tabungan yang milyaran.

Kalau kita memandang terus ke atas, maka kita akan sulit puas, terus merasa serba kekurangan, hingga kurang bersyukur dan meremehkan nikmat yang Allah karuniakan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam problem harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam problem ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim, no. 2963).

Prinsip kedua

Hendaklah pahami bahwa kaya yang hakiki bukanlah kaya harta. Karena kalau kaya harta jadi standar bahagia, kita tak akan pernah puas.

Kaya yang hakiki yakni kalau seseorang selalu merasa cukup dengan nikmat yang Allah berikan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) yakni hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari, no. 6446 dan Muslim, no. 1051).

Seperti dikutip dari rumaysho.com, para Ulama berkata, “Kaya hati yakni merasa cukup pada segala yang engkau butuh. Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah ghina (kaya hati), namun malah fakir (hati yang miskin)” (Lihat Fath Al-Bari, 11: 272).

Prinsip ketiga

Kurangi banyak berutang niscaya kita akan berbahagia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ

Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih mempunyai hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari final zaman nanti) alasannya yakni di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah, no. 2414. Syaikh Al-Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih).

Juga kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi, no. 1078 dan Ibnu Majah, no. 2413. Syaikh Al-Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih).

Prinsip keempat

Jangan hingga terjerumus dalam utang riba alasannya yakni hanya mengundang derita.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim, no. 1598).

Apa itu riba?

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, yang dimaksud riba adalah,

وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ

Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu yakni haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al-Mughni, 6: 436)

:

Hakikatnya di tengah-tengah kita …

Kita itu hanya ingin banyak gaya

Kalau tidak bisa punya rumah sendiri, kenapa aib untuk mengontrak rumah?

Kalau tidak bisa punya office sendiri, kenapa aib untuk menyewa?

Kalau tidak bisa punya motor baru, kenapa aib punya motor second tahun 90-an?

Kalau tidak bisa punya mobil, kenapa memaksa, padahal hanya ingin menyaingi tetangga?

Harusnya kita malu, ingin kaya dan hidup mewah, namun semuanya dari utang.

Kecukupan dan sabar yang bisa menciptakan kita selamat dari gaya hidup yang hanya banyak gaya ketika ini.

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
Related Posts