Jangan Telat Bayar Rekening Listrik, Telpon Ataupun Air, Alasannya Ialah Dendanya Termasuk Riba


Gambar dilansir dari hunianislami.web.id

Waspada dengan semua transaksi yang berpotensi riba...

Termasuk keberadaan denda lantaran keterlambatan pembayaran rekening listrik, telpon air, atau akomodasi umum lainnya.

Denda keterlambatan dalam transaksi berbasis utang, apapun bentuknya termasuk riba.

Pada dasarnya dibolehkan ada kesepakatan denda keterlambatan, selama komitmen yang dilakukan bukan utang piutang.

Majma’ al-Fiqh al-Islami dalam muktamarnya ke-12 di Riyadh th. 1421 H, membahas perihal as-Syarthul Jaza’i (ketentuan adanya denda bagi pihak menyalahi kesepakatan), menghasilkan beberapa keputusan, diantaranya,

يجوز أن يشترط الشرط الجزائي في جميع العقود المالية ما عدا العقود التي يكون الالتزام الأصلي فيها دينًا ؛ فإن هذا من الربا الصريح

Boleh memutuskan ketentuan ada denda dalam semua komitmen terkait harta, selain komitmen yang tanggung jawab aslinya berbasis transaksi utang piutang. Karena ini terang ribanya. (keputusan no. 4)

Untuk listrik, layanan telkom, dan air yang pra-bayar, sesudah pemakaian 1 bulan, berarti pengguna punya utang ke penyedia layanan untuk membayar senilai harga layanan yang diberikan. Ketika utang ini tidak dibayar dikala jatuh tempo, maka adanya denda di situ terhitung riba.

Hal ini juga berlaku bagi denda semua transaksi pascabayar, dimana konsumen memakai dulu, gres bayar seusai pemakaian.

Dan dalam komitmen kredit, bila konsumen dibebani kenaikan harga, lantaran tidak sanggup membayar sempurna pada dikala jatuh tempo, maka termasuk bentuk riba. Bahkan termasuk salah satu diantara bentuk riba jahiliyah.

Qatadah – ulama tabiin –, menyerupai yang disebutkan al-Hafidz Ibnu Hajar, ia menjelaskan riba jahiliyah dalam jual beli kredit, yang harganya bertambah ketika tidak sanggup dilunasi ketika jatuh tempo,

إِنَّ رِبَا أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَبِيع الرَّجُل الْبَيْع إِلَى أَجَل مُسَمَّى , فَإِذَا حَلَّ الْأَجَل وَلَمْ يَكُنْ عِنْد صَاحِبه قَضَاءٌ ، زَادَ وَأَخَّرَ عَنْهُ

Bentuk riba jahiliyah, si A menjual barang kepada si B secara kredit hingga batas tertentu. Ketika datang jatuh tempo, sementara si B tidak sanggup melunasi, harga barang dinaikkan dan waktu pelunasan ditunda.” (Fathul Bari, 4/313).

Masalah yang dihadpai pelanggan

Di satu sisi, pelanggan tidak mempunyai wewenang apapun terhadap hukum perusahaan.

Karena semua itu kembali kepada kebijakan perusahaan penyedia layanan. Jangankan denda keterlambatan, bahkan hingga harga sekalipun, pelanggan sama sekali tidak ada ruang untuk menawar.

Di sisi lain, masyarakat tidak punya pilihan lain untuk penyedia kebutuhannya.

Listrik, mereka hanya sanggup beli ke PLN, layanan komunikasi telpon kabel, hanya sanggup beli di Telkom, dan air hanya sanggup beli di PAM dan lain sebagainya.

Bagaimana bila mustahil bagi konsumen untuk menghindar?

Dilansir dari konsultasisyariah.com, bagi konsumen dibolehkan melaksanakan komitmen dengan penjual yang mengajukan syarat batil. Tentu saja dengan ketentuan:


1. Dia sangat membutuhkan komitmen itu atau membutuhkan barang yang dijual.

Terdapat kaidah,

ما كان محرماً تحريم وسائل فإنه يباح عند الحاجة

Sesuatu yang diharamkan lantaran sanggup menjadi wasilah kepada yang haram, menjadi mubah ketika ada kebutuhan mendesak.

Umumnya syarat batil yang diajukan penjual, sifatnya hanya menjadi sarana untuk menuju yang haram.

Misalnya, hukum denda lantaran telat bayar rekening listrik. Ketika hukum ini ditetapkan, tidak otomatis setiap konsumennya akan terkena denda. Denda hanya berlaku untuk konsumen yang telat bayar.

Artinya riba yang terjadi lantaran alasannya yaitu teat bayar. Sementara bagi pelanggan yang sanggup disiplin bayar, mereka tidak bayar riba. Sehingga kesepakatan yang melanggar syariat ini sifatnya hanya sarana menuju yang haram.


2. Memungkinkan baginya untuk menghidari konsekuensi syarat batil tersebut.

Misalnya dengan komitmen tidak telat, supaya tidak terkena denda disebabkan keterlambatan pembayaran.

Berdasarkan pejelasan di atas, kita sanggup menjawab kasus adanya hukum denda bayar tagihan rekening listrik atau tagihan rekening telpon.

Keberadaan denda ini yaitu syarat yang batil. Sementara konsumen/pengguna sangat membutuhkan akomodasi semacam ini. Sehingga tetap setia menjadi pelanggannya, berarti setuju dengan persyaratan batil yang ada.

Dan dalam hal ini konsumen dibenarkan untuk tetap berlangganan, dengan komitmen jangan hingga telat bayar tagihan rekening listrik, supaya tidak memberi makan riba.

Demikian, Wallahu A'lam.