Mengapa Dosa Zina Tak Dapat Terhapus Cuma Dengan Menikah?


Akibat zina (foto: facebook.com)

Biasakan membaca...

Ada yang mengatakan, "Sok tau, Allah itu maha pengampun"!

Ingat, zina yaitu perbuatan yang keji dan buruk. Ia merusak kehidupan dunia dan agama seseorang, mematikan rasa malu, mencoreng kehormatan, menyeret pelakunya ke segala jenis keburukan dan diakhiri dengan kekejian.

Memang dosa besar zina dapat di maafkan, namun bukan semata-mata dengan menikah!

Sebagian ulama menyarankan semoga orang yang melaksanakan zina, untuk segera menikah, dalam rangka menutupi malu keduanya.

Karena jikalau mereka berpisah, akan sangat merugikan pihak wanita, lantaran tidak ada lelaki yang gembira mempunyai istri yang pernah dinodai orang lain secara tidak halal. Hal ini lalu dijadikan alasan sebagian orang bahwa dosa zina dapat terhapus dengan menikah.

Padahal dosa zina sebagaimana dosa besar lainnya, hanya dapat hilang dengan taubat.

Karena itu, semata-mata menikah, belum menghapus dosa zina yang pernah dilakukan. Karena menikah, bukan syarat taubat itu sendiri.

Ini yaitu kelanjutan dari artikel kami yang berjudul: Dosa Zina Takbisa Terhapus dengan Menikah, Peringatan Keras Bagi yang Pacaran!

Taubat secara bahasa artinya kembali. Orang yang bertaubat, berarti dia kembali dari kemaksiatan, menuju aturan Allah, diiringi memohon ampun kepada-Nya.

Rukun Utama Taubat Ada 3:

An-Nawawi mengatakan,

وقد سبق في كتاب الإيمان أن لها ثلاثة أركان: الإقلاع، والندم على فعل تلك المعصية، والعزم على أن لا يعود اليها أبدا

”Dalam kitab al-Iman disebutkan bahwa taubat mempunyai 3 rukun: al-Iqla’ (meninggalkan dosa tersebut), an-Nadm (menyesali) perbuatan maksiat tersebut, dan al-Azm (bertekad) untuk tidak mengulangi dosa yang dia taubati selamanya. (Syarh Shahih Muslim, 17/59)
Berikut klarifikasi lebih rincinya,


Pertama, al-Iqla’ (Meninggalkan dosa yang ditaubati).

Inilah bukti keseriusan taubatnya. Meninggalkan dosa yang dia lakukan. Seorang pezina belum dikatakan bertaubat dari zina, sementara dia masih rajin berzina.

Imam Fudhail bin Iyadh menyatakan:

Istighfar tanpa meninggalkan kemaksiatan yaitu taubat para pendusta.”


Kedua, an-Nadm (Mengakui kesalahan dan meratapi perbuatannya)

Orang yang tidak mengakui dosanya, dia tidak akan meratapi perbuatannya. Dengan menyesal, dia akan bersedih jikalau teringat dosanya.

Termasuk bab dari penyesalan itu yaitu tidak menceritakan dosa tersebut kepada orang lain, apalagi membanggakannya. Dan jikalau dosa itu dipicu lantaran komunitas dan lingkungan, dia akan meninggalkan lingkungan komunitasnya.

Bentuk penyesalan pezina yaitu dengan menghindari segala yang dapat memicu syahwatnya.


Ketiga, al-Azm (Bertekad untuk tidak mengulangi dosanya)

Jika seseorang berhenti dari dosanya, sementara dia masih punya keinginan untuk melakukannya jikalau waktu memungkinkan, maka dia belum disebut taubat.

Seseorang yang bertaubat dari pacaran ketika ramadhan, dan akan kembali pacaran usai ramadhan, belum disebut bertaubat.

Melakukan Sholat Taubat Nasuha Bagi Pezina

Allah berfirman,

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ تُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ تَوۡبَةً۬ نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَيُدۡخِلَڪُمۡ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ يَوۡمَ لَا يُخۡزِى ٱللَّهُ ٱلنَّبِىَّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُ ۥ‌ۖ نُورُهُمۡ يَسۡعَىٰ بَيۡنَ أَيۡدِيہِمۡ وَبِأَيۡمَـٰنِہِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَتۡمِمۡ لَنَا نُورَنَا وَٱغۡفِرۡ لَنَآ‌ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ ڪُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدِيرٌ۬

"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At Tahrim : 8)

Buntut Panjang Perzinahan

Dilansir dari Konsultasisyariah.com, Islam mengharamkan segala lantaran yang dapat mengantarkan pada perbuatan zina. Salah satunya yaitu pacaran, penyakit akut yang telah menimpa dewasa muslim ketika ini.

Sebagaimana di sebutkan, zina yaitu perbuatan yang keji dan buruk. Ia merusak kehidupan dunia dan agama seseorang, mematikan rasa malu, mencoreng kehormatan, menyeret pelakunya ke segala jenis keburukan dan diakhiri dengan kekejian.

Berikut beberapa dampak mengerikan akhir zina:

1. Laki-Laki dan Wanita yang Berzina Tidak Boleh Menikah Sampai Bertaubat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الزَّانِي لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَ يَنكِحُهَا إِلاّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكُ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى المؤْمِنِينَ

“Lelaki pezina dihentikan menikah, kecuali dengan perempuan pezina atau perempuan musyrik. Demikian pula perempuan pezina dihentikan menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Dan hal itu diharamkan bagi orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 3)

Selama pelaku zina itu belum bertaubat dengan sungguh-sungguh maka gelar pezina akan senantiasa menempel pada dirinya. Selama gelar ini ada, dia tidak diperkenankan menikah dengan pasangannya, hingga dia bertaubat.


2. Laki-Laki yang Menzinai Wanita Hingga  Hamil, Tidak Boleh Menikahi Wanita Tersebut Sampai Melahirkan.

Di antara dalil yang menyampaikan hal ini yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا توطأ حامل حتى تضع

“Wanita hamil dihentikan diajak bekerjasama hingga dia melahirkan.” (HR. Abu Daud, Ad-Darimi, dan disahihkan Al-Albani)

Laki-laki yang berzina dengan wanita, bukanlah suaminya. Sementara pengecualian yang boleh melaksanakan hubungan tubuh dengan perempuan hamil yaitu suami.

Karena konsekwensi nikah, yaitu halalnya hubungan badan, tidak ada, maka nikah dalam kondisi demikian ini, tidak diperbolehkan.


3. Anak Hasil Zina di-nasab-kan kepada Ibunya dan Tidak Boleh Kepada Bapaknya

Karena bahu-membahu bapak biologis bukanlah bapaknya secara syariat.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash, dia mengatakan,

قَضَى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَمَةٍ لَمْ يَمْلِكْهَا ، أَوْ مِنْ حُرَّةٍ عَاهَرَ بِهَا فَإِنَّهُ لا يَلْحَقُ بِهِ وَلا يَرِثُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapkan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan perempuan merdeka TIDAK dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya… (HR. Ahmad, Abu Daud, dihasankan Al-Albani serta Syuaib Al-Arnauth).

Dalil lainnya yaitu hadis dari Aisyah radhiallahu’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الولد للفراش وللعاهر الحجر

“Anak itu menjadi hak pemilik firasy, dan bagi pezina dia mendapat kerugian.”

Imam An-Nawawi mengatakan, “Ketika seorang perempuan menikah dengan lelaki atau seorang budak perempuan menjadi pasangan seorang lelaki, maka perempuan tersebut menjadi firasy bagi si lelaki. Selanjutnya lelaki ini disebut “pemilik firays”. Selama sang perempuan menjadi firasy lelaki maka setiap anak yang terlahir dari perempuan tersebut yaitu anaknya. Meskipun dapat jadi, ada anak yang tercipta dari hasil menduakan yang dilakukan istri dengan pria lain. Sedangkan pria selingkuhannya hanya mendapat kerugian, artinya tidak mempunyai hak sedikitpun dengan anak hasil perbuatan zinanya dengan istri orang lain.” (Syarh Shahih Muslim, An-Nawawi, 10:37)

Berdasarkan keterangan di atas, para ulama menyimpulkan bahwa anak hasil zina SAMA SEKALI bukan anak bapaknya. Karena itu, dihentikan di-bin-kan ke bapaknya.

Bagaimana jikalau di-bin-kan ke bapaknya?

Hukumnya terlarang bahkan dosa besar. Ini menurut hadis dari Sa’d, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام

“Siapa yang mengaku anak seseorang, sementara dia tahu bahwa itu bukan bapaknya maka nirwana haram untuknya.” (HR. Bukhari no. 6385)

Karena bapak biologis bukan bapaknya maka haram hukumnya anak itu di-bin-kan ke bapaknya.

Bagaimana dengan nasabnya?

Karena anak ini tidak punya bapak, maka dia dinasabkan ke ibunya, misalnya: paijo bin fulanah. Sebagaimana Nabi Isa ‘alaihis salam di-bin-kan ke ibunya, Isa bin Maryam, lantaran dia terlahir tanpa bapak.

:


4. Jika anak yang terlahir dari zina perempuan, maka anak ini tidak punya wali dari pihak keluarganya.

Karena dia tidak mempunyai bapak, sehingga tidak ada jalur keluarga dari pihak bapak. Sementara wali nikah hanya ada dari pihak keluarga bapak. Karena itu, wali nikah pindah ke hakim (KUA).

Demikian semoga meluruskan pandangan kita terhadap problem zina, Wallahu A'lam.