Anak Yang Lahir Dari Perbuatan Zina Dihukumi Anak Haram?? Pahami Dulu Klarifikasi Ini


Gambar hanya gambaran (sumber via tribunnews.com)

Kok hingga ada istilah "anak haram" ya? Apa dihentikan dikonsumsi gitu?  

Dalam masyarakat kita sering beredar istilah anak haram. Entah siapa yang memulai membuatkan istilah ini. 

Namun, istilah ini sudah demikian terkenal di tengah kehidupan sehari hari. Nah, terus bagaimana status yang kata orang "anak haram" sebenarnya?

Simak klarifikasi berikut biar tidak terjadi salah paham,...

Sebelum melangkah pada kejelasan status anak haram. Terlebih dahulu kita harus luruskan dulu.

Apa sih anak haram itu?

Yang dimaksud anak haram di masyarakat kita ialah anak zina. Akan tetapi istilah anak haram itu ialah istilah yang merendahkan kepada anak tersebut.

Di dalam Islam tidak ada anak haram, yang haram ialah pekerjaan ibunya. Anak hasil zina tidak punya dosa, yang berdosa ialah ibunya, ia higienis dan kelak jikalau sampaumur dapat menjadi kekasih Allah jikalau benar dalam pendidikanya. 

Awas jangan tertipu dengan hadits palsu “Bahwa anak zina tidak dapat masuk surga”. Itu ialah hadits palsu dan bohong yang sering dibawa oleh para penceramah. Jangan hingga kesalahan sang ibu kita tempelkan pada sang anak. Hal ini ialah kedholiman yang amat besar. Bahkan sebaliknya semestinya kita harus dapat menutupi dosa ibunya biar tidak diketahui sang anak.

Di sisi lain kita harus menolong sang ibu yang telah berzina biar tidak terus terjerumus dalam dosa zina. Kita wajib menutupi dosanya dari pandangan masyarakat biar jiwanya tidak frustasi lantaran dosanya telah diketahui banyak orang.

Ajarilah orang yang pernah terjerumus dalam zina untuk dapat menutupi aibnya tersebut biar tidak diketahui masyarakat. Ciri dosa zina yang diampuni adalah ketika sang pezina dapat menutupi dari pandangan masyarakat.

Seperti yang dilansir oleh almanhaj.or.id, cukuplah baginya untuk mengadu dan bertaubat kepada Allah. Kita yang selamat dari zina jangan hingga terjerumus dalam menggunjing orang berzina alasannya ialah menggunjing itu sendiri lebih besar dosanya dari zina itu sendiri.

Makara cukup terang dipahami bahwa “yang haram bukan anaknya, tapi kelakuan tidak senonoh orangtuanya.”

Orangtuanya lah yang telah melaksanakan tindakan tak bermoral, cabul, rendahan, radikal dan intoleran.

Semuanya dilakukan secara masif dan terstruktur sehingga tidak hanya merusak masa depan si pelaku, tapi juga masa depan keturunannya. Kejam.

Lalu bagaimana dengan si anak? Tentu saja dia tak berdosa dan tak menanggung dosa orangtuanya.

:

Kemudian bagaimana status anak haram ini? Bagaimana nasib anak hasil zina ini?

Ada balasan menarik dari Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam bukunya "Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk Yang Dinanti".

Berikut cuplikan buku tersebut yang dirangkum dalam artikel almanhaj.or.id

Berikut kami nukil buah pena Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, yang termaktub dalam buku beliau, Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk Yang Dinanti, Fashal 14, halaman 102-129, Cetakan IV Th. 1425H/2005M, Darul Qolam, Jakarta. Semoga bermanfaat. (Redaksi).

Hamil di luar nikah dan duduk kasus nasab anak. Dalam fasal ini ada beberapa tragedi yang masing-masing berbeda hukumnya, maka kami (Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Red) berkata:

Kejadian Yang Pertama : Apabila seorang wanita berzina lalu hamil, maka anak yang dilahirkannya ialah anak zina dengan kesepakatan para ulama.

Anak tersebut dinasabkan kepada ibunya dan tidak dinasabkan kepada pria yang menzinai ibunya (bapak zinanya). Tegasnya, korelasi nasab antara anak dengan bapaknya terputus. Demikian juga dengan aturan waris terputus dengan bapaknya, dia hanya mewarisi ibunya dan ibunya mewarisinya.

Demikian juga hak kewalian kalau seorang anak perempuan- terputus dengan bapaknya. Yang menjadi wali nikahnya ialah sultan (penguasa) atau wakilnya menyerupai qadhi (penghulu).

Dan tidak wajib bagi bapaknya memberi nafkah kepada anak yang lahir dari hasil zina. Akan tetapi, korelasi sebagai mahram tetap ada tidak terputus meskipun korelasi nasab, waris, kewalian, nafkah terputus.

Karena, biar bagaimanapun juga anak itu ialah anaknya, yang tercipta dari air maninya walaupun dari hasil zina. Oleh lantaran itu haram baginya menikahi anak perempuannya dari hasil zina sama haramnya dengan anak perempuannya yang lahir dari kesepakatan nikah yang shahih.

Sehingga si anak ini tetap menjadi mahram bapaknya. Namun nasabnya menjadi nasab ibunya (misal bapaknya berjulukan Atang dan ibunya berjulukan Lisa maka dia dipanggil dengan bin Lisa bukan bin Atang)

Si bapak biologis tidak berhak menikahkan si anak (kalau si anak ialah wanita dan ketika akan menikah nanti membutuhkan wali nikah maka si bapak tidak dapat jadi wali nikahnya)

Dan si bapak biologis juga tidak dapat mewariskan atau diwariskan hartanya.

Nah jadi begitulah klarifikasi begitupun status anak dari hasil zina berdasarkan para asatidz. Sedih ya? Makanya, zina itu memang menciptakan kerusakan yang besar!!

Wallahu A'lam