Miris, Praktik 'Mafia Tiongkok' Merajalela Di Pariwisata Bali


Pemukulan antara sesama tour guide, terungkap ada WN China bekerja sebagai pemandu wisata ilegal di Bali (Foto:Cisilia Agustina Siahaan/kumparan)

Sungguh miris...

Belum banyak di ketahui, ternyata praktik "mafia Tiongkok" telah merajalela di Bali. Akibatnya pariwsata di Bali dirugikan oleh praktik cecunguk tersebut.


Bukan haya bisnis besar, bisnis kecilpun mereka kuasai... Berikut fakta-faktanya!


Kasus "Mafia Tiongkok" di dalam pariwisata Bali bertahap terungkap.

Bahkan anggota DPRD Bali, Nyoman Tirtawan melaporkan ulah para cecunguk ke Polda Bali.

Dalam laporan bernomor 01-LAPDU/X/2018 tertanggal 29 Oktober 2018 tersebut, Tirtawan bertindak sebagai anggota DPRD Bali sekaligus Ketua Dewan Pembina LSM FPMK.

Dirinya melaporkan adanya praktik cecunguk Tiongkok yang merugikan pariwisata Bali. Tak hanya itu, bahkan dirinya juga melaporkan Bali Tourism Board (BTB) yang dianggap melindungi acara cecunguk Tiongkok alasannya yakni sudah menciptakan beberapa kesepakatan.

Laporan tersebut khusus diperuntukkan untuk Kapolda Bali Irjen Petrus Golose. Dalam laporannya, Tirtawan menyebut adanya dugaan tindak pidana di wilayah Bali.

Ia menyampaikan dugaan pidana dalam perkara ini yakni penggunaan lambang Burung Garuda di stempel took jaringan cecunguk Tiongkok.

Selain itu mereka mempekerjakan tenaga kerja abnormal secara illegal. Kepada wartawan Tirtawan menegaskan, tidak ada alasan bagi Polda mendiamkan perkara ini.

Bagaimana lambang Negara dilecehkan, bagaimana hingga Ketua BTB menciptakan janji dengan jaringan cecunguk itu. Mesti diusut,” tegasnya menyerupai dikutip laman Jawapos, Selasa (30/10/2018).

DPRD Minta 'Mafia Tiongkok' yang Kuasai Wisata Bali di Berantas

Sementara dilansir dari detik.com, rapat bersama antara pemerintah provinsi, DPRD Bali dan pengusaha telah menemukan sejumlah titik terang terkait praktik bandel pariwisata Bali.

Rapat tersebut digelar di ruang rapat DPRD, Jl Dr Kusuma Atmaja, Niti Mandala Renon Denpasar, Rabu (31/10).

Modus-modus menjual wisata murah itu teridentifikasi mulai dari jaringan beberapa toko yang menyubsidi wisatawan murah ke Bali, hingga penjualan produk China yang diklaim produk Bali atau Indonesia.

Dari hasil sidak yang disampaikann sejumlah temuan adanya produk-produk China, penggunaan lambang negara burung Garuda Pancasila untuk stempel sebagai penjamin produk tersebut berasal dari Indonesia, dan dugaan pelanggaran izin perjuangan hingga adanya tenaga kerja abnormal ilegal.

"Semua pihak harus bertanggung jawab terhadap kelangsungan pariwisata Bali semoga ke depan juga lebih elok dan berkualitas. Kepada Gubernur Bali semoga melaksanakan aturan di bidang pariwisata secara tegas. Mari kita bersama tata ulang pariwisata Bali secara menyeluruh," kata Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama.

Hasil rapat itu juga memberikan sejumlah rekomendasi untuk menyidik jaringan cecunguk tersebut dan penindakan tegas. 

"Tertibkan semua toko-toko jaringan 'mafia Tiongkok' di Bali yang jumlahnya 28 toko. Bagi kami menertibkan 28 toko dengan alamat yang terperinci dan lengkap bukan pekerjaan sulit. Usut siapa saja mereka yang bermain-main dalam masalh iini sampai-sampai mereka dalam posisi ilegal dapat beraktivitas begitu usang di Bali," ujar Sekretaris Komisi III DPRD Bali I Ketut Kariyasa Adnyana.

Komisi III DPRD juga meminta pihak terkait untuk menyidik perizinan para toko yang terindikasi bandel tersebut.

Jika terbukti ada pelanggaran pemerintah, maka diminta menindak dan bila perlu menutup usahanya.

"Periksa perizinannya jikalau sudah tidak ada izin menyerupai SIUP pribadi tutup. Periksa kejesalan barang-barang yang dijual jikalau memang dari tiongkok ke bali menyerupai apa proses izin masuk barang, apakah sudah ken apajak. Jika memang sudah resmi dan sah dapat masuk Bali mesti dijelaskan bahwa itu barang China dan bukan dibilang hasil produk Bali atau Indonesia, lantaran ada fakta penipuan, pemalsuan untuk menyebut bahwa barang-barang itu hasil karya Indonesia," sambungnya.

Dia juga meminta pajak penjualan dan sistem pembayaran produk-produk tersebut untuk diusut.

Selain itu, Kariyasa Adnyana juga meminta penyalahgunaan simbol negara dalam bentuk stempel hingga tenaga kerja abnormal diusut secara pidana.

"Usut penggunaan lambang negara, garuda untuk stempel. bahkan dapat diusut secara pidana. Tertibkan, tutup dan proses secara aturan jarigngan agen perjalanan wisata ilegal termasuk jaringan BPW ilegal yang membangun jaringan dengan toko mafia," urainya.

"Setelah dilakukan penertiban jikalau ada apelanggaran pidana diteruskan. Misalnya melaksanakan pemaksaan, pemerasan, pemalsuan barang, serta pelanggaran lain diteruskan secara pidna untuk efek jera dan acara usahanya ditutup permanen. Tata kembali perjuangan menyerupai ini dengan mengedepanan penjualan hasil UMKM masyarakat Bali," sambungnya.

Ketut Adnyana menyampaikan pelaku pariwisata diminta tertib pada aturan yang berlaku. Dia menegaskan tak ada ruang bagi cecunguk yang menjual paket wisata murah dan tak menguntungkan warga lokal.

"Bali sangat welcome dengan wisatawan Tiongkok. Bali tidak perlu jaringan toko 'mafia Tiongkok'. Ini sebagai wujud membangun Bali dengan landasan Nangun Sat Kerthi Loka Bali," tegasnya.