Pernah Berzina, Wajibkah Perempuan Terusterang Pada Calon Suami?
Gambar ilustrasi dilansir dari tribunnews.com
Hawatir suami nanti tak rido dan berujung perceraian...
Lantas haruskah perempuan yang pernah berzina berterus terang pada calon suami yang akan menikahinya?
Masalah inilah yang sering dialami setiap pasangan, akhir dosa masa kemudian yang terlaknat kemudian menimbulak dilema yang begitu mendalam.
Namun, apakah wajib berterus terang jikalau pernah berbuat zina?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
“Siapa yang tertimpa tragedi alam maksiat dengan melaksanakan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 3048 dan al-Baihaqi dalam Sunan as-Sughra, 2719).
Islam memotivasi kepada siapapun yang pernah melaksanakan dosa terkait dengan hak Allah, semoga merahasiakan dosa itu dan dia selesaikan antara dia dengan Allah.
Kewajibannya yaitu bertaubat meratapi perbuatannya, tanpa harus menceritakan dosanya kepada siapapun. Termasuk kepada insan terdekatnya ataupun calon suaminya.
Karena yang lebih penting dalam pelanggaran ini, bagaimana dia segera bertaubat dan memperbaiki diri, tanpa harus mempermalukan dirinya di hadapan orang lain.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ آنَ لَكُمْ أَنْ تَنْتَهُوا عَنْ حُدُودِ اللَّهِ مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِى لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اللَّهِ
“Wahai sekalian manusia, saya telah mengingatkan kalian untuk berhati-hati pada batasan-batasan Allah. Barangsiapa terjerumus dalam perbuatan yang jelek, hendaknya ia menutupi dirinya dengan tirai Allah. Karena barangsiapa memberitahukan perbuatannya kepada kami, maka kami niscaya akan menegakkan ketetapan aturan Allah atasnya.” (HR. Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Al-Atsar, 1: 86; Al-Hakim, 4: 244; Al-Baihaqi, 8: 330. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 8: 435 menyatakan bahwa sanad hadits ini kuat, zahirnya shahih. Al-Hakim menyampaikan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.)
Dilansir dari rumaysho.com, siapa yang terjerumus dalam maksiat, hendaklah ia tutup dengan tirai Allah, jangan ia tampakkan apa yang telah ia perbuat, kemudian bersegeralah bertaubat.
Pendapat yang paling berpengaruh berdasarkan para ulama, siapa saja yang terjerumus dalam maksiat atau terjerumus dalam dosa yang semestinya terkena eksekusi hadd, maka baiknya ia menutupi dirinya dan segera bertaubat. Cukup antara dirinya dan Allah saja yang mengetahui dosa yang pernah diperbuat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَسْتُرُ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ فِى الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Jika Allah menutupi dosa seorang hamba di dunia, maka Allah akan menutupinya pula pada hari kiamat.” (HR. Muslim, no. 2590)
Hadits di atas menawarkan bahwa jikalau Allah telah menutupi dosa kita, maka jangan ditampakkan.
: Pernah Zina dan Ingin Taubat? Ini Tata Cara Melakukan Sholat Taubat Nasuha
Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya wacana suami yang menikahi gadis. Di malam pertama, ternyata suami merasa istrinya tidak perawan. Salah satu belahan klarifikasi beliau,
فإذا ادَّعت أنَّها زالت البكارة في أمر غير الفاحشة : فلا حرج عليه ، أو بالفاحشة ولكنها ذكرت له أنها مغصوبة ومكرهة : فإن هذا لا يضره أيضاً ، إذا كانت قد مضى عليها حيضة بعد الحادث ، أو ذكرت أنها تابت وندمت ، وأن هذا فعلته في حال سفهها وجهلها ثم تابت وندمت : فإنه لا يضره ، ولا ينبغي أن يشيع ذلك ، بل ينبغي أن يستر عليها ، فإن غلب على ظنه صدقها واستقامتها : أبقاها ، وإلا طلقها مع الستر ، وعدم إظهار ما يسبب الفتنة والشرّ .
Jika istri mengaku bahwa keperawanannya hilang BUKAN sebab hubungan badan, maka suami tidak problem mempertahankan istrinya. Atau sebab hubungan badan, namun sang istri mengaku dia diperkosa atau dipaksa, maka suami tidak problem mempertahankan istrinya, jikalau istri sudah mengalami haid sekali sesudah kejadian itu sebelum dia menikah.
Atau dia mengaku telah bertaubat dan meratapi perbuatannya, dan dia pernah melaksanakan zina ini saat dia masih bodoh, dan kini sudah bertaubat, tidak problem bagi suami untuk mempertahankannya. Dan tidak selayaknya hal itu disebar luaskan, sebaliknya, selayaknya dirahasiakan. Jika suami yakin sang istri telah jujur dan dia orang baik, sanggup dia pertahankan. Jika tidak, suami sanggup menceraikannya dengan tetap merahasiakan apa yang dialami istrinya. Tidak membeberkannya yang itu sanggup mengakibatkan terjadinya fitnah dan keburukan.
Demikian, Wallahu A'lam.