5 Fakta Kasus Perkosaan Mahasiswi Ugm, Pelaku Hanya Dikenakan Kegiatan Konseling


Gambra hanya ilustrasi (beritadunia.com)

Sedang hangat di bicarakan...

Berikut beberapa fakta perihal masalah pelecehan seksual yang dialami seorang mahasiswi UGM ketika melaksanakan aktivitas Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Maluku pada tahun 2017 yang sekarang menjadi viral.

Sungguh benar-benar miris...

Kasus pelecehan seksual yang dialami seorang mahasiswi UGM ketika melaksanakan aktivitas Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Maluku pada tahun 2017 terungkap ke permukaan oleh artikel terbitan Balairung Press berjudul "Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan".

Dalam laporan khusus tersebut, pelaku permerkosaan tak lain yakni rekan sesama mahasiswa UGM berinisial HS.

Sejak terbit pada Senin (5/11) lalu, artikel terbitan forum pers mahasiswa UGM itu kerap dibagikan di media umum hingga risikonya menarik perhatian media-media nasional.

Berikut ini beberapa fakta yang sudah terkonfirmasi oleh beberapa pihak terkait:

1. Kronologi di Maluku

Menurut laporan Balairung Press, insiden pelecehan seksual terjadi ketika mahasiswi berjulukan A (nama disamarkan untuk melindungi privasi korban) mengikuti aktivitas KKN di Pulau Seram, Maluku, Juni 2017.

Pada Jumat 30 Juni 2017, pelaku HS–yang merupakan rekan satu kelompok KKN dengan korban–tetap melaksanakan agresi bejatnya meski korban sudah memberontak dan menghardiknya.

A kemudian melaporkan apa yang ia alami kepada teman dan dosen pembimbing lapangan (DPL) Adam Rahardjo. Namun, sesudah mendengar legalisasi HS kepada Adam, korban merasa apa yang disampaikan pelaku tidak sesuai dengan apa yang terjadi.

HS tidak menyebutkan fakta bahwa ia melaksanakan perbuatannya tanpa persetujuan (consent), ketika A sedang tidur dan mengenakan pakaian lengkap dengan kerudung.

Pengakuan HS menciptakan DPL Adam meyakini insiden tersebut terjadi atas suka sama suka. HS pun ditarik dari lokasi KKN dan kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 2017.

2. UGM mengakui insiden tersebut

Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Aryani membenarkan insiden dalam aktivitas KKN tersebut.

Kepada kompas.com Aryani menyatakan, "Kasus menyerupai yang diberitakan di Balairung Press itu memang pernah terjadi. UGM menaruh tenggang rasa yang luar biasa kepada penyintas yang menjadi korban, kami juga merasa prihatin dengan insiden itu."

Berdasarkan keterangan Aryani, UGM pribadi mengambil tindakan ketika mendengar insiden tersebut dengan meluncurkan pemeriksaan oleh tim independen.

Tim ini berisikan dosen-dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Teknik (tempat HS menimba ilmu), dan Fakultas Psikologi. Hasilnya, masih berdasarkan Aryani, tim pemeriksaan menelurkan sejumlah rekomendasi, salah satunya yakni pendampingan kepada korban.

3. Ada eksekusi untuk HS namun bukan D.O.

Rekomendasi lain dari tim pemeriksaan independen lain, menyerupai dilansir Balairung Press, yakni perbaikan nilai KKN untuk A sebagai penyintas.

Sebelumnya nilai KKN yang diperoleh A yakni C namun semenjak September 2018 kemudian nilainya sudah berrubah menjadi A/B.

Tim pemeriksaan juga merekomendasikan hukuman kepada HS, yakni mewajibkan pelaku menulis surat permohonan maaf yang ditandatangani kedua orangtuanya.

HS juga diwajibkan mengikuti konseling hingga mencapai hasil yang memuaskan. Namun HS lolos dari hukuman diberhentikan secara tidak hormat sebagai mahasiswa.

4. UGM Klaim Sudah Tawarkan Jalur Hukum

UGM menampik anggapan bahwa pihaknya lalai dalam menangani masalah perkosaan yang dialami mahasiswinya ketika kuliah kerja faktual (KKN).

Dilansir dari detik.com, semenjak awal pihak UGM juga telah mengatakan biar masalah tersebut diselesaikan lewat prosedur hukum.

Namun dalam prosesnya opsi membawa masalah tersebut ke ranah aturan urung dilakukan. Penyebabnya pelaku dan korban menghendaki biar masalah tersebut diselesaikan melalui prosedur internal kampus.

5. Muncul petisi online menuntut hukuman berat untuk HS

Dilansir dari IDNtimes, Artikel Balairung Press memicu sumbangan di dunia maya. Pada Selasa (6/11), sebuah petisi online muncul di platform Change.org dengan tajuk Usut tuntas masalah pelecehan seksual KKN UGM .

Hingga gosip ini ditulis, petisi tersebut telah memperoleh lebih dari 65 ribu dukungan.

Dalam keterangannya, petisi itu meminta pihak UGM untuk mengatakan hukuman yang sesuai (akademik maupun non akademik) dengan peraturan Rektor dan Kemenristekdikti terhadap pelaku kejahatan seksual.

Peraturan Rektor UGM No. 711/P/SK/HT/2013 perihal Tata Perilaku Mahasiswa UGM Pasal 24 menjelaskan bahwa pelanggaran terhadap sikap mengenai kesusilaan (Pasal 5 Huruf m) dikenai paling rendah hukuman ringan hingga hukuman berat.

Sanksi berat, dalam kacamata UGM, yakni pemberhentian secara tidak hormat sebagai mahasiswa.

Petisi itu juga menuntut biar ada hukuman bagi oknum-oknum kampus yang berlaku otoriter dan mempersulit proses pelaporan oleh korban.

Jika membaca dongeng A, memang ada kesan bahwa beberapa pihak di dalam UGM berusaha meremehkan masalah ini demi "nama baik" kampus.

Bahkan, seorang pejabat DPkM (divisi yang mengelola aktivitas KKN UGM) cenderung menyalahkan korban.

Atas insiden tersebut, pejabat tersebut menilai bahwa penyintas turut bersalah. Selain menilai bahwa A ikut berperan dalam terjadinya kejadian, ia juga menyayangkan A yang melibatkan pihak luar, ...
Menurutnya masalah A lebih baik diselesaikan secara baik-baik dan kekeluargaan, sehingga tidak mengakibatkan keributan.

“Jangan menyebut ia (A) korban dulu. Ibarat kucing bila diberi gereh (ikan asin dalam bahasa jawa) niscaya kan setidak-tidaknya akan dicium-cium atau dimakan,” tuturnya menganalogikan.

Nah bagaiman berdasarkan Anda?