Benarkah Arwah Orang Yang Sudah Meninggal Dapat Menemui Keluarganya?


Gambar ilkustrasi dilansir dari sabdalangit - WordPress.com

Pak Ustadz...

Saya seorang ayah, tiap malam anak saya yang masih kecil tiba-tiba menjerit dan menagis tanpa sebab.

Ada tetangga saya mengatakan, anak saya sedang di datangi arwah kakeknya yang meninggal setahun lalu.

Lantas benarkah arwah orang yang sudah meninggal sanggup menemui keluarganya?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Hubungan Ruh dengan orang yang hidup ada tiga:

Pertama, pertemuan ruh orang yang telah meninggal dengan ruh orang yang masih hidup di alam mimpi

Para ulama menegaskan bahwa hal ini sanggup terjadi. Ruh orang yang telah meninggal sanggup berjumpa dengan ruh orang yang masih hidup dalam mimpi.

Berikut beberapa keterangan mereka,

1. Tafsir firman Allah di surat Az-Zumar ayat 42.

Allah berfirman,

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Allah memegang jiwa (orang) dikala matinya dan (memegang) ruh (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah ruh (orang) yang telah Dia menetapkan kematiannya dan Dia melepaskan ruh yang lain hingga waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar : 42)

Ada dua pendapat andal tafsir ihwal ayat ini. Salah satunya, bahwa ruh orang yang ditahan ialah ruh orang yang sudah meninggal, sehingga dia tidak sanggup kembali ke jasadnya di dunia. Sedangkan ruh orang yang dilepas ialah ruh orang yang tidur. (Ar-Ruh, Ibnul Qoyim, hlm. 31).

Diriwayatkan dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia menjelaskan tafsir ayat tersebut,

إِنَّ أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ تَلْتَقِي فِي الْمَنَامِ فَتَتَعَارَفُ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْهَا، فَإِذَا أَرَادَ جَمِيعُهَا الرُّجُوعَ إِلَى الْأَجْسَادِ أَمْسَكَ اللَّهُ أَرْوَاحَ الْأَمْوَاتِ عِنْدَهُ، وَأَرْسَلَ أَرْوَاحَ الْأَحْيَاءِ إِلَى أَجْسَادِهَا

Sesungguhnya ruh orang yang hidup dan ruh orang mati bertemu dalam mimpi. Mereka saling mengenal sesuai yang Allah kehendaki. Ketika masing-masing hendak kembali ke jasadnya, Allah menahan ruh orang yang sudah mati di sisi-Nya, dan Allah melepaskan ruh orang yang masih hidup ke jasadnya. (Tafsir At-Thabari 21/298, Al-Qurthubi 15/260, An-Nasafi 4/56, Zadul Masir Ibnul Jauzi 4/20, dan beberapa tafsir lainnya).

2. Kejadian kasatmata yang dialami para sahabat

Kejadian ini pernah dialami seorang sobat yang dijamin masuk nirwana lantaran kerendahan hatinya. Sahabat Tsabit bin Qois radhiyallahu ‘anhu. Peristiwa ini terjadi dikala perang Yamamah, menyerang nabi palsu Musailamah Al-Kadzab di zaman Abu Bakr. Dalam peperangan itu, Tsabit termasuk sobat yang mati syahid. Ketika itu, Tsabit menggunakan baju besi yang bernilai harganya.

Sampai kesudahannya lewatlah seseorang dan menemukan jasad Tsabit. Orang ini mengambil baju besi Tsabit dan membawanya pulang. Setelah kejadian ini, ada salah seorang mukmin bermimpi, dia didatangi Tsabin bin Qois. Tsabit berpesan kepada si Mukmin dalam mimpi itu:

“Saya wasiatkan kepada kamu, dan jangan kau katakan, ‘Ini hanya mimpi kalut’ kemudian kau tidak mempedulikannya. Ketika saya mati, ada seseorang yang melewati jenazahku dan mengambil baju besiku. Tinggalnya di paling pojok sana. Di kemahnya ada kuda yang dia gunakan membantu kegiatannya. Dia meletakkan wadah di atas baju besiku, dan diatasnya ada pelana. Datangi Khalid bin Walid, minta ia untuk menugaskan orang supaya mengambil baju besiku. Dan kalau kau bertemu Khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu Abu Bakr), sampaikan bahwa saya punya tanggungan utang sekian dan punya piutang macet sekian. Sementara budakku fulan, statusnya merdeka. Sekali lagi jangan kau katakan, ‘Ini hanya mimpi kalut’ kemudian kau tidak mempedulikannya.”

Setelah bangun, orang inipun menemui Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu dan memberikan dongeng mimpinya bertemu Tsabit. Sang panglima, Khalid bin Walid mengutus beberapa orang untuk mengambil baju besi itu, dia memperhatikan kemah yang paling ujung, ternyata ada seekor kuda yang disiapkan. Mereka melihat isi kemah, ternyata tidak ada orangnya. Merekapun masuk, dan eksklusif menggeser pelana. Ternyata di bawahnya ada wadah. Kemudian mereka mengangkat wadah itu, ketemulah baju besi itu. Merekapun membawa baju besi itu menghadap Khalid bin Walid.

Setelah hingga Madinah, orang itu penyampaikan mimpinya kepada Khalifah Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, dan ia membolehkan untuk melaksanakan wasiat Tsabit. Para sobat mengatakan, “Kami tidak pernah mengetahui ada seorangpun yang wasiatnya dilaksanakan, padahal gres disampaikan sesudah orangnya meninggal, selain wasiat Tsabit bin Qais. (HR. Al-Baihaqi dalam Dalail An-Nubuwah 2638 dan Al-Bushiri dalam Al-Ittihaf 3010)

Kasus semacam ini juga terjadi pada beberapa ulama. Kisah-kisah mereka banyak disebutkan Ibnul Qoyim dalam bukunya Ar-Ruh (hlm. 30 – 48). Salah satunya ialah dongeng sobat tsabit bin Qois di atas.

Kedua, Allah memperlihatkan keadaan keluarga yang masih hidup kepada beberapa orang yang telah meninggal.

Para ulama menegaskan bahwa mayit sanggup mendengar bunyi orang yang berada di dunia dalam kondisi tertentu. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis, diantaranya,

1. Hadis dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن العبد إذا وضع في قبره، وتولى عنه أصحابه، إنه ليسمع قرع نعالهم..

“Sesungguhnya seorang hamba dikala telah diletakkan di kuburan dan ditinggal pulang orang yang mengantarkannya, dia sanggup mendengar bunyi sandal mereka…” (HR. Muslim 2874)

2. Hadis dari Abu Thalhah, bahwa sesudah belalu 3 hari pasca-perang Badr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi daerah pertempuran bersama para sobat dan memasukkan mayit orang musyrik ke dalam satu lubang. Selanjutnya ia bersabda,

يا أبا جهل بن هشام، يا أمية بن خلف، يا عتبة بن ربيعة، يا شيبة بن ربيعة، أليس قد وجدتم ما وعد ربكم حقاً؟ فإني قد وجدت ما وعدني ربي حقاً

Wahai Abu Jahl bin Hisyam, wahai Umayah bin Khalaf, wahai Uthbah bin Rabi’ah, wahai Syaibah bin Rabi’ah, apakah kalian telah mendapat kenyataan dari apa yang dijanjikan Rab kalian? Sungguh saya telah mendapat kenyataan dari apa yang dijanjikan Rabku.

Spontan Umar bertanya,

“Ya, Rasulullah, bagaimana mereka sanggup mendengar? Bagaimana mereka sanggup menjawab? Padahal mereka sudah jadi bangkai.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

والذي نفسي بيده! ما أنتم بأسمع لما أقول منهم، ولكنهم لا يقدرون أن يجيبوا

Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kalian tidak lebih mendengar dari apa yang saya ucapkan dari pada mereka. Namun mereka tidak sanggup menjawab. (HR. Bukhari 3976)

Apakah Kasus Semacam Ini Berlaku Umum?

Ulama berbeda pendapat apakah perkara semacam ini berlaku untuk semua keadaan. Dalam arti mayit sanggup mendengar dan mengetahui semua keadaan orang yang masih hidup.

Sebagian menegaskan bahwa mayit mengetahui keadaan keluarganya dengan izin Allah, dan dia di alam kubur. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Ibnul Qoyim menyebutkan bahwa terdapat banyak sekali riwayat dari para ulama masa silam yang menjelaskan bahwa mayit mengetahui keadaan keluarganya. Dia merasa bahagia dikala keluarganya dalam kondisi baik, dan dia merasa duka dikala keluarganya dalam kondisi tidak baik.

Mereka yang menegaskan bahwa mayit mengetahui keadaan keluarganya, berdalil dengan hadis dari Anas. Namun hadis statusnya lemah, lantaran ada perawi yang tidak disebutkan namanya. (Majma’ Zawaid, 2/329).

Dalam riwayat lain dari Abu Ayyub, diriwayatkan Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir, namun dalam sanadnya terdapat perawi berjulukan Maslamah bin Ali Al-Khusyani, dan dia perawi dhaif. Maslamah bin Ali orang syam, perawi yang lemah, dan matruk (ditinggalkan). Sebagaimana dijelaskan dalam Mizan I’tidal (4/109). Ringkasnya, hadis dalam dilema ini tidak shahih.

Adapun Atsar yang disebutkan Ibnul Qoyim dalam Ar-Ruh, dinukil dari kitab Al-Qubur karya Ibnu Abi Ad-Dunya. Dan atsar-atsar ini dinilai bermasalah.

(Multaqa Ahlulhadits, 52691).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak mengatakan

والميت كذلك لا يعلم بشيء من أحوالهم لأنه غائب عنهم في نعيم أو عذاب ، ولكن قد يُطلع الله بعض الموتى على بعض أحوال أهله ولكن دون تحديد. وقد جاءت آثار لا يعتمد عليها بأن الأموات قد يعرفون أشياء من أحوال أهلهم

Demikian pula mayit, dia tidak mengetahui keadaan keluarganya, lantaran dia tidak ada di tengah-tengah mereka. Mereka sibuk dalam kenikmatan atau adzab. Hanya saja, terkadang Allah tampakkan kepada beberapa mayit sebagian keadaan keluarganya, namun ini tanpa batasan waktu tertentu. Terdapat beberapa atsar (riwayat dari para ulama) ihwal hal ini yang belum sanggup dijadikan dalil (karena perllu dilakukan penelitian ulang) yang menyebutkan bahwa mayit terkadang mengetahui keadaan keluarganya. (Fatwa Islam, 13183).

Mengingat keterangan semacam ini belum jelas, sebagian ulama menasehatkan supaya tidak kita tidak disibukkan dengan pembahasan semacam ini. Karena tidak memperlihatkan banyak manfaat. Yang lebih penting, kita berusaha menunaikan semua yang menjadi tanggungan mayit, menyerupai utang, nadzar, fidyah, wasiat, dan semacamnya. Sehingga tidak ada beban baginya yang tidak ditunaikan. Kemudian kita berusaha menjadi hamba yang baik, bertaqwa kepada Allah, baik mayat sanggup mengetahui keadaan kita, atau tidak.

Nasehat semacam ini pernah disampaikan Imam Ibnu Utsaimin. Ketika ia ditanya, apakah mayit sanggup mengetahui kondisi keluarga ataukah tidak?

أما السؤال وهو: معرفة الميت ما يصنعه أهله في الدنيا؟ فإنني لا أعلم في ذلك أثراً صحيحاً يعتمد عليه.
وعلى أية حال فلا نرى نفعا في البحث عن هذا الأمر، والذي ينفعك أنك إذا كنت كذبت فالواجب عليك التوبة إلى الله، والتوبة تمحو ما قبلها، …. ، والانشغال بقبول التوبة، وإصلاح النفس بدلا من الانشغال بمعرفة الميت بهذا الأمر.

Adapun pertanyaan, apakah mayit mengetahui apa yang dilakukan keluarganya di dunia? Saya tidak mengetahui atsar (riwayat) yang shahih yang sanggup dijadikan dalil. Namun apapun itu, saya beropini tidak ada banyak manfaat untuk melaksanakan pembahasan dilema ini. Pelajaran yang bermanfaat bagi anda, bahwa kalau anda mendustakan hal itu maka anda wajib bertaubat kepada Allah. Dan taubat sanggup menghapus dosa sebelumnya. … dan hendaknya anda sibukkan diri supaya diterima taubatnya, dan memperbaiki diri, dari pada menyibukkan diri dengan mengetahui keadaan mayit semacam ini.

(Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 192755)

Ketiga, ruh orang yang meninggal mendatangi keluarganya di alam nyata

Sebagian orang berkeyakinan bahwa ruh orang yang meninggal akan kembali ke keluarganya.

Ada beberapa catatan yang memperlihatkan bahwa keyakinan ini ialah keyakinan yang salah dan bertentangan dengan Al-Quran dan sunah.

1. Allah mengingkari ajakan orang mati untuk dikembalikan ke dunia

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ( ) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

(Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila tiba simpulan hidup kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah saya (ke dunia), ( ) supaya saya sanggup berbuat amal yang saleh yang telah saya tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu ialah Perkataan yang dia ucapkan saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan. (QS. Al-Mukminun: 99 – 100)

Allah mengabarkan bagaimana orang kafir meratapi hidupnya. Mereka berharap supaya dikembalikan ke dunia di detik-detik menghadapi kematian. Sehingga mereka mendapat aksesori usia untuk memperbaiki dirinya. Namun itu hanya ucapan lisan, yang sama sekali tidak bermanfaat baginya. Kemudian Allah menyatakan bahwa sesudah mereka mati akan ada barzakh, dinding pemisah antara dirinya dengan kehidupan dunia. Mereka yang sudah memasuki barzakh, tidak akan lagi sanggup keluar darinya. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 559).

2. Ruh mereka berada di alam yang lain, alam kubur, yang berbeda dengan alam dunia

Pada surat Al-Mukminun di atas, Allah telah menegaskan bahwa ada barzakh (dinding pemisah) antara orang yang telah meninggal dan kehidupan dunia. Dan itu terjadi semenjak mereka meninggal dunia. Selanjutnya masing-masing sudah sibuk dengan jawaban yang Allah berikan kepada mereka. Ruh orang baik, berada di daerah yang baik, sebaliknya, ruh orang buruk berada di daerah yang jelek.

Dalam sebuah riwayat, seorang tabiin berjulukan Masruq pernah bertanya kepada sobat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ihwal tafsir firman Allah,

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Janganlah kau menerka bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. (QS. Ali Imran: 169)

Ibnu Mas’ud menjawab, “Saya pernah tanyakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ia menjawab,

أرواحهم في جوف طير خضر لها قناديل معلقة بالعرش تسرح من الجنة حيث شاءت ثم تأوي إلى تلك القناديل فاطلع إليهم ربهم اطلاعة ، فقال : هل تشتهون شيئا ؟ قالوا : أي شيء نشتهي ونحن نسرح من الجنة حيث شئنا . ففعل ذلك بهم ثلاث مرات ، فلما رأوا أنهم لن يُترَكوا من أن يَسألوا قالوا : يا رب نريد أن ترد أرواحنا في أجسادنا حتى نقتل في سبيلك مرة أخرى ، فلما رأى أن ليس لهم حاجة تُركوا

“Ruh-ruh mereka di perut burung hijau. Burung ini mempunyai sarang yang tergantung di bawah ‘Arsy. Mereka sanggup terbang kemanapun di nirwana yang mereka inginkan. Kemudian mereka kembali ke sarangnya. Kemudian Allah memperhatikan mereka, dan berfirman: ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu?’ Mereka menjawab: ‘Apa lagi yang kami inginkan, sementara kami sanggup terbang di nirwana ke manapun yang kami inginkan.’ Namun Allah selalu menanyai mereka 3 kali. Sehingga dikala mereka merasa akan selalu ditanya, mereka meminta: ‘Ya Allah, kami ingin Engkau mengembalikan ruh kami di jasad kami, sehingga kami sanggup berperang di jalan-Mu untuk kedua kalinya.’ Ketika Allah melihat mereka sudah tidak membutuhkan apapun lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 1887)

Kemudian disebutkan dalam riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لما أُصِيب إخوانكم بأُحُد جعل الله أرواحهم في جوف طير خضر تَرِد أنهار الجنة تأكل من ثمارها وتأوي إلى قناديل من ذهب معلقة في ظل العرش ، فلما وجدوا طيب مأكلهم ومشربهم ومَقِيلهم قالوا : من يُبلِّغ إخواننا عنّـا أنا أحياء في الجنة نُرزق لئلا يزهدوا في الجهاد ولا ينكلوا عند الحرب ، فقال الله سبحانه أنا أبلغهم عنكم . قال فأنزل الله : ( ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله )

Ketika saudara kalian meninggal di perang Uhud, Allah mengakibatkan ruh mereka di perut burung hijau. Mendatangi sungai surga, makan buah surga, dan beristirahat di sarang dari emas, menggantung di bawah ‘Arsy. Ketika mereka mencicipi lezatnya makanan, minuman, dan daerah istirahat, mereka mengatakan: ‘Siapa yang sanggup memberi tahu kepada saudara-saudara muslim lainnya ihwal kabar kami bahwa kami hidup di surga, dan kami mendapat rizki. Agar mereka tidak menghindari jihad dan tidak pengecut dikala perang. Lalu Allah menjawab: ‘Aku yang akan sampaikan kabar kalian kepada mereka.’ Kemudian Allah menurunkan firman-Nya: “Janganlah kau menerka bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya…” (HR. Abu Daud 2520 dan dinilai hasan oleh Al-Albani)

Jika ruh itu sanggup kembali dan tinggal bersama keluarganya, tentu yang paling layak mendapat keadaan ini ialah ruh para nabi, para sahabat, atau para syuhada yang meninggal di medan jihad.

Sementara hadis-hadis di atas merupakan bukti bahwa hal itu tidak terjadi. Allah tempatkan ruh mereka di surga, dan terpisah sepenuhnya dengan alam dunia.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Barrak pernah ditanya, benarkan ruh orang yang meninggal akan kembali ke keluarganya dan sanggup melihat semua keadaan keluarganya selama 40 hari?

Jawaban beliau,

الإنسان إذا مات يغيب عن هذه الحياة ويصير إلى عالم آخر ، ولا تعود روحه إلى أهله ولا يشعرون بشيء عنه ، وما ذكر من عودة الروح لمدة أربعين يوما فهي من الخرافات التي لا أصل لها ، والميت كذلك لا يعلم بشيء من أحوالهم لأنه غائب عنهم في نعيم أو عذاب

Seseorang sesudah meninggal, dia menghilang dari kehidupan dunia ini, dan berpindah ke alam akhirat. Dan ruhnya tidak kembali ke keluarganya, dan tidak mengetahui semua keadaan keluarganya. Kabar yang menyebutkan bahwa ruh kembali ke keluarga selama 40 hari ialah khurafat, yang sama sekali tidak mempunyai dalil. Demikian pula mayit, dia tidak mengetahui keadaan keluarganya, lantaran dia tidak ada di tengah-tengah mereka. Mereka sibuk dalam kenikmatan atau adzab. (Fatwa Islam, 13183).

Kembalikan Kepada Dalil!

Prinsip ini jangan hingga lepas dari lubuk hati kita. Apapun yang kita dengar, siapapun yang menyampaikan, kembalikan keterangan itu kepada dalil. Tidak semua keterangan yang disampaikan dai benar adanya. Mereka yang punya dalil, itulah yang menjadi pegangan. Karena warta ihwal syariat, apalagi terkait keyakinan gres boleh kita terima dikala ada dasar pijakannya. Mengingat semua harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

Sebagaimana yang Allah tegaskan,

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Janganlah kau mengikuti sesuatu yang kau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra’: 36).

Semoga Allah menyelamatkan kita dari setiap keyakinan yang menyimpang.

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)