Benarkah Meninggal Alasannya Gempa Tsunami Dianggap Mati Syahid?


Image from tribunnews.com

Bagaimana bila semasa hidupnya penuh maksiat, apa juga sanggup dikatakan mati syahid ?

Meninggal lantaran gempa dan tsunami sanggup dikatakan mati syahid bila memenuhi syarat-syarat ini, namun yang kita ketahui Allah menurunkan petaka niscaya ada sebabnya. 

Tidak lain penyebab utamanya insan itu sendiri yang lalai akan perintah Allah SWT dan selalu mengerjakan maksiat, dan meninggal lantaran gempa dalam keadaan maksiat, apa sanggup dikatakan mati syahid.

Gempa Bumi dan Tsunami selalu menghabiskan banyak korban. Ada yang meninggal lantaran reruntuhan bangunan ada juga yang meninggal lantaran karam terseret ombak Tsunami.

Jenazah korban gempa dan tsunami ini terkadang tak sanggup pribadi dievakuasi, selain lantaran sulitnya menjangkau tempat terdampak, juga diharapkan peralatan yang memadai untuk mengevakuasi jenazah-jenazah tersebut. Hal ini menyebabkan hati keluarga korban semakin runyam tak karuan.

Namun, jangan khawatir. Allah telah menawarkan tanggapan yang setimpal bagi orang-orang yang meninggal lantaran gempa bumi maupun tsunami. Allah SWT menawarkan status syahid alam abadi bagi orang-orang yang meninggal lantaran gempa dan tsunami tersebut.

Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari dari sobat Abu Hurairah RA berikut:

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati lantaran tho’un (wabah), orang yang mati lantaran menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati lantaran tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis riwayat Bukhari di atas, berdasarkan al-Aini dalam Umdatul Qari, yaitu sebuah penitikberatan dari Imam al-Bukhari bahwa orang yang mendapat status syahid tidak hanya orang yang meninggal dalam keadaan berperang saja.

Akan tetapi dalam beberapa keadaan juga sanggup disebut syahid. Dalam hadis di atas, Imam al-Bukhari menyebutkan lima, walaupun dalam judul babnya al-Bukhari menyebut tujuh, salah duanya yaitu tertimpa reruntuhan dan tenggelam.

Selayaknya orang yang meninggal lantaran gempa dan tsunami, niscaya penyebab meninggalnya yaitu dua hal, yakni karam atau tertimpa reruntuhan. Oleh lantaran itu, secara otomatis, korban gempa dan tsunami ini termasuk orang yang meninggal syahid.

Akan tetapi, berdasarkan Imam an-Nawawi dalam Syarh Raudhatut Thalibin, syahid dalam lima hal tersebut tidak sama cara pengurusan jenazahnya dengan orang yang mati syahid lantaran berperang.

Seperti yang dilansir oleh nu.or.id, kalau orang yang mati syahid lantaran berperang tidak perlu dimandikan, maka orang yang syahid dalam keadaan menjadi korban gempa dan tsunami tetap diurus menyerupai mayit biasa, yakni tetap dimandikan, dikafani dan lain sebagainya.

 فَهُم كَسَائِرِ المَوتىَ يُغْسَلونَ وَيُصَلىَّ عَليْهِمْ وَإنْ وَرَد فِيهِمْ لفْظُ الشَّهادَةِ

“Mereka (orang yang meninggal syahid dalam kasus karam dan lain sebagainya) cara pengurusan jenazahnya menyerupai orang yang meninggal biasa, yakni tetap dimandikan dan dishalati walaupun mendapat status syahid.”

:

Dan bagaimana meninggal lantaran gempa  namun semasa hidupnya penuh maksiat. Apakah juga dikatakan mati syahid?

Kami berikan sebuah permisalan:

Orang kafir yang tiga anaknya meninggal dunia sebelum mencapai usia baligh dan ia tetap bersabar. Apakah orang kafir ini akan masuk nirwana atau tidak? Jawabnya tentu tidak.

Begitu juga perihal orang yang memakan harta riba, orang yang memakan harta anak yatim, orang yang melaksanakan pembunuhan dan perbuatan jelek lainnya yang para pelakunya terancam masuk neraka. Ini juga terikat atau dengan syarat tidak ada penghalang yang menghalangi dari terlaksananya bahaya tersebut. Jika ada penghalang yang kuat, maka bahaya itu tidak ditimpakan kepada si pelaku. Karena menyerupai yang sudah disampaikan di awal, kaidahnya yaitu segala sesuatu itu tidak tepat kecuali sehabis syarat dan sebabnya terpenuhi serta tidak yang menghalangi (intifâ’ mawâni’).

Kesimpulan : orang yang semasa hidupnya penuh dengan keimanan dan taat beribadah, insyaallah kelak di alam abadi mendapat ridho dan dianggap mati syahid. Akan tetapi kalau orang meninggal ketika gempa tsunami tapi semasa hidupnya penuh dengan maksiat, apakah juga akan dianggap maksiat matinya ?

Seperti halnya yang sudah kita ketahui kampung petobo populer dengan kampung akan maksiat.

Berikut vidio keterangan lengkapnya :


Mari berbenah, mari kembali kepada Allah biar kita selamat dunia dan Akhirat.


Wallahu A'lam