Cara Gampang Menghitung Zakat Hasil Perjuangan Tijaroh (Perdagangan)


Gambar dilansir dari bmakupedulismg.wordpress.com
Khusus bagi pelaku bisnis atau para pedagang mesti memahami hal ini...

Jangan hingga harta dan bisnis kita menjadi tidak barokah dengan tidak memperhatikan zakatnya.

Berikut cara gampang menghitung zakat hasil perjuangan perdagangan yang kita miliki...

Barang dagangan (‘urudhudh tijaroh) yang dimaksud di sini yakni yang diperjualbelikan untuk mencari untung.

Dalil akan wajibnya zakat perdagangan yakni firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah: 267). Imam Bukhari meletakkan Bab dalam kitab Zakat dalam kitab shahihnya, di mana ia berkata,

باب صَدَقَةِ الْكَسْبِ وَالتِّجَارَةِ

Bab: Zakat hasil perjuangan dan tijaroh (perdagangan)”, sehabis itu ia rahimahullah membawakan ayat di atas.

Kata Ibnul ‘Arobi,

{ مَا كَسَبْتُمْ } يَعْنِي : التِّجَارَةَ

Yang dimaksud ‘hasil perjuangan kalian’ yakni perdagangan”.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Para ulama empat madzhab dan ulama lainnya –kecuali yang keliru dalam hal ini- beropini wajibnya zakat barang dagangan, baik pedagang yakni seorang yang bermukim atau musafir. Begitu pula tetap terkena kewajiban zakat walau si pedagang bertujuan dengan membeli barang ketika harga murah dan menjualnya kembali ketika harganya melonjak. …

Syarat zakat barang dagangan

1. Barang tersebut dimiliki atas pilihan sendiri dengan cara yang mubah baik lewat jalan cari untung (mu’awadhot) ibarat jual beli dan sewa atau  secara cuma-cuma (tabaru’at) ibarat hadiah dan wasiat.

2. Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati ibarat binatang ternak, emas, dan perak. Karena dihentikan ada dua wajib zakat dalam satu harta menurut komitmen para ulama. Dan zakat pada emas dan perak –misalnya- itu lebih berpengaruh dari zakat perdagangan, alasannya yakni zakat tersebut disepakati oleh para ulama. Kecuali bila zakat tersebut di bawah nishob, maka sanggup saja terkena zakat tijaroh.

3. Barang tersebut semenjak awal dibeli diniatkan untuk diperdagangkan alasannya yakni setiap amalan tergantung niatnya.  Dan tijaroh (perdagangan) termasuk amalan, maka harus ada niat untuk didagangkan sebagaimana niatan dalam amalan lainnya.

4. Nilai barang tersebut telah mencapai salah satu nishob dari emas atau perak, mana yang paling hati-hati dan lebih membahagiakan miskin. Sebagaimana dijelaskan bahwa nishob perak itulah yang lebih rendah dan nantinya yang jadi patokan dalam nishob. Telah mencapai haul (melalui masa satu tahun hijriyah).

Untuk nishob dari emas atau perak sanggup dilihat disini: Jangan Lupa Zakat, Ini Cara Praktis Menghitung Zakat Emas dan Perak

5. Jika barang dagangan dikala pembelian memakai mata uang yang telah mencapai nishob, atau harganya telah melampaui nishob emas atau perak, maka haul dihitung dari waktu pembelian tersebut.

Kapan nishob teranggap pada zakat barang dagangan?

1. Haul gres dihitung sehabis nilai barang dagangan mencapai nishob.

2. Menurut jumhur (mayoritas ulama), nishob yang teranggap yakni pada keseluruhan haul (selama satu tahun). Jika nilai barang dagangan di pertengahan haul kurang dari nishob, kemudian bertambah lagi, maka perhitungan haul dimulai lagi dari awal dikala nilainya mencapai nishob.

Adapun bila pedagang tidak mengetahui kalau nilai barang dagangannya turun dari nishob di tengah-tengah haul, maka asalnya dianggap bahwa nilai barang dagangan masih mencapai nishob.

Apakah mengeluarkan zakat barang dagangan denan barangnya atau nilainya?

Dilansir dari rumaysho.com, lebih banyak didominasi ulama beropini bahwa wajib mengeluarkan zakat barang dagangan dengan nilainya alasannya yakni nishob barang dagangan yakni dengan nilainya. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i dalam salah satu pendapatnya berpandangan bahwa pedagang boleh menentukan dikeluarkan dari barang dagangan ataukah dari nilainya.

Adapun Ibnu Taimiyah menentukan manakah yang lebih maslahat bagi golongan akseptor zakat.

Perhitungan zakat barang dagangan

Perhitungan zakat barang dagangan = nilai barang dagangan* + uang dagang yang ada + piutang yang dibutuhkan – utang yang jatuh tempo**.

* dengan harga dikala jatuh haul, bukan harga dikala beli.

** utang yang dimaksud yakni utang yang jatuh tempo pada tahun tersebut (tahun pengeluaran zakat). Kaprikornus bukan dimaksud seluruh hutang pedagang yang ada. Karena bila seluruhnya, sanggup jadi ia tidak ada zakat bagi dirinya.

Kalau mencapai nishob, maka dikeluarkan zakat sebesar 2,5% atau 1/40.

Contoh:

Pak Muhammad mulai membuka toko dengan modal 100 juta pada bulan Muharram 1432 H. Pada bulan Muharram 1433 H, perincian zakat barang dagangan Pak Muhammad sebagai berikut:

  • – Nilai barang dagangan = Rp.40.000.000
  • – Uang yang ada = Rp.10.000.000
  • – Piutang = Rp.10.000.000
  • – Utang = Rp.20.000.000 (yang jatuh tempo tahun 1433 H)
Perhitungan Zakat

= (Rp.40.000.000 + Rp.10.000.000 + Rp.10.000.000 – Rp.20.000.000) x 2,5%

= Rp.40.000.000 x 2,5%

= Rp.1.000.000

Semoga Allah senantiasa memperlihatkan kepada kita ilmu yang bermanfaat.

Wallahu waliyyut taufiq.