Makelar Menaikkan Harga Barang, Bagaimana Hukumnya?


Gambar ilustrasi dilansir dari tarunalaut.blogspot.com

Usaha makelaran memang diperbolehkan dalam islam...

Namun bagaiman dengan makelaran yang suka menaikkan harga barang dagangannya?

Simak ulasan wacana cara makelaran yang benar, supaya perjuangan menjadi berkah...

Makelaran dalam islam diperbolehkan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas dan beberapa ulama tabi’in.

Dalam shahih Bukhari terdapat judul bab,

بَابُ أَجْرِ السَّمْسَرَةِ

Bab wacana upah makelaran.

Di bawah cuilan ini, Imam Bukhari menyatakan,

وَلَمْ يَرَ ابْنُ سِيرِينَ، وَعَطَاءٌ، وَإِبْرَاهِيمُ، وَالحَسَنُ بِأَجْرِ السِّمْسَارِ بَأْسًا

Menurut Ibnu Sirin, Atha’, Ibrahim, dan Hasan al-Bashri bahwa upah makelar dibolehkan.


Kemudian Imam Bukhari membawakan beberapa riwayat dari sobat dan Tab’in.

Riwayat pertama,

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: ” لاَ بَأْسَ أَنْ يَقُولَ: بِعْ هَذَا الثَّوْبَ، فَمَا زَادَ عَلَى كَذَا وَكَذَا، فَهُوَ لَكَ

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

Tidak dilema pemilik barang mengatakan, ‘Jualkan kain ini, bila laris lebih dari sekian, maka kelebihannya milik kamu.

Riwayat kedua,

وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ: ” إِذَا قَالَ: بِعْهُ بِكَذَا، فَمَا كَانَ مِنْ رِبْحٍ فَهُوَ لَكَ، أَوْ بَيْنِي وَبَيْنَكَ، فَلاَ بَأْسَ بِهِ

Ibnu Sirin mengatakan,

Jika penjual mengatakan, ‘Jualkan barang ini seharga sekian, bila nanti ada untung, itu punya kamu.’ Atau ‘Jika nanti ada untung, kita bagi.’ Seperti ini dibolehkan.” (Shahih Bukhari, 3/92).

Berdasarkan riwayat di atas, sanggup kita simpulkan bahwa makelaran ada 2 cara:

[1] Makelar diizinkan untuk menaikkan harga barang, sehingga upah makelar dari margin.

Misalnya, Si A pemilik kendaraan beroda empat meminta si B untuk menjadi makelar menjualkan mobilnya dan si B diizinkan. Si A menyampaikan kepada si B, ‘Pokoknya saya terima higienis 100jt. Kamu kalau mau ambil untung, silahkan dinaikkan sendiri.’

Dengan denah ini, makelar berhak menaikkan harga barang sesuai yang ia inginkan.

Dilansir dari konsultasisyariah.com. cara semacam ini sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.

Ibnu Qudamah mengatakan,

إذا قال: بع هذا الثوب بعشرة فما زاد عليها فهو لك: صح، واستحق الزيادة، لأن ابن عباس كان لا يرى بذلك بأساً، ولأنه يتصرف في ماله بإذنه، فصح شرط الربح له في كالمضارب والعامل في المساقاة

Ketika pemilik barang mengatakan, jualkan kain ini dari saya 10 dirham, bila laris lebih, itu milik kamu, maka akadnya sah, dan makelar berhak mendapat aksesori itu. Karena berdasarkan Ibnu Abbas itu dibolehkan, dan makelar melaksanakan transaksi terhadap barang orang ini, atas izinnya. Sehingga sah adanya kesepakatan pembagian laba menjadi miliknya, ibarat mudharib dan amil dalam janji musaqah. (al-Mughni, 5/108).

[2] Makelar diminta untuk menjual senilai harga tertentu, dan ia mendapat fee sesuai yang disepakati.

Ketika pemilik sudah tetapkan harga, maka makelar tidak berhak untuk menaikkannya tanpa seizin pemilik. Karena makelar dalam hal ini yaitu wakil dari pemilik, sehingga ia harus bekerja sesuai instruksi. Jika ia menaikkan harga tanpa seizin pemilik, berarti ia menyalahi amanah dan itu dilarang.

Dalam aliran Syabakah Islamiyah ada pertanyaan,

"Saya menjadi penghubung antara penjual dengan pembeli. Saya setuju dengan penjual harga sekian dengan pembeli harga sekian. Misal dari penjual 100 dan saya jual ke pembeli 150.. saya terima uang dari pembeli, lalu saya serahkan ke penjual."

Jawaban Lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah,

فلا يجوز لك فعل ذلك، ما لم تخبر المشتري بالثمن الحقيقي، وأن الزائد عمولة لك على سمسرتك، أو تتفق مع البائع على أنك ستبيع له بضاعته بسعر كذا، وما زاد فهو لك. وأما أن توهم المشتري أن السعر هو مائة وخمسون مثلا، والحقيقة أنه مائة، أو تخبر البائع أنك بعت بضاعته بمائة فقط، والحقيقة أنك بعتها بمائة وخمسين، فلا يجوز لك ذلك؛

"Tidak boleh anda melaksanakan ibarat itu, selama anda tidak menyebutkan kepada pembeli harga yang sebenarnya, dan nanti aksesori margin menjadi hasil dari makelaran anda. Atau anda bersepakat dengan penjual bahwa nanti akan akan menjual barang itu dengan harga sekian, sehingga selisihnya menjadi milik anda.

Namun bila pembeli menyangka bahwa harga dasarnya memang 150 padahal aslinya 100, atau anda memberi tahu pemilik bahwa anda menjualnya seharga 100 padahal aslinya 150, maka semacam ini tidak boleh." Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=194601

Demikian, Wallahu A'lam.