Mana Yang Lebih Afdol, Mengangkat Telunjuk Di Awal Tasyahud Atau Sehabis Syahadat Tauhid?


Gambar dari Muslim.or.id

Pak Ustadz,..

Sebetulnya kapan sih disunahkannya berisyarat ketika tahiyat, dari awal tahiyat atau ketika mengucapkan asyhadu an la ilaha illallah ? 

Alhamdulillah.

Pertama, dalam sunnah nabawiyyah perihal klarifikasi tata cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat syari’at mengangkat jari telunjuk dalam shalat dan telah disebutkan perincian klarifikasi perihal hal itu disertai dalil-dalilnya di web kami, yaitu balasan no. 7570 dan 11527.

Kedua, para hebat fiqh sudah menyebutkan bahwa barangsiapa yang mengisyaratkan dengan jari telunjuk (mengangkatnya-pent) di bab manapun asal masih dalam tasyahhud, maka berarti ia telah menunaikan sunnah ini (mengangkat jari telunjuk-pent) dan telah mengikuti petunjuk nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memunaikan shalatnya. Adapun yang menjadi pembahasan di sini yaitu kawasan diangkatnya, sedangkan ini yaitu permasalahan afdhaliyyah saja.

:

Tempat mulai mengangkat telunjuk dan perselisihan Ulama tentangnya

1. Pendapat yang mengisyaratkan sehabis membaca syahadat

Disunnahkan menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahhud pada ketika berdoa, lantaran tiba di dalam hadits Wa’il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu:


أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ أُصْبُعَهُ فَرَأَيْته يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا

“Bahwasanya dia shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat jari beliau, maka saya melihat dia menggerakkannya, seraya berdoa dengannya.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’I, Ahmad dan dishahihkan Syeikh Al-Albany dalam Al-Irwa’ no: 367))

Ini menunjukkan sebenarnya dia shallallahu ‘alaihi wa sallam menggerakkan jari telunjuk dia ketika berdoa saja bukan dari awal tasyahhud, dan gerakan yang dimaksud di sini yaitu gerakan yang ringan.

Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu:


السنة للمصلي حال التشهد أن يقبض أصابعه كلها أعني أصابع اليمنى ويشير بالسبابة ويحركها عند الدعاء تحريكا خفيفا إشارة للتوحيد وإن شاء قبض الخنصر والبنصر وحلق الإبهام مع الوسطى وأشار بالسبابة كلتا الصفتين صحتا عن النبي صلى الله عليه وسلم

“Yang sesuai dengan sunnah bagi orang yang shalat ketika tasyahhud yaitu menggenggam semua jari kanannya dan memberi instruksi dengan jari telunjuknya dan menggerakkannya ketika berdoa dengan gerakan yang ringan sebagai instruksi kepada tauhid, dan kalau dia mau maka sanggup menggenggamkan jari kecil dan jari cantik lalu menciptakan bundar antara jempol dengan jari tengah, dan memberi instruksi dengan jari telunjuk, kedua cara ini telah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Maj’mu Fatawa Syeikh Bin Baz 11/185)

Berkata Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad:


لا أعلم شيئاً يدل على أن الإنسان يحركها باستمرار، وإنما يحركها ويدعو بها، أي: عندما يأتي الدعاء: اللهم.. اللهم.. يحركها.

“Saya tidak tahu dalil yang menunjukkan bahwa seseorang menggerakkan jari telunjuk secara terus menerus, akan tetapi menggerakannya dan berdoa dengannya, yaitu: ketika melewati doa (Allahumma…Allahumma) menggerakkannya”

(Jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada dia ketika mensyarh Sunan Abi Dawud, sehabis Bab fil Hadab dari Kitab Al-Libas)

Seperti yang dilansir oleh Muslim.or.id, Sabda Umar radiallahu anhu, dia (dan mengangkat jari sebelah jempolnya [telunjuk-pent] yang dipakai berdo’a oleh beliau) pertanda bahwa mengangkat telunjuk dimulai ketika berdo’a dalam tasyahhud. Adapun lafadz do’a dimulai dari dua kalimat syahadat lantaran di dalamnya terdapat ratifikasi dan penetapan kemahaesaan Allah ‘azza wa jalla, sedangkan hal itu alasannya suatu do’a lebih berpeluang dikabulkan. 

Selanjutnya mulailah mengucapkan inti do’anya (Allahumma shalli ‘ala Muhammad) hingga selesai tasyahhud dan hingga selesai salam. Adapun awal tasyahhud (Attahiyyatulillah hingga ucapan kita wa ‘ala ‘ibadillahish shalihin) bukanlah termasuk do’a, namun itu yaitu bentuk memuji Allah dan do’a kesalamatan bagi hamba-Nya.

Riwayat-riwayat yang ada dari para sahabat dan tabi’in dalam dilema ini menunjukkan bahwa mengisyaratkan jari telunjuk maksudnya yaitu instruksi kepada tauhid dan ikhlas. 

Makara (isyarat), jari telunjuk tersebut hakikatnya yaitu ungkapan dalam bentuk perbuatan perihal keimanan kepada Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya, maka pantaslah kalau awal instruksi telunjuk yaitu lafadz syahadat (Asyhadu an laa ilaaha illallahu). 

Oleh lantaran itu Ibnu Abbbas radhiallahu ‘anhuma berkata, “Isyarat tersebut yaitu ungkapan keikhlasan”.

Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah berkata, “Jika seseorang mengisyaratkan dengan jari (telunjuknya) dalam shalat, maka hal itu baik dan itu ungkapan tauhid”, diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah dalam Mushannaf (2/368).

2. Pendapat yang mengisyaratkan dari awal tasyahud

Adapun instruksi dengan jari dan mengangkatnya serta mengarahkannya ke arah qiblat, maka pendapat yang besar lengan berkuasa ini dilakukan dari awal tasyahhud lantaran dhahir hadist-hadist menunjukkan demikian.

Diantara hadist yang menunjukkan disyari’atkannya instruksi dari awal tasyahhud yaitu hadist Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma:


… وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ

“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangan kiri di atas lutut kiri dan ajudan di atas paha kanan, dan memberi instruksi dengan jari telunjuknya.” (HR. Muslim)

Dari Nafi’ dia berkata:


كَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِذَا جَلَسَ فِى الصَّلاَةِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ وَأَتْبَعَهَا بَصَرَهُ ثُمَّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَهِىَ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنَ الْحَدِيدِ ». يَعْنِى السَّبَّابَةَ

“Abdullah bin ‘Umar apabila duduk di dalam shalat meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya dan memberi instruksi dengan jarinya, dan mengakibatkan pandangannya mengikuti jari tersebut, lalu dia berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ini lebih keras bagi syetan dari pada besi, yaitu jari telunjuk.'” (HR. Ahmad, dan dihasankan Syeikh Al-Albany)

Dan dalam hadist yang lain:


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ رَأَى رَجُلًا يُحَرِّكُ الْحَصَى بِيَدِهِ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ لَا تُحَرِّكْ الْحَصَى وَأَنْتَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَلَكِنْ اصْنَعْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ قَالَ وَكَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ الَّتِي تَلِي الْإِبْهَامَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَمَى بِبَصَرِهِ إِلَيْهَا أَوْ نَحْوِهَا ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ

Dari Abdullah bin Umar sebenarnya dia melihat seorang pria menggerakan watu ketika shalat, ketika dia selesai shalat maka Abdullah berkata: Jangan engkau menggerakkan watu sedangakan engkau shalat, lantaran itu dari syetan. Akan tetapi lakukan sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Maka dia meletakkan tangan kanannya di atas pahanya dan mengisyaratkan dengan jari di samping jempol (yaitu jari telunjuk) ke arah qiblat, lalu memandangnya, seraya berkata: Demikianlah saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan. (HR. An-Nasa’i dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

Berkata Al-Mubarakfury:


ظَاهِرُ الْأَحَادِيثِ يَدُلُّ عَلَى الْإِشَارَةِ مِنْ اِبْتِدَاءِ الْجُلُوسِ

“Dhahir hadist-hadist menunjukkan bahwa instruksi dilakukan sejak awal duduk” (Tuhfatul Ahwadzy 2/185, Darul Fikr).

Wallahu A'lam.