Wasiat Rasulullah Saw, Jangan Pernah Menghina Dan Meremehkan Orang Lain


Nasihat Gus mus (gambar: googleplus)

Jangan menghina orang yang pernah "Nakal"! Bisa jadi mereka lebih baik dari pada orang yang kelihatan baik padahal hatinya masih "nakal".

Bukanlah hal yang salah kalau mencuci baju yang pernah terkena kotoran, alasannya kelak suatu ketika akan kembali higienis dan memutih.

Yang jadi problem itu, ketika baju nampak higienis namun menyimpan kotoran didalamnya dan tak pernah di bersihkan.

Ada beberapa wasiat yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Jurayy Jabir bin Sulaim.

Salah satu wasiat Beliau yaitu jangan hingga menghina dan meremehkan orang lain.

Abu Jurayy Jabir bin Sulaim, ia berkata, “Aku melihat seorang pria yang perkataannya ditaati orang. Setiap kali ia berkata, niscaya diikuti oleh mereka. Aku bertanya, “Siapakah orang ini?” Mereka menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Aku berkata, “‘Alaikas salaam (bagimu keselamatan), wahai Rasulullah (ia mengulangnya dua kali).” Beliau kemudian berkata, “Janganlah engkau mengucapkan ‘alaikas salaam (bagimu keselamatan) alasannya salam menyerupai itu yaitu penghormatan kepada orang mati. Yang baik diucapkan yaitu assalamu ‘alaik (semoga keselamatan bagimu.”

Abu Jurayy bertanya, “Apakah engkau yaitu utusan Allah?” Beliau menjawab, “Aku yaitu utusan Allah yang apabila engkau ditimpa malapetaka, kemudian engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menghilangkan kesulitan darimu. Apabila engkau ditimpa kekeringan selama satu tahun, lantas engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untukmu. Dan apabila engkau berada di suatu daerah yang gersang kemudian untamu hilang, kemudian engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan mengembalikan unta tersebut untukmu.”

Abu Jurayy berkata lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah wasiat kepadaku.”

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberi wasiat,

لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا

Janganlah engkau menghina seorang pun.” Abu Jurayy berkata, “Aku pun tidak pernah menghina seorang pun sesudah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya,

وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ

Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau dengan berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut yaitu bab dari kebajikan.

Tinggikanlah sarungmu hingga pertengahan betis. Jika enggan, engkau dapat menurunkannya hingga mata kaki. Jauhilah memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Penampilan menyerupai itu yaitu tanda sombong dan Allah tidak menyukai kesombongan.

Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat jelek biarlah ia yang menanggungnya.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir menyampaikan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).

Di antara wasiat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas yaitu janganlah menghina orang lain.

Setelah Rasul memberikan wasiat ini, Jabir bin Sulaim pun tidak pernah menghina seorang pun hingga pun pada seorang budak dan seekor hewan.

Dalam surat Al Hujurat, Allah Ta’ala memperlihatkan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang pria merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan wanita merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa ayat di atas berisi larangan melecehkan dan meremehkan orang lain.

Dikutip dari rumaysho.com, sifat melecehkan dan meremehkan termasuk dalam kategori sombong.

Sebagaimana sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Sombong yaitu perilaku menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim no. 91).

Yang dimaksud di sini yaitu meremehkan dan menganggapnya kerdil. Meremehkan orang lain yaitu suatu yang diharamkan alasannya dapat jadi yang diremehkan lebih mulia di sisi Allah menyerupai yang disebutkan dalam ayat di atas.  (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 713).

Ingatlah orang  jadi mulia di sisi Allah dengan ilmu dan takwa. Jangan hingga orang lain diremehkan dan dipandang hina.

Allah Ta’ala berfirman,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)

:

Coba perhatikan dongeng seorang bekas budak berikut ini.

أَنَّ نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ لَقِىَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وَكَانَ عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ عَلَى مَكَّةَ فَقَالَ مَنِ اسْتَعْمَلْتَ عَلَى أَهْلِ الْوَادِى فَقَالَ ابْنَ أَبْزَى. قَالَ وَمَنِ ابْنُ أَبْزَى قَالَ مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا. قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى قَالَ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّهُ عَالِمٌ بِالْفَرَائِضِ. قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ »

Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfaan. ‘Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah. Umar pun bertanya, “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’. Umar balik bertanya, “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia yaitu salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’. Umar pun berkata, “Kenapa dapat kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus menyerupai itu?” Nafi’ menjawab, “Ia yaitu seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata bahwa bergotong-royong Nabi kalian -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda, “Sesungguhnya suatu kaum dapat dimuliakan oleh Allah karena kitab ini, sebaliknya dapat dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim no. 817).

Semoga nasehat sederhana ini dapat memperlihatkan manfaat bagi kita semua!

Demikian, Wallahu A'lam.