Jalur Patahan Pulau Jawa Aktif, Jago Ungkap Potensi Gempa Besar Termasuk Jakarta Dan Bandung


Dalam catatan sejarah, Jakarta pernah luluh lantak di guncang gempa berkekuatan besar. baltyra.com

Semoga menerima perhatian serius dari tim mitigasi bencana...

Kajian ilmiah yang diterbitkan di jurnal ilmiah internasional baru-baru ini memperlihatkan aktifnya jalur patahan di Pulau Jawa.

Dari kajian itu, ditemukan secara umum terjadi laju regangan yang besar di Pulau Jawa, diantaranya yaitu wilayah-wilayah berikut...

​Dua kajian ilmiah telah dipublikasikan di jurnal internasional yang berbeda pada Januari 2019 yaitu oleh Endra Gunawan dan Sri Widiyantoro di  Journal of Geodynamics dan Mudrik R. Daryono bersama Danny H. Natadwidjaja, Benjamin Sapiie, dan Phil Cummins di jurnal Tectonophysics.

Dari kajian itu, ditemukan secara umum terjadi laju regangan yang besar di Pulau Jawa, yaitu lebih dari 1 mikrostrain per tahun hingga mencapai sekitar 5 mikrostrain per tahun di tempat yang mengalami deformasi sehabis gempa tahun 2006.

​Kajian tersebut juga menemukan adanya laju tekanan dilatasi zona patahan yang besar (< -3 mikrostrain per tahun) di sepanjang patahan Cimandiri dan Cipamingkis di Jawa Barat, patahan di selatan Jakarta, patahan Kendeng yang memanjang dari Semarang ke Jawa Timur hingga masuk ke Selat Madura.

​“Riset kami telah mengidentifikasi tektonik deformasi aktif di Jawa memakai data GPS (global posititioing system) menerus dari tahun 2008 hingga 2013. Kami menghitung strain rate (laju regangan),” kata Endra Gunawan, peneliti dari Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung (ITB), yang dihubungi Minggu (6/1/2019), di Jakarta, menyerupai dilansir dari tribunnews.com.

Sementara laju regangan yang besar (di atas 1 mikrostrain per tahun) ditemukan di Wongsorejo dan patahan Montong di Jawa Timur dan patahan Lasem di Jawa Tengah.

​“Laju regangan dan tekanan ini memperlihatkan ada tempat tektonik aktif. Dari hasil studi ini, kita perlu memberi perhatian lebih pada sesar di erat kota besar padat penduduk menyerupai Semarang, Surabaya, dan terutama Jakarta,” kata Endra.

Mengutkan Riset Sebelumnya

Sejarah gempa

​Kajian itu menguatkan riset sebelumnya, diantaranya:

Riset dari A. Koulali dari Australian National University (ANU) pada 2016 wacana keberadaan jalur patahan di Pulau Jawa.

Catatan sejarah menunjukkan, gempa berpengaruh pernah terjadi di Jakarta pada 22 Januari 1780 yang guncangannya dirasakan hingga tenggara Sumatera dan Jawa Barat. Gempa ini diperkirakan berkekuatan M 8,5.

Kajian Nguyen dan tim dari ANU (2015) menyebutkan, gempa pada 1780 kemungkinan sumbernya di sesar Baribis atau di lengan lempeng alasannya yaitu luasnya dampak guncangan.

​Endra menyebutkan, gempa berkekuatan M 8,5 minimal dipicu oleh patahan dengan panjang 350 kilometer. Padahal, daerah regangan yang ditemukan di selatan Jakarta hanya mencakup 50 km, yang setara dengan bangkitan gempa M 7,1.

Ada dua kemungkinan, pertama, gempa tahun 1780 tak terkait dengan sesar Baribis. Kedua, sesar di selatan Jakarta berbeda dengan patahan Baribis, tetapi merupakan patahan tersendiri menyerupai studi Marliyani (2016).

​“Dibutuhkan kajian lebih mendalam, terutama dengan memasang GPS lebih rapat, dan kombinasi kajian seismik dan observasi geologi. Melihat risikonya, ini seharusnya jadi prioritas ke depan,” katanya. ​

​Kajian Arthur Wichman (1918) juga menyebut, gempa amat berpengaruh dirasakan di Jakarta pada 5 Januari 1699, pukul 01.30.

Selain merobohkan banyak bangunan, gempa itu menjadikan longsor besar di Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak, Jawa Barat.

​Menurut Endra, jarangnya kejadian gempa di Pulau Jawa termasuk di Jakarta, dibandingkan Sumetara,bisa dibaca sebagai terjadinya pengumpulan energi. Semakin usang tidak gempa, potensi gempa ke depan sanggup semakin besar.

Sesar Lembang


Sesar lembang

​Mudrik R. Daryono, peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, risetnya membuktkan keaktifan sesar Lembang di utara Kota Bandung.

Kajian ini menunjukkan, kecepatan pergerakan sesar Lembang mencapai 1,95 – 3,45 milimeter per tahun.

​Dengan panjang patahan hingga 29 km, potensi gempa yang sanggup dihasilkannya sebesar M 6,5 – 7 dengan waktu perulangan sekitar 170 – 670 tahun.

Mudrik juga melaksanakan uji paritan untuk mengetahui paleoseismik dan menemukan bukti minimal adanya tiga gempa besar di jalur patahan ini, yaitu era ke-15, 2300 sebelum Masehi, dan 19.620 – 19.140 tahun yang lalu.

​“Tiga gempa besar di masa kemudian ini hanya yang ketemu dari uji paritan secara manual. Perlu uji paritan lebih besar memakai mesin ekskavator dan pembelian lahan yang tentunya lebih mahal untuk mengetahui perulangan gempa lebih banyak lagi,” kata Mudrik.

​Akan tetapi, dari kajian yang dilakukan, cukup menjadi dasar pentingnya melaksanakan upaya mitigasi untuk mengantisipasi bahaya ke depan. Selain kepadatan penduduk di sekitar zona patahan, dampak guncangannya ke Bandung juga sanggup memicu tragedi ikutan.

​“Dengan publikasi ini saya mengharapkan penelitian ikutannya wacana kemungkinan likuifaksi dan amplifikasi gempa serta dampak lainnya di tempat Bandung dan sekitarnya,” ungkapnya.