Bolehkah Masuk Kerja Saat Difonis Tifus? Ini Kata Dokter


Ilustrasi (salamadian.com)

Perhatikan!!

Rezeki Allah yang ngatur, jangan paksakan kerja kalau memang sedang sakit.

Terkait viralnya karyawan dipecat lantaran izin tak masuk kerja akhir sakit tifus, ini kata dokter!!

Kisah pilu seorang laki-laki yang izin sakitnya ditolak kantor dan berujung pemecatan yang baru-baru ini viral di media umum terasa begitu miris.

Kita tak sanggup tutup mata, masih banyak perusahaan memperlakukan karyawan menyerupai ini. Dan yang lebih parah, banyak perusahaan menganggap karyawan cuma sebagai sapi perah.




Berita terkait: Izin Tak Masuk Kerja Karena Sakit Tifus, Pria Ini Malah Dipecat Perusahaan

Meski kita butuh uang, butuh pekerjaan, bolehkah kita memaksakan masuk kerja saat difonis tifus?

Dr Kevin William Hutomo dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu menjelaskan bahwa saat terdiagnosis demam tifoid atau paratifoid (tipes, tifus), salah satu trilogi penatalaksanaannya ialah dengan beristirahat dan perawatan profesional.

"Hal ini bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien direkomendasikan bedrest hingga minimal 7 hari bebas demam atau sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Teorinya lho yaa," terang dr Kevin menyerupai dikutip dari detik.com.

Makara kadangkala ada juga orang yang terinfeksi. Tapi ada yang orangnya biasa aja. Ada yang gres terinfeksi dikit tapi orangnya udah demam, mual, muntah karenanya enggak nafsu makan, lemas akhirnya.

"Nah, biasanya yang model begini harus bed rest. Minum antibiotik sesuai anjuran dokter dan makan makanan yang lunak atau bubur," tegasnya.

Ketentuan Cuti Sakit Karyawan Telah Diatur Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

Kejadian yang sedang viral tersebut terasa sangat miris, alasannya berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan perusahaan tak boleh begitu saja memutuskan korelasi kerja pada karyawan yang izin sakit.

Pasal 153 UU Ketenagakerjaan menegaskan dua poin penting terkait PHK dan cuti sakit, yakni:
  • Pengusaha tidak boleh melaksanakan pemutusan korelasi kerja (PHK) dengan alasan pekerja/buruh berhalangan masuk kerja lantaran sakit berdasarkan keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.”
  • Pengusaha tidak boleh melaksanakan (PHK) dengan alasan pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akhir kecelakaan kerja, atau sakit lantaran korelasi kerja yang berdasarkan surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum sanggup dipastikan.
Jika perusahaan tetap melaksanakan PHK dengan alasan di atas, maka sesuai UU Ketenagakerjaan statusnya batal demi aturan dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali karyawan yang bersangkutan.

Dengan demikian, berlandaskan Pasal 93 dan 153, PHK terhadap karyawan yang sakit sanggup dilakukan apabila masa cuti sakit karyawan sudah melebihi 12 bulan berturut-turut.

Tetapi, jikalau sakit atau penyakit karyawan akhir dari pekerjaan atau kecelakaan di daerah kerja dan dokter tidak sanggup memastikan jangka waktu penyembuhannya, maka perusahaan tetap tidak boleh melaksanakan PHK.

Meski begitu, pengajuan cuti sakit karyawan haruslah dilakukan sesudah investigasi medis.