5 Fakta Wali Kota Solo Ngamuk, Gara-Gara Seorang Siswi Miskin Dihentikan Ikut Ujian


Wali Kota Solo FX Hadi Ruyatmo membayar SPP siswa miskin di SMKN 6 Solo. (DAMIANUS BRAM/RADAR SOLO)

Miris...

Masalah dunia pendidikan kita seakan tiada habisnya dengan permasalahan.

Seorang siswi miskin dihentikan ikut ujian oleh pihak sekolah alasannya yakni nunggak SPP, Walikota Solo ngamuk datangi sekolahan.

Berikut fakta-fakta kejadian tersebut!

Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo tiba di SMKN 6 pada Jumat pagi, 21 September 2018, pukul 08.40 dengan kendaraan beroda empat dinasnya. Orang nomor 1 di Solo itu eksklusif mencari loket pembayaran SPP.

Oleh beberapa guru, beliau diarahkan ke ruang kepala sekolah. Di sana sudah menunggu Kepala SMKN 6 Ties Setyaningsih dan Kepala Tata Usaha Slamet Hutomo.

Di hadapan kedua pejabat sekolah itu, Rudy sapaan bersahabat wali kota eksklusif menyatakan ingin melunasi SPP siswa miskin atas nama Niwara Hayu Nindya.

Berikut fakta-fakta kejadian tersebut;

1. Walikota mendapat laporan dari siswi yang bersangkutan.

Sisiwi tersebut melapor ke kantor walikota alasannya yakni dimarahi gurunya dan juga diancam tidak boleh ikut ujian.

"Anak ini ke kantor saya nangis-nangis, katanya dimarahi gurunya alasannya yakni nunggak pembayaran. Kalau nggak bayar nggak bisa ikut ujian. Saya minta jangan begitu. Kalau memang ada anak yang tidak bisa bayar jangan anaknya yang dimarahi. Ngomong saya saja, saya ini bapaknya bawah umur Solo," kata wali kota dengan tatapan tajam.

2. Disposisi yang ditandatangani Walikota tidak ditanggapi sekolah.

Rudy kembali memperlihatkan kemarahannya karena disposisi yang ditandatanganinya tidak mendapat jawaban pihak sekolah.

Disposisi itu berisi klarifikasi bahwa siswa yang bersangkutan masuk kategori keluarga miskin (gakin).

Untuk itu, wali kota meminta semoga siswa tetap bisa mengikuti UTS yang akan diselenggarakan Senin depan. Persoalan pembayaran tunggakan SPP akan diselesaikan oleh wali kota.

"Sudah dikasih disposisi menyerupai itu malah tidak ditanggapi. Malah kemarin saya dengar sendiri Pak Slamet (Kepala TU) ngomong ke Mas Budiman (staf wali kota) dengan bunyi yang tidak enak. Lewat telepon bilang jikalau mau bayaren ke sini, tak tunggu!" kata Rudy, menyerupai dilansir dari jawapos.com.

3. Sebagai kepala tempat Rudy merasa mempunyai tanggung jawab.

Rudy menyadari Sekolah Menengan Atas dan Sekolah Menengah kejuruan kini di bawah pengelolaan pemerintah provinsi (pemprov).

Namun sebagai kepala tempat yang mempunyai tanggung jawab terhadap seluruh permasalahan warganya, Rudy berhak mengintervensi dan menuntaskan dilema yang ada di wilayahnya.

"Semua siswa ini bawah umur saya. Maka saya juga wajib mengurusi mereka. Kalau tanda tangan saya sudah tidak dianggap sedikit pun ya nggak apa-apa. Tetapi jangan hingga menyengsarakan bawah umur dari keluarga kurang mampu," ujarnya.

4. Pernah dalam posisi yang sama.

Rudy menyebut dirinya juga dari keluarga miskin sehingga sangat paham perasaan anak tersebut ketika tidak bisa ujian alasannya yakni tidak bisa bayar SPP.

"Coba jikalau panjenengan di posisi mereka, nangis pasti," ucapnya ketus.

Tak mau memperpanjang masalah, Wali Kota Solo eksklusif mengeluarkan uang dari saku kiri bajunya. Sembari menyerahkan uang sejumlah Rp 1.250.000, beliau berujar jangan hingga kejadian serupa terulang.

5. Beberapa kali sempat mendapat keluhan dari wali murid

Rudy mengaku beberapa kali sempat mendapat keluhan dari wali murid terkait masalah serupa di sekolah tersebut.

Dia ingin keberpihakan terhadap masyarakat miskin terus dilakukan seluruh sekolah.

"Berapa kekurangannya? Satu juta dua ratus lima puluh kan, ini saya lunasi. Pokoknya saya lunasi, saya minta tanda bukti pembayaran. Ini uang saya pribadi, jadinya halal. Saya tidak pakai uang negara," katanya.

Kepala sekolah dengan halus mencoba menolak dan memperlihatkan klarifikasi kepada wali kota. Namun, Rudy tak mau tahu dan tetap meletakkan uang tersebut di atas meja sembari meninggalkan ruangan.

"Kalau nggak mau menerima, malah nanti saya laporkan polisi alasannya yakni menahan ijazah siswa miskin," katanya.

Kepedulian wali kota terhadap siswa miskin tidak hanya kali ini saja. Sudah ratusan siswa di Kota Solo yang tidak bisa membayar SPP kesannya dilunasi wali kota dengan uang pribadi.

: 2 Pelajar Ikut Keroyok Haringga Hingga Meninggal, PBNU Sororti Lemahnya Pendidikan Agama

Penjelasan Pihak Sekolah

Dilansir dari lutan6.com, Kepala SMKN 6 Ties Setyaningsih menjelaskan apa yang terjadi hanya sebatas miskomunikasi.

Siswa yang disebut wali kota yakni siswa kelas XII semester gasal.

Dia masih mempunyai tanggungan biaya SPP selama 6 bulan periode 2017 sebesar Rp 1.250.000. Biaya itu dibebankan ketika masa transisi pengelolaan SMA/SMK dari Pemerintah Kota ke pemprov.

Pemprov sempat memberlakukan hukum seluruh siswa berstatus sebagai siswa reguler. Artinya tidak ada siswa kategori miskin yang dibebaskan dari seluruh biaya.

Masa transisi tersebut dipakai pemprov untuk mendata ulang siswa miskin. Barulah pada Januari 2018, hukum siswa dari gakin kembali diberlakukan.

"Siswa yang disebut bapak wali kota itu kini sudah berstatus siswa gakin. SPP yang belum dibayar itu ketika siswa tersebut masih berstatus reguler," katanya.

Soal disposisi wali kota, Ties kembali menyebut sebagai miskomunikasi.

Dalam disposisi itu disebutkan sekolah diminta tidak menahan ijazah atas nama Niwara Hayu Nindya, padahal siswa tersebut masih duduk di kelas XII dan belum mengikuti ujian nasional.

Karena terdapat kesalahan itulah, disposisi itu tidak ditanggapi.

Sebenarnya, kasus-kasus semacam ini sudah tidak abnormal lagi ditelinga kita. Banyak kasus-kasus serupa yang pernah terjadi di banyak sekali daerah.

Sudah sepatutnya semuanya dijadikan sebagai materi efaluasi bersam, semoga tak kembali terulang dikemudian hari!